Bab 2 Yeah, Yummy
Di sudut lain kota Jakarta, tepatnya di sebuah kamar apartemen yang nampak bersih dan nyaman, terdengar suara dua anak manusi yang begitu menggelitik di telinga. Sesekali terdengar suara pria yang mengumpat tak jelas dan dibalas rintihan wanita yang membuat pria itu menggeram. Ya, dua anak manusia tengah bergumul di atas ranjang besar di mana banyak pakaian dan bantal berserakan di lantai. Tubuh si wanita bergerak seirama gerakan pria di atas tubuhnya dengan kedua tangan memegang pinggul si wanita dan bergerak kasar, sedangkan si wanita menggengam erat sprei sambil memejamkan mata. Tubuh wanita itu menggeliat akibat perlakuan pria itu dan membuatnya meliuk tak karuan diiringi rintihan keenakan yang mengisi ruangan tersebut. Di saat keduanya sedang asik, tiba-tiba terdengar dering handphone yang diletkakkan di atas nakas dan sontak membuat konsentrasi pria itu sedikit terganggu karena suara yang begitu keras.
“Yeah, you got that yummy-yum
That yummy-yum, that yummy-yummy
Yeah, you got that yummy-yum
That yummy-yum, that yummy-yummy
Say the word, on my way
Yeah babe, yeah babe, yeah babe
Any night, any day
Say the word, on my way
Yeah babe, yeah babe, yeah babe
In the mornin' or the late
Say the word, on my way....”
Pria itu menoleh. Dia tahu siapa yang tengah menghubunginya saat ini karena memasang dering telephone berbeda pada setiap orang yang dekat dengannya. Matanya menoleh ke nakas di mana handphone terus berdering berulang-ulang, sedangkan apa yang tengah dia lakukan sedang enak-enaknya dan tak mungkin dia hentikan di tengah jalan.
“NANTI GUE TELEPHONE BALIK, ANYING!” teriaknya seolah menjawab panggilan handphone itu dan benar saja, tak berapa lama dering pun mendadak berhenti seolah mengerti akan jawaban tersebut dan menunggu dengan sabar orang yang dihubungi selesai dengan urusan mendesaknya.
Pria itu pun bergerak semakin cepat dan menarik tubuh wanita di bawah kendalinya dengan posisi menungging. Desahan yang sesekali berubah dengan teriakan gairah terus terdengar, hingga tak berapa lama lenguhan panjang pun keluar dari mulut keduanya yang langsung ambruk dengan nafas tersenggal. Istirahat sejenak dengan tubuh menimpa sang wanita yang terpejam, pria itu pun memisahkan diri dari wanitanya dan turun dari ranjang untuk meraih handphone di atas nakas. Terlihat pada layar sepuluh panggilan tak terjawab dan menjadi nyanyian merdu pengantar ritualnya tadi. Tangannya bergerak menekan tombol hijau pada layar dan menempelkan benda itu ke telinga kanannya sambil berjalan dan menuju sofa. Tak menunggu lama, sambungan pun terhubung bersamaan tubuhnya yang mendarat di sofa.
“Sorry my man, gue tadi lagi nanggung, makanya gue gak angkat!”
“ .... “
“Gue lagi jenuh di kantor, makanya lepas lelah tadi mampir ke warungnya si Juminten. Eh, ada barang baru yang cocok. Cuslah gue tancep!”
“ .... “
“Hahaha .... Ya sudah, kelar ini gue langsung ke sana, deh!”
“ .... “
“Iya, kamvret!”
Sambungan pun terputus dan meninggalkan senyum tak jelas di wajahnya. Dia pun menatap ke arah ranjang di mana wanita yang baru saja dia gagahi tengah terlelap karena kelelahan melayaninya sejak dua jam lalu. Tiba-tiba, keningnya mengkerut karrena sadar apa yang tadi dia alami.
“Ini cewek masih perawan, tapi kenapa main di warung si Juminten, ya? Kayaknya dia lagi butuh duit banget sampai jual diri dan gue beruntung buka segelnya. Anjir bat gue dapat cewek perawan untuk pertama kalinya dan sampai bikin dia teriak-teriak macam singa mau beranak. Harus gue ikat ini cewek biar gak dijajakan sama Juminten ke pria lain!” cicitnya pelan dengan mata menatap ke arah ranjang di mana wanita itu tentu tak mendengar setiap ocehannya.
Dia pun bangun dari duduknya dan mendekati ranjang, lalu berhenti tepat di sampingnya serta bisa melihat wajah wanita itu yang begitu lelap merajut mimpinya. Tangannya terangkat dan mendarat di kepala serta mengelus lembut. Kepalanya ikut miring mengikuti posisi wajah wanita itu agar sejajar. Dia menelisik tiap ruas wajah dan melihat bibir yang sedikit bengkak karena ulahnya tadi akibat beberapa kali menggigit gemas dan keenakan.
“Kayaknya mulai hari ini gue tobat tancap sana sini, deh, dan cukup sama lo saja!”
Setelah bergumam sendirian, dia pun beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, hingga setengah jam kemudian, dia pun sudah rapi dengan pakaian bersih yang dia ambil dari lemari. Keadaan kamar yang sudah berantakan juga telah bersih karena dia rapikan. Dia meraih handphone dan dompet di meja, lalu berjalan kembali mendekat ke ranjang untuk melihat wanita itu yang begitu nyenyak.
“Gue pergi dulu, cantik!”
Langkahnya pun cepat menuju pintu kamar dan menutupnya tanpa dikunci. Dia menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja tamu dan pergi dari apartemen tersebut. Setengah jam berkendaraan, dia pun sampai di sebuah Loyal Cafe di mana pemiliknya adalah dia. Beberapa karyawan yang melihatnya tentu menyapa hormat dan langkahnya langsung tertuju di sudut Cafe yang menjadi tempatnya bersantai karena terpisah dengan para tamu tentunya.
“Akhirnya datang juga si otak kondom!” nyinyir seorang pria sebaya dengan wajah tampan sambil meletakkan cangkir kopi setelah melihat kedatangannya.
“Hahaha ... sa ae lo, kamvret!” Dia pun langsung menarik kursi dan duduk di hadapan pria tampan yang telah menunggunya sejak satu jam lalu serta terlihat memasang wajah bosan dibuatnya.
Tak berapa lama, seorang pelayan wanita muncul sambil membawa nampan berisi secangkir kopi dan kentang goreng. Para karyawan di situ tentu sudah hafal dengan minuman bos mereka dan sahabat karibnya yang kerap datang tak mengenal waktu. Selepas kepergian pegawai itu, barulah terjadi pembicaraan antara mereka.
“Muka lo kenapa begitu, sih! Macam ketek si Juminten saja yang tak dapat pelanggan!” gumam pria itu sdambil meraih cangkir di meja serta meneguknya dengan meniup terlebih dahulu.
“Ketek Juminten pasti wangi karena punya pelanggan setia macam lo yang doyan hambur uang dan benih!” sahut pria tampan itu dengan ketus serta memutar bola matanya malas.
“Hahaha ... iya juga, ya. Terus lo kenapa bete begitu, huh? Gue lagi asik genjot tahu-tahu telephone bikin rusak konsentrasi gue. Untung rudal gue sakti dan tetap pada sasaran!” cicitnya lagi dengan wajah mesam-mesem.
“Gue lagi bete saja habis diomelin sama Kak Evan gara-gara nyanyi boneka santet. Dia suruh cari gue cewek daripada main ep ep mulu kalau libur. Nyanyi diomelin juga. Heran gue punya saudara kembar galak banget kayak penjaga makam! Kalau gue nakal, Mama bisa jantungan nanti, apalagi kalau gue main cewek, Jong!”
Terdengar tawa terbahak dari mulut pria yang dipanggil Jong. Tidak! Namanya bukan Jong atau Najong, tapi namanya adalah Jon Richard dan biasa dipanggil Jong oleh tim mereka yang beranggotakan empat orang.
“Hahaha ... lagian hari gini masih main ep ep. Ingat umur, Eth. Umur kita sudah 28 tahun dan lo adalah pemilik EE Corp. Mana ada main begituan! Pria seusia kita dan sekaya kita harusnya ngeluyur pulang pagi, ajep-ajep, dan foya-foya sama cewek seksi sepuasnya. Kagak kayak lo, anjir! Gue juga geli sama tingkah lo dan bukan hanya Evan doang!” cerocos Jon aji mumpung mengeluarkan pendapatnya tentang prilaku dan hobi Ethan selama ini yang dianggap tak wajar, terutama tak ada gairah dengan wanita.
“Terus gue harus bagaimana sekarang biar Kak Evan gak ngoceh mulu, huh?” tanya Ethan dengan wajah malas dan ingin mendengar masukan Jon yang seketika menyunggingkan senyum mencurigakan.
“Unjuk rudal, Cuy!”
CUT!
21 Desember 2020/09.00