Ringkasan
Jangan coba kau injak-injak harga diriku dan keluargaku. Kucing kecil ini bisa saja mengaum seperti singa! Dan kau akan menyesal selamanya. Achiel sejak masih bayi dibuang oleh orang yang tidak bertanggung jawab di perkambungan kumuh kota Jakarta yang terkenal sebagai sarang preman. Dia akhirnya diasuh dan dibesarkan oleh seorang perempuan janda. Saat Achiel masih sekolah dulu, dia sembari bekerja serabutan agar bisa membeli buku-buku yang diinginkannya. Saat ibunya meninggal karena demam berdarah. Achiel pun semakin giat membanting tulang dengan bekerja serabutan agar bisa hidup dan kuliah di Universitas ternama di Jakarta. Keburuntungan menyertainya. Achiel mendapatkan bea siswa di kampus idamannya mengambil jurusan Manajemen Bisnis karena kecerdasannya yang telah berhasil mengajukan ide bisnis yang out of the box sebagai syarat terakhir untuk bisa diterima di kampus itu. Hingga akhirnya Achiel mengetahui rahasia hidupnya. Dia ternyata anak kandung dari orang terkaya nomor tiga se Indonesia. Namun kedua orang tua kandungnya sudah meninggal dan kekayaan orang tuanya itu telah dikendalikan oleh Diharja, pamannya sendiri - yang diketahui sebagai seorang mafia kejam yang mengendalikan banyak preman di Jakarta dan ingin menghancurkan perkambungan kumuhnya untuk dijadikan kawasan apartemen mewah. Diharja juga lah yang memisahkannya dengan kedua orang tua kandungnya. Achiel belum bisa berbuat apa-apa untuk merebut haknya kembali sebagai ahli waris. Suatu hari, seorang investor tertarik dengan ide bisnis yang diajukan Achiel untuk bisa memasuki universitasnya yang sekarang dengan jalur beasiswa itu. Dia pun berani memberi Achiel modal untuk mengembangkan bisnisnya itu. Hingga Achiel tak percaya ide bisnisnya itu bisa terwujud menjadi perusahaan yang terkenal di Indonesia berkat kegigihannya yang pantang menyerah. Saat itu lah Achiel berusaha untuk membalas semua kejahatan Diharja dan merebut kembali semua peninggalan harta kekayaan orang tuanya. Sanggup kah Achiel melakukannya?
Kedatangan Orang Tak Dikenal
Di sebuah toko kawasan Kota Tua Jakarta, Achiel
sedang mengangkut karung-karung beras dan beberapa
dus-dus besar berisi barang belanjaan ke dalam mobil bak
milik pelanggan Ko Ahong yang setiap sebulan sekali
berbelanja di sana dan akan dijualnya kembali di tokonya.
Masih ada tiga karung beras dan lima kardus besar lagi
yang belum dinaikkannya ke dalam mobil bak itu.
Saat Achiel hendak mengangkat sekarung beras,
tiba-tiba Ko Ahong datang dengan wajah kesalnya.
"Dari tadi belum kelar juga? Itu pelanggan saya yang
lain udah pada nunggu buat dimasukkan juga
barang-barang belanjaan mereka ke mobilnya! Kamu bisa
kerja cepat nggak sih?"
Achiel menahan sabarnya, dia pun berusaha sabar
akan teriakan Ko Ahong yang memekakkan telinganya itu
dan menjadi perhatian para pengunjung di tokonya itu.
Achiel pun mengangkat sekarung beras itu lalu
menaikkannya ke dalam mobil bak tanpa menggubris
teriakannya.
Ko Ahong kian kesal. "Heh! Kalau saya ngomong
dengerin dulu! Kamu pikir kamu siapa? Kamu masih mau
kerja di sini nggak? Kalo nggak mau pulang aja! Dasar tidak tahu diuntung! Sudah dikasih kerjaan malah nggak sopan!"
Akhirnya kesabaran Achiel menghilang. Achiel pun
membanting karung beras itu ke dalam mobil bak hingga
membuat mobilnya berguncang. Achiel berjalan mendekati Ko Ahong dengan geram lalu menarik kerah bajunya dengan wajah kesal.
"Saya ini bukan binatang, Ko! Saya manusia!" kesal
Achiel. "Koko pikir ngangkut barang-barang seberat ini bisa diangkut dengan mudah? Apalagi saya kerja sendiri!"
Ko Ahong pun semakin geram lalu berusaha
melepaskan tarikan tangan Achiel.
"Lepasin! Saya pecat kamu!"
"Pecat aja! Ko pikir saya nggak bisa kerja di tempat
lain? Hah?" teriak Achiel.
Achiel pun mengepalkan tangan kirinya seperti hendak
meninju wajah Ko Ahong yang menyebalkan itu.
Boni yang bekerja di toko sebelah langsung menarik
Achiel hingga tarikan tangannya pada kerah baju Ko Ahong terlepas.
"Udah, Chiel! Udah!"
Achiel pun melepas tarikan tangan Boni lalu berjalan
meninggalkan kawasan toko itu sambil menahan kesalnya.
"Lo saya pecat! Lo nggak boleh lagi kerja di sini!" teriak
Ko Ahong.
Achiel tidak memperdulikan teriakannya. Dia mencoba
mengatur napasnya dengan berat agar emosinya mereda.
Dia baru saja kehilangan ibunya karena terkena demam
berdarah. Hari-harinya sedang berat, untuk itulah kali ini dia tidak dapat menahan emosinya. Biasanya Achiel tidak peduli akan teriakan Ko Ahong yang setiap hari memekakkan telinganya itu, tapi kali ini dia sudah tidak dapat menahannya lagi. Kesabarannya sudah hilang. Dia tidak peduli sudah dipecat di toko itu.
Tiba-tiba Boni datang mengejarnya.
"Achiel!!"
Langkah Achiel terhenti lalu menoleh pada Boni. "Apaan?!"
"Lo balik lagi aja ke toko, Chiel. Lo minta maaf sama
Ko Ahong! Ko Ahong pasti nerima lo lagi! Lo kan tahu
gimana Ko Ahong selama ini! Dia itu mesti galak, tapi
orangnya baik! Dia nggak bener-bener serius mecat lo Chiel" pinta Boni sahabat karibnya yang tinggal sekampung dengannya sejak kecil itu.
"Kagak! Gue udah kagak mau kerja sama dia lagi! Titik!" tegas Achiel.
Achiel pun kembali berjalan menuju tempat tinggalnya
di kawasan kumuh kota Jakarta itu. Boni tampak tidak bisa berbuat apa-apa lagi, akhirnya dia kembali ke Tokonya. Ya, sudah lama Achiel bekerja di toko Ko Ahong, sejak dia masih SMP dulu. Setiap pulang sekolah Achiel selalu bekerja di sana demi untuk mendapatkan uang tambahan agar bisa membeli buku-buku yang diingankannya, karena Ibunya sebelum meninggal hanya berjualan nasi uduk di depan kontrakannya saja. Itu pun kadang tidak bisa untuk membayar uang sekolahnya. Achiel lah yang kadang membayar uang tunggakan sekolah dari bekerja serabutan di sana-sini hingga dia bisa lulus SMA seperti sekarang.
Achiel memang hobby membaca. Di kontrakannya
dipenuhi buku-buku yang dia beli dari toko buku bekas. Tak jarang dia sengaja membeli buku baru di toko buku.
Impiannya setelah lulus SMA itu dia ingin bisa memasuki
universitas Nusantara dan setelah lulus di sana bisa
menjadi pebisnis handal. Universitas Nusantara adalah
universiats terbaik saat itu yang menelurkan mahasiswa
dan mahasiswi menjadi pebisinis handal. Achiel pun sudah mengikuti tes masuk jalur beasiswa ke universitas itu. Sekarang dia tengah menunggu pengumumannya. Dia tidak tahu apakah bisa diterima atau tidak, karena untuk bisa masuk ke sana harus dengan nilai yang terbaik dan setiap tahunnya hanya menerima satu murid saja yang mendapat jalur beasiswa.
Achiel berpikir memang sudah waktunya berhenti
bekerja di toko Ko Ahong. Sekarang dia sudah lulus SMA,
dia bisa melamar bekerja di tempat yang layak dan baik
untuknya. Apalagi jika seandainya nanti dia lulus tes jalur
beasiswa, bagaimana pun dia harus bisa sembari bekerja
untuk menghidupi dirinya yang sudah hidup sebatang kara
itu. Ayahnya meninggal sejak dia dilahirkan dan ibunya
baru saja meninggal karena terkena demam berdarah.
Saat Achiel sudah tiba di depan pintu kontrakannya
yang kecil itu, tiba-tiba seorang ibu-ibu bernama Bu Minah
berlari ke arahnya sambil membawa sebuah amplop kecil.
"Achiel!"
Achiel menoleh pada Bu Minah dengan heran.
"Kenapa, Bu?"
"Ada surat dari pos buat kamu!" ucap Bu Minah yang
kini sudah berada di hadapannya. Bu Minah pun
menyerahkan suratnya itu pada Achiel. Achiel
menerimanya dengan heran.
"Terima kasih, Bu," ucap Achiel.
Bu Minah pun pergi. Achiel membuka pintu kontrakannya lalu masuk. Saat dia sudah duduk di ruang depan kontrakannya yang sederhana itu, dia pun terkejut melihat di permukaan amplop tertulis surat dari Universitas Ternama impiannya selama ini.
"Universitas Nusantara?"
Achiel memang iseng mengikuti tes beasiswa yang
diadakan oleh SMA tempat sekolahnya dulu. Dia tidak
berharap banyak akan itu karena yakin tidak akan bisa
diterima di Universitas yang hanya bisa dimasuki oleh
orang-orang kaya itu. Achiel gemetar membuka surat itu.
Saat berhasil membukanya, dia terbelalak ternyata
dinyatakan lulus tes memasuki universitas ternama itu di
jurusan manajemen bisnis dan akan mendapatkan
beasiswa penuh.
Achiel bergegas berlari menembus gang-gang sempit
untuk menuju pemakanan tempat ibunya yang baru saja
disemayamkan di sana. Saat dia sudah tiba di dekat batu
nisan ibunya itu, mata Aciel berair haru.
"Emak! Achiel dapet beasiswa, Mak! Ini semua berkat
doa-doa Emak di surga! Achiel janji akan jadi anak sukses
seperti yang Emak inginkan selama ini."
Achiel pun terisak di hadapan batu nisan mendiang
ibunya itu. Dia masih tidak percaya akan mendapatkan
keajaiban itu. Saat Achiel kembali pulang menuju
kontrakannya dan saat dia sudah memasuki gang sempit
menuju kontrakannya, dia melihat seorang lelaki kekar
berpakaian kaos hitam dan menggunakan celana jeans
yang tiba-tiba berjalan di belakangnya itu seperti tengah
mengikutinya.
Achiel pun mencoba berbelok untuk membuktikan
apakah lelaki kekar itu benar-benar sedang mengikutinya
atau tidak. Ternyata saat berkali-kali berbelok ke gang-gang perkampungan kumuh itu, lelaki kekar itu masih mengikutinya. Achiel curiga kalau mereka adalah orang suruhan Ko Ahong yang ingin memberinya pelajaran. Di saat seperti itu Achiel tidak ingin memiliki masalah. Dia harus fokus menyiapkan diri untuk kuliah di universitas impiannya itu. Dia tidak ingin menambah daftar musuh dalam hidupnya. Achiel pun bergegas berlari untuk menghindarinya. Ternyata lelaki kekar itu mengejarnya. Achiel pun berlari kian kencang agar berhasil kabur darinya.
Saat Achiel berhasil keluar gang dan tiba di jalanan
agak besar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya. Empat lelaki kekar lain keluar dari dalam mobil itu. Achiel hendak berbalik, rupanya lelaki kekar yang mengikutinya tadi sudah menghadang di hadapannya. Kini Achiel terdesak. Achiel pun langsung ancang-ancang untuk mengeluarkan ilmu silatnya yang diajarkan salah satu warga di kampungnya itu.
"Mau apa kalian?" tanya Achiel heran. "Gue nggak ada masalah sama kalian!"
"Sabar!" ucap seseorang lelaki yang mengejarnya tadi.
Achiel yang masih menyangka mereka komplotan
preman yang disewa Ko Ahong untuk memberi pelajaran
padanya itu kian geram.
"Gue udah nggak ada urusan lagi sama Ko Ahong? Gue
udah dipecat di sana dan nggak akan kembali lagi kerja di
sana!" tegas Aciel yang masih bersiap melawan mereka.
"Kita nggak kenal siapa ko Ahong dan nggak ada
hubungan dengannya," jawab lelaki kekasr itu. "Kita ke sini
buat jemput kamu karena ada yang ingin ketemu kamu dan bicara serius sama kamu. Ini penting, masalah keluarga kamu."
Achiel mengernyit. "Keluarga gue udah nggak ada! Gue
hidup sendiri di kampung ini! Bokap dan nyokap gue udah
meninggal semuanya!"
"Masih ada dan kalo kamu pengen tahu yang
sebanarnya, ayo ikut kami," pinta lelaki itu.
Achiel pun tidak mudah percaya. Dia pun langsung
menyerang ketiga lelaki kekar itu dengan ilmu silat yang
dia miliki, tanpa butuh waktu lama, kelima lekaki kekar itu
kini tumbang, terkapar kesakitan di sekitar mereka.
"Pergi kalian dari sini sebelum kalian semua mati!!" tegas Achiel.
Tak lama kemudian keluar seorang lelaki berumur 40
tahunan dari dalam mobil. Dia mengenakan setelan jas
yang rapih dan menggunakan kaca mata hitam. Achiel pun bersiap untuk menyerangnya karena khawatir lelaki itu
akan membalas perlakuannya yang sudah membuat anak buahnya babak belur itu.
"Sabar," pinta lelaki itu. "Kita ingin menemui kamu dengan baik-baik."
"Siapa kalian? Ada urusan apa kalian sama gue?" tanya Achiel dengan heran.
"Saya tidak dapat menjelaskannya di sini. Jika ingin
tahu apa tujuan kami, ikut kami..." pinta lelaki berumur 40
tahun itu. "Yang jelas, tujuan kami ini tidak akan
mencelakai kamu."
"Gue nggak percaya! Pergi kalian dari sini!" tegas
Achiel.
Karena tidak ada pilihan lain, lelaki berumur 40 tahun
itu akhirnya memberitahukan maksud kedatangan mereka
padanya.
"Perkenalkan, saya Akbar. Saya orang kepercayaannya
Bapak Brata," ucap Akbar pada akhirnya. "Selama ini Bapak Brata telah kehilangan anak kandungnya. Mengenai bagaimana anak kandungnya itu hilang, saya belum bisa ceritakan semuanya ke kamu. Namun dugaannya sekarang, kamulah anak kandung Pak Brata yang hilang itu dan karena itulah saya mencari kamu di sini untuk menguatkan buktinya."
Achiel tertawa mendengar itu. "Bapak kandung saya udah ninggal, Om. lbu saya juga barusan udah ninggal. Bapak jangan ngarang! Mau dibuktiin dengan bukti apapun juga nggak bakal kebukti, Om!"
Akbar tersenyum mendengar itu. "Jadi gini, nanti akan saya ceritakan semuanya kenapa saya yakin itu kamu anak Pak Brata. Untuk membuktikannya kamu harus bersedia untuk tes DNA. Nanti kalo hasil tes DNA-nya akurat, berarti kamu anak kandung Pak Brata dan setelah itu akan saya ceritakan semuanya sama kamu bagaimana ini semua bisa terjadi."
Achiel pun tetap tidak percaya. "Memangnya Pak Brata
itu siapa?"
"Pak Brata itu adalah orang terkaya ketiga di Indonesia " jawab Akbar.
Achiel terbelalak mendengar itu. "Orang terkaya ketiga di Indonesia?"
Akbar mengangguk sambil tersenyum padanya. Achiel
masih tidak percaya mendengar itu. Dia pun memperhatikan Akbar dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu memperhatikan para bodyguard yang mengelilinginya yang kini sudah berdiri sambil menahan sakit akibat serangannya pada mereka. Melihat tampang mereka, tidak mungkin mereka suruhan Ko Ahong.
"Ikut kami jika ingin mendengar bagaimana semuanya
ini bisa terjadi," ucap Akbar sekali lagi.
Akhirnya karena percaya mereka bukan suruhan Ko
Ahong dan yakin mereka utusan dari Pak Brata karena
Achiel tidak memiliki masalah dengan siapapun kecuali
dengan Koko itu, dia pun penasaran dengan apa yang
dibicarakan Pak Akbar itu. Achiel akhirnya bersedia
mengikuti mereka dengan menaiki mobil yang sudah
terparkir di sana. Mobil itu akhirnya membawa Achiel pergi.
"Benar kah saya anak kandung orang terkaya ketiga di
Indonesia? Jika benar, siapa ibu yang merawat saya
selama ini dan kenapa saya bisa dibesarkan di
perkampungan kumuh ini?" tanya Achiel ebingungan
dalam hatinya di dalam mobil yang masih membawanya
menembus jalanan kota Jakarta itu.