Bab 3 . Ide Yang Diwujudkan
Keesokan harinya, Leah bangun lebih awal Biasanya, Leah akan mendengar kesibukan Bibi Rosy di pagi hari. Namun, pagi ini Leah tidak mendengar apapun. Apakah Bibi Rosy masih tidur? Itu tidak seperti biasanya, karena Bibi Rosy selalu bangun pagi. Batin Leah.
Leah berjalan menuju kamar Bibi Rosy dan mengetuk pintu seraya berkata, "Bi,Bibi sudah bangun? Bukankah Bibi harus berangkat ke kantor?"
Setelah menunggu beberapa saat, Leah tidak mendengar jawaban. Lalu, Leah kembali mengetuk pintu dan memanggil Bibi Rosy.
Pintu kamar dibuka. Bibi Rosy mempersilahkan Leah masuk dan wanita tua itu kembali naik ke kasur.
"Apakah Bibi sakit? Perlukah kita ke rumah sakit?" tanya Leah, dengan raut wajah yang penuh kecemasan.
Bibi Rosy menjawab, "Tidak perlu, Leah. Sepertinya gula darah Bibi naik, makanya Bibi merasa tidak enak badan."
"Ayolah, Bi! Ayo kita ke rumah sakit!" pinta Leah, sambil menggenggam tangan Bibi Rosy.
Bibi Rosy melihat jelas kepanikan di wajah Leah. Dalam hatinya, Bibi Rosy tahu bahwa Leah masih trauma atas kepergian putrinya karena sakit. Seketika, Bibi Rosy mendadak menyesal dan berpikir seharusnya dirinya mencari alasan lain, bukannya pura-pura sakit.
Bibi Rosy duduk tegak di kasur dan menatap Leah, lalu mencoba menenangkannya.
"Leah, Bibi tidak apa-apa! Bibi, kemarin sudah menghubungi Dokter dan beliau menganjurkan untuk menambah sedikit dosis obat dan beristirahat. Sekarang Bibi sudah merasa jauh lebih baik dibanding kemarin malam," ujar Bibi Rosy sambil tersenyum.
Mata Leah tiba-tiba memerah dan mulai menangis seraya berkata, "Seharusnya Bibi memberitahu diriku, jika Bibi tidak enak badan! Bagaimana jika terjadi sesuatu terhadap Bibi? Tahukah Bibi, bagaimana khawatirnya saya akan kesehatan Bibi?"
Bibi Rosy sangat menyesal, seharusnya dia lebih berhati-hati. Karena, saat ini perasaan Leah masih sangat sensitif.
"Ehmm..., Bibi minta maaf, Leah. Bukannya Bibi tidak ingin memberitahumu, tetapi setelah konsultasi dengan dokter dan meminum obat yang dianjurkan, Bibi merasa lebih baik dan tertidur. Hanya saja, saat ini Bibi sangat lapar. Bisakah Leah buatkan sarapan untuk Bibi?" tanya Bibi Rosy kepada Leah.
Leah bangkit dari duduknya dan menghapus air matanya.
"Maaf, Bi! Seharusnya aku yang meminta maaf, karena terlalu berlebihan. Baiklah Bi, aku akan siapkan sarapan untuk. Bibi istirahat dulu, sambil menunggu sarapannya siap," ujar Leah, sambil berbalik keluar menuju dapur.
Leah sangat malu, akan reaksinya yang terlalu berlebihan. Dirinya tidak mau membebani Bibi Rosy dengan perasaannya saat ini. Karena itulah, Leah buru-buru menyiapkan sup dan teh yang enak, agar suasana hati Bibi Rosy lebih baik.
Di kamar, Bibi Rosy sedang menelepon seseorang dan berkata, "Mungkin dia akan tiba di perusahaan sekitar pukul 9 atau lebih awal. Tolong pastikan dia langsung ke ruangan Tuan Robert, untuk menyerahkan dokumen yang saya titipkan! Terima kasih."
Sambungan telepon diputus. Semoga reaksi Leah, tidak seperti wanita kebanyakan. Hal ini yang akan menentukan, apakah Leah dapat menggantikan posisinya atau tidak, pikir bibi Rosy dalam hati.
Bibi Rosy sangat berharap, semoga Leah dapat menggantikan posisinya. Jika Leah bekerja di sana, maka dirinya akan merasa tenang dalam masa pensiunnya. Sebab, perusahaan Y adalah perusahaan bergengsi, di mana setiap karyawan yang masuk akan bekerja lama. Bahkan, banyak yang bekerja sampai pensiun seperti dirinya. Karena selain gaji dan fasilitas yang baik, jaminan kesejahteraan hari tua juga sangat baik kecuali bagi mereka yang memiliki kepentingan pribadi, misalnya mendekati Tuan Robert.
Dua puluh menit kemudian, Leah masuk dengan baki berisi mangkuk dan cangkir yang masih mengepulkan asap. Leah berjalan menuju kasur di mana Bibi Rosy berada. Leah meletakkan baki di meja samping kasur Bibi Rosy.
"Apakah Bibi dapat makan sendiri atau perlu saya bantu suap?" tanya Leah, sambil menatap wajah Bibi Rosy. Leah dapat melihat warna wajah Bibi Rosy segar seperti biasanya. Seharusnya, obat yang di minum Bibi Rosy tepat dan hati Leah menjadi tenang.
"Letakkan saja, Leah! Bibi akan memakannya sebentar lagi, jika sudah tidak begitu panas," jawab Bibi Rosy.
"Baiklah kalau begitu, Bi! Aku akan merapikan dapur dan membersihkan rumah. Bibi istirahat saja. Nanti, setelah selesai makan Bibi panggil Leah untuk membawa baki itu keluar! " ujar Leah sambil hendak kembali ke dapur.
Bibi Rosy menggenggam lengan Leah dan berkata, "Leah, sepertinya Bibi butuh bantuanmu lagi."
"Katakan saja, Bi! Aku akan kerjakan sebaik mungkin," jawab Leah pasti.
"Kamu lihat dokumen di meja itu? Itu adalah dokumen perjanjian kerjasama penting perusahaan Y. Kemarin, Bibi membawa dokumen itu pulang. Karena Bibi harus memeriksa kembali beberapa poin penting! Hari ini, pukul 10 nanti Tuan Robert membutuhkan dokumen itu karena akan segera ditanda tangani. Bibi tidak bisa menggunakan kurir, karena dokumen ini bersifat rahasia. Leah..., maukah kamu membantu Bibi menyerahkan dokumen itu kepada Tuan Robert secara langsung?" tanya Bibi Rosy dengan tatapan memelas.
"Tentu saja, Bi! Mengantar dokumen bukan masalah besar. Aku akan pastikan dokumen ini sampai secara cepat dan aman kepada Tuan Robert! Jadi, tenanglah dan serahkan padaku!" jawab Leah pasti. Leah tidak melihat, saat ini Bibi Rosy sedikit tersenyum, karena merasa rencananya akan berhasil.
"Baiklah, Bi! Aku akan ke perusahaan Y sekarang. Bibi harus habiskan sarapan ini dan jangan lakukan pekerjaan rumah apa pun! Pastikan Bibi istirahat yang cukup!" pesan Leah, sambil memeluk Bibi Rosy lalu berpamitan.
Leah langsung menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Dirinya tidak membawa banyak pakaian ke rumah Bibi Rosy. Jadi, Leah mengenakan apa yang ada yaitu kaos putih dan celana jeans. Leah mengikat rambutnya dengan model kuncir kuda.
Leah juga sudah lama tidak memakai perawatan kulit apapun, karena dulu dirinya begitu berhemat untuk biaya pengobatan putrinya. Beruntung, dirinya memiliki kulit yang lembab alami dan bersih. Leah hanya menambahkan sedikit lip gloss di bibirnya. Setelah itu, Leah membawa tas selempang untuk tempat dokumen dan memakai sepatu kets, lalu berangkat.
Karena lokasi rumah mereka yang agak masuk kedalam, untuk mendapatkan taksi Leah harus berjalan ke jalan utama. Tidak masalah, anggap sekalian berolah raga. Leah tidak menggunakan kendaraan Bibi Rosy, karena dirinya sudah lama tidak menyetir dan surat izin mengemudi pun sudah tidak berlaku lagi.
Beruntung Leah langsung mendapatkan taksi.
"Gedung Perusahaan Y, di pusat kota!" ujar Leah kepada supir taksi.
Taksi pun melaju. Leah sudah lama tidak keluar rumah, semenjak perceraian dengan suaminya, dirinya hanya sering ke rumah sakit untuk menemani putrinya dan kembali ke rumah. Setelah kepergian putrinya, dirinya tidak keluar rumah sama sekali dan inilah kali pertama bagi Leah keluar jauh dari rumah. Leah menatap keramaian lalu lintas, orang-orang yang berlalu lalang dan Leah berpikir, alangkah bahagianya mereka dapat menjalani kehidupan ini. Tidak seperti dirinya. Jika, bukan karena Bibi Rosy mungkin sekarang dirinya akan terbaring di rumah sakit, karena tidak mengurus dirinya sendiri.
Bagaimanapun, Leah sangat berterima kasih dengan keberadaan bibi Rosy. Leah berhutang banyak kepada wanita itu. Jadi, bantuan apa saja yang diminta Bibi Rosy, pasti akan dilakukan sebaik mungkin.