Ringkasan
Heni hanya muncul pada malam hari saja dan pergi saat menjelang pagi. Agus yang sudah dibutakan oleh cinta tidak bisa merasakan kejanggalan itu. Hanya dirinya saja bisa melihat kehadiran sang istri gaibnya itu. Dia peduli dikatakan oleh keluarga dan tetangganya yang hanya menganggap dirinya hanya berhalusinasi saja. Permasalahan mulai muncul di saat sang ibu, yang bernama Tuti mau menjodohkan putra kesayangannya itu dengan putri dari temannya yang bernama, Wini. Poligami gaib pun terjadi. Yang membuat Agus merasa pusing karena Heni selalu ingin terlihat lebih menonjol dari Wini. Dan yang lebih anehnya, Heni selalu saja melarang Agus melakukan hubungan intim dengan Wini. Istri dunia nyata VS istri dunia gaib. Siapakah yang akan memenangkan hati Mas Agus? Heni si rambut merah atau Wini, istri soleha?
Bab 1
“Aduh, sayang. Mas sudah tidak kuat lagi.” Kata Agus dengan nafas yang tersengal-sengal, kemudian langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
Sang istri hanya tersenyum sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka. Begitulah aktivitas keduanya setiap malam hari. Tiada malam yang terlewatkan tanpa ada adegan percintaan mereka. Sang istri Agus yang bernama Heni, adalah wanita yang paling cantik dan juga sangat lincah.
Saat pagi tiba, Heni sudah tidak ada lagi di samping sang suami. Hal ini sudah menjadi kebiasaan, yang hanya datang pada malam hari saja.
Segera Agus melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Beberapa menit kemudian, terlihat Agus sudah berpakaian rapi ala petugas Damkar, dengan seragam berwarna biru, dari ujung kaki sampai ujung kepalanya.
Agus melangkahkan kakinya menuju dapur. Sarapan pagi sudah tersedia dengan cantik di atas meja makan. Istrinya memang istri yang terbaik di dunia. Rumah mereka pun terlihat sangat bersih dan tertata dengan rapi.
“Aku semakin mencintaimu, sayang.” Gumam pria yang sudah berusia 30 tahun itu, sambil duduk di depan meja makan.
Setelah menikmati sarapannya, Agus langsung mengambil kunci motornya dan melangkahkan kakinya menuju teras.
“Sudah mau berangkat kerja, Gus?” Tanya Tuti, ibunya sambil menghampiri Agus di depan teras rumahnya.
“Iya, bu.” Jawab Agus sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku celananya.
“Apa sudah sarapan kamu, nak?” Tanya mamanya lagi, sambil duduk di samping bangku yang ada di samping Agus.
“Sudah. Tadi sarapan dengan nasi uduk, ma.” Jawab Agus sambil tersenyum pada mamanya, sambil membayangkan wajah cantik sang istri yang sudah bersusah payah memasakkan sarapan untuknya.
“Kamu beli dimana? Tadinya mama mau kasih kamu sarapan nasi goreng.” Ujar sang mama sambil mengerutkan keningnya.
“Istriku yang masak, ma. Agus berangkat dulu ya, ma.” Ucap pria yang berperawakan tinggi besar itu. Dia mencium punggung tangan sang ibu. Kemudian menutup pintu rumah dan menguncinya.
“Hati-hati di jalan ya, nak.” Ujar mamanya.
“Ya, ma. Assalammualaikum.” Kata Agus sambil menghampiri motor ninjanya, kemudian naik ke atasnya.
“Waalaikumsalam.” Jawab sang mama. Kemudian sang mama melangkah menuju jalanan dan menyebrang menuju rumahnya. Rumah Agus dan mamanya saling berhadapan, hanya dipisahkan oleh jalan raya saja.
Agus mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju tempat kerjanya yang sudah beberapa tahun ini dia tekuni.
*****
Ibu Tuti adalah mama Agus. Dia menghela nafas panjang mengingat ulah putra bungsunya yang mengaku kalau sekarang sudah mempunyai istri. Namun, sebagai mamanya, Tuti tidak pernah melihat istri Agus dan Agus selalu saja menolak setiap kali mau dijodohkan oleh sang mama.
“Agus itu hanya berhayal saja. Atau jangan-jangan istrinya itu hantu?” Gumam Tuti sambil bergidik ngeri membayangkannya. Kemudian dia berpikir keras, “Kasihan kamu, nak. Setelah ditinggal Rika menikah, kamu jadi berhayal seperti ini, nak.” Sambung wanita paruh baya berpakaian berwarna hijau itu, kemudian masuk ke dalam rumahnya.
Sedangkan Agus, dia sangat menikmati kehidupan rumah tangganya bersama dengan Heni, seorang wanita cantik dengan rambut merahnya. Wanita itu telah menyelamatkan nyawa Agus saat dia masih bekerja sebagai ABK empat tahun yang lalu.
Saat itu kapal angkutan penumpang, tempat Agus bekerja tenggelam di lautan. Banyak ABK yang meninggal dan para penumpang pun tidak terhitung menjadi korban saat kapal itu tenggelam di dasar laut.
Tapi, berkat bantuan Heni, Agus bisa selamat dari musibah itu. Meskipun tiga hari tiga malam dia harus terombang-ambing di tengah lautan luas. Heni-lah yang menyelamatkan nyawanya saat itu.
*****
“Tim satu segera bersiap! Si jago merah sudah beraksi di Perumahan Permata Biru. Ayo, segera berangkat!” Perintah Pak Hadi, selaku sang pimpinan.
Agus yang saat itu sedang membalas pesan dari sang istri, segera mengakhiri chatnya. Agus memang terkenal sebagai pria yang pendiam dan suka menyendiri, kalau sedang berada di kantor.
{“Sayang, mas mau bertugas dulu ya. I love you, sayang.”}
{“I love you too, mas. Hati-hati ya, mas.”}
Agus tersenyum senang. Kemudian dia memasukkan handphonenya ke dalam saku celananya. Kemudian bersiap dengan peralatan tempurnya, helm, jas anti air dan api.
“Apa sudah siap semuanya?” Tanya Pak Hadi lagi pada tim satu yang, anggotanya hanya terdiri dari lima orang saja.
“Siap, pak!” Jawab Agus dan keempat temannya yang lain.
“Tim dua dan tim tiga juga bersiap-siap! Kalau ada panggilan darurat, kalian harus langsung meluncur ke lokasi! Tim satu segera berangkat!” Perintah Pak Hadi, sambil memberi intruksi.
“Kita tidak boleh kembali, sebelum si jago merah padam!” Seru Agus serempak dengan keempat temannya menyatukan tangan mereka.
Agus dan keempat temannya langsung berlari menuju mobil merah yang selalu menemani mereka dalam melaksanakan tugasnya.
Lima belas menit kemudian, tim Agus sudah tiba di lokasi terjadinya kebakaran itu. Sebuah rumah mewah dengan lantai tiga terlihat sedang dilalap si jago merah. Asap hitam mengepul dari tempat kejadian.
Tim satu langsung saja mengeluarkan senjatanya dan mulai menyemprotkan selang di sepanjang rumah mewah itu. Para warga yang sedang berkerumun di sana langsung menepi. Seorang wanita terlihat sedang menangis tersedu-sedu dengan dikerumuni beberapa ibu-ibu yang berusaha menenangkannya.
“Vivi dan pengasuhnya masih berada di dalam sana. Biarkan aku saja yang menyelamatkan mereka!” Ratap si pemilik rumah sambil meronta-ronta.
“Masih ada dua orang sedang terjebak berada di dalam sana. Agus dan Asep, bersiaplah kalian masuk ke dalam. Selamatkan mereka!” Perintah Pak Hadi, sambil berusaha menghubungi tim kedua, karena apinya sangat besar dan dia merasa tidak cukup kalau hanya satu tim saja.
Dengan jas anti api, Agus dan Asep menerobos masuk ke dalam kobaran api dan berusaha untuk mengevakuasi dua orang korban yang masih terjebak di dalam rumah.
Beberapa saat kemudian, Asep sudah berhasil keluar dari dalam rumah itu, sambil memapah seorang wanita paruh baya, sang pengasuh di rumah mewah itu. Kemudian disusul oleh Agus yang menggendong seorang bocah perempuan, yang berumur sekitar empat tahun, yang terlihat ketakutan dan menangis, terlihat ada beberapa luka bakar di sekitar tubuhnya.
“Vivi!” Teriak wanita itu, dengan penampilan yang acak-acakan, langsung berlari menghampiri Agus, yang sedang menggendong putrinya.
Wanita itu lansgung memeluk Agus. Semua mata tertuju pada pemandangan yang mengharukan itu. Dua teman Agus yang lain saling pandang melihat keberuntungan sang teman yang mendapat pelukan gratis dari seorang wanita.
Semenit kemudian, wanita itu melepaskan pelukannya, kemudian meraih sang putrid an tersenyum ke arah Agus, sang petugas Damkar. Dia sengaja melakukan itu.
“Terima kasih ya, Gus.” Ujar wanita itu sambil menggendong putrinya kemudian menjauh.
Dua orang perawat langsung menghampiri wanita itu dan menuntunnya masuk ke dalam mobil ambulans, kemudian melarikan mereka menuju rumah sakit.
Dengan wajah tanpa ekspresi, Agus menghampiri dua temannya dan mengambil alih memegang selang yang berukuran besar itu.
“Hm…. Kalau aku tahu bakal dapat pelukan dari si pemilik rumah yang cantik itu, mending aku saja yang masuk ke sana dan menyelamatkan anaknya. Hehehe….” Goda Doni, sambil menyikut lengan Agus yang sedang berdiri di sampingnya.
Agus hanya tersenyum tipis mendengar ledekan temannya itu.
“Apa kalian saling kenal, Gus?” Tanya Joko
Agus tersenyum sendu, kemudian menjawab, “Dia Rika, mantan aku, yang meninggalkan aku dan menikah dengan pria lain.”
Sontak saja kedua teman Agus itu langsung tertawa terbahak-bahak, tapi mereka segera menghentikan tawanya saat mendengar suara deheman dari Pak Hadi.
“Yang serius kalau sedang kerja! Jangan sampai apinya merambat ke rumah lainnya!” Seru Pak Hadi sambil mengamati kerja tim satu.
“Siap, pak!” Jawab Agus dan kedua temannya serempak.
*****
Beberapa jam kemudian, api sudah berhasil dipadamkan. Akan tetapi, keadaan rumah Rika, sang mantan pacar Agus, hanya tinggal kerangkanya saja. Rumah mewah seharga 3 milyar itulah yang membuat Rika meninggalkan Agus dulu, hanya tinggal kenangannya saja.
Dengan tubuh yang sangat lelah, Agus kembali ke rumahnya. Sore sudah berganti malam, saat Agus memasuki rumahnya.
“Sudah pulang, mas?” Sambut Heni, sambil berlari menghampiri Agus, sambil menutup pintu kembali.
“Iya, sayang. Hari ini mas capek sekali.” Jawab Agus sambil duduk di sofa ruang tamu dan merangkul Heni yang sedang duduk di sampingnya, kemudian mendaratkan sebuah ciuman mesra di pipi yang mulus itu.
Heni tersenyum senang.
“Aku pijit ya, mas.” Ucap Heni yang lengsung beranjak dari sofa dan memijit pundak sang suami.
Agus memejamkan kedua matanya, sambil menikmati sensasi pijitan dari tangan halus Heni dan Agus sangat menyukainya.
Bersambung……..