Pustaka
Bahasa Indonesia

Pernikahan Diatas Perjanjian

76.0K · Ongoing
Lilik Hendriyani
127
Bab
972
View
9.0
Rating

Ringkasan

Cinta terpaksa menikahi Rafasya--pria yang dijodohkan dengannya. Sayang, pewaris itu begitu membenci Cinta. Rafsya bahkan berjanji untuk memberikan penderitaan untuk perempuan itu dengan kontrak berisi peraturan-peraturan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Sanggupkah Cinta mempertahankan rumah tangganya? Terlebih ... beberapa orang menganggapnya istri bodoh karena membiarkan suaminya selingkuh di depan mata....

PresdirCinta Pada Pandangan PertamaPengkhianatanKawin KontrakTuan MudaRomansaIstriPerselingkuhanDewasa

Bab 1

Menikah dengan pria yang begitu sangat di cintai, sudah menjadi impian semua wanita. Begitu juga dengan Cinta yang saat ini berusia 21 tahun.

Setelah acar pernikahan mewah di hotel selesai terselenggara, kini ia berada di dalam kamar pengantin bersama suami tercinta.

Namun berbeda dengan Rafasya Wijaya, menikah karena perjodohan, membuat pria itu semakin membenci wanita yang sudah menjadi istrinya. Rafasya, hanya diam memandang Cinta dengan tatapan tajam. Dari sorot matanya, terlihat, bahwa ia tidak menyukai wanita yang baru saja dihalalkannya.

Cinta tertunduk malu saat sang suami memandang ke arahnya. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Wanita cantik itu tidak sanggup mengangkat kepala dan memandang wajah pria yang sudah berstatus suaminya.

"Apa yang akan dilakukannya." Cinta membatin. Wanita itu panaik, jantungnya, seakan mau lepas dari tempatnya, ketika melihat sang suami membuka jas. Keringat mulai bercucuran di pelipis keningnya. Mungkin impiannya terlalu tinggi dan berharap pria itu memandangnya.

Setelah membuka jas, Rafasya membuka kemeja putih yang di pakainya dan kemudian celana panjang berwarna hitam, berbahan kain. Ia hanya menyisakan celah pendek dan kemudian berjalan ke kamar mandi. Kehadiran Cinta di dalam kamar ini, tidak dihiraukannya. Tubuhnya gerah dan ingin menenangkan pikirannya di bawah cucuran air shower.

Pria yang memiliki tinggi badan 180 cm itu pergi meninggalkan istrinya tanpa berkata-kata apa-apa. Ia egan untuk menyebut nama wanita yang sudah halal untuknya. Cinta Haniya, nama yang disebutnya ketika mengucapkan ijab Kabul. Ia merasa geli sendiri bila harus memanggil nama istrinya, Cinta. Di panggil Hani buat emosi. Entah mengapa nama itu, begitu sangat tidak mengenakkan untuk disebut.

"Bang, tunggu." Akhirnya Cinta bersuara.

Rafasya tidak menghiraukan Cinta memanggilnya. Ia tetap diam dan terus berjalan ke kamar mandi.

"Apa dia tidak melihat aku, atau dia tidak menganggap aku ada." Cinta berkata saat melihat suaminya tidak menjawab dan menghiraukannya.

Cinta menarik napas panjang dan kemudian menghempaskan secara kasar. "Akhirnya aku bisa bernafas juga. Didekat dia, kenapa rasanya sangat sulit untuk bernapas." Cinta berkata sendiri dengan bibir bawah yang maju ke depan. Dicuekin suami, rasanya sangat malu namun ia lega ketika pria itu sudah tidak berdiri di dekatnya.

"Apa di dalam kamar mandi, ada handuk? Mungkin ada," pikirnya positif. Bisa saja petugas hotel sudah menyiapkan handuk di dalam kamar mandi. Rafasya yang sudah terbiasa keluar masuk hotel, pasti paham akan hal ini. Berbeda dengan Cinta yang tidak pernah memijakkan kakinya dikamar hotel berbintang.

Kamar hotel ini begitu sangat mewah. Nuansa romantis dan aroma bunga, begitu sangat memanjakan Indra penciumannya. Dibukanya gaun yang melekat indah di tubuhnya. Melihat gaun yang dipakainya, mengingatkan Cinta saat membuat gaun pengantin ini. Gaun Pengantin Ini hasil rancangannya sendiri. Selain merancangnya, dia juga yang langsung menjahit. Sebagai seorang mahasiswa designer busana, tidak Sulit baginya untuk merancang gaun pernikahan.

Senyum mengembang di bibirnya, disaat mengingat orang pertama yang memakai gaun pernikahan dari hasil rancangannya, dirinya sendiri. Melihat wajahnya yang begitu sangat cantik bak seorang putri raja, membuat Cinta tersenyum. Senyum manis diwajahnya berubah seketika saat mengingat sang suami yang tidak melihatnya sama sekali.

Selama ini Cinta hanya mencintai, pria itu dalam diam. Ia hanya berani memperhatikan pria itu secara curi-curi. Menikah dengan Rafasya, tidak pernah terbayang olehnya. Pria itu begitu sangat sempurna. Rasanya tidak mungkin bisa untuk disentuhnya. Namun nasib mujur berpihak kepadanya. Kedua orang tua, Rafasya, memaksa Cinta untuk menikah dengan pria pujaan hatinya. Meskipun sudah berulang kali menolak dengan berbagai alasan, akhirnya Cinta menerima dan menyetujui pernikahan tersebut.

Setelah membuka pakaian, membersihkan makeup dan memakai handuk. Cinta duduk di atas tempat tidur sambil menunggu suaminya keluar dari dalam kamar mandi.

"Mengapa dia lama sekali?" Tanya Cinta dalam hati. Tatapan matanya hanya tertuju kearah kamar mandi. Padahal Rafasya sudah lama masuk ke dalam kamar mandi.

"Apa aku harus melihatnya ke sana, tidak usah, dia pasti akan marah." Cinta hanya diam tanpa berani untuk memanggil. Masih teringat ketika Rafasya menatapnya, terlihat bahwa pria itu sangat marah dan tidak menyukainya.

Wanita cantik itu duduk dengan gelisah. Tatapan matanya, terus memandang ke arah kamar mandi. Rasa lega dan gugup kembali menyerangnya, Ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Dirasakannya, detak jantung yang berdegup dengan sangat hebatnya, ketika melihat suaminya keluar dari kamar mandi. Cinta menutup matanya dengan kedua telapak tangan.

Tanpa ada rasa malu, ia berjalan tanpa ada sehelai benang menempel di kulitnya yang putih dan bersih. Meskipun di dalam kamar ada Cinta yang merupakan istrinya, namun ia tidak perduli.

"Ini pakaian abang, Cinta mandi dulu." Ia berkata dengan terbata-bata dan menundukkan kepala. Matanya, tetap terpejam. Sungguh malu ketika melihat tubuh polos nan sempurna tersebut.

Lagi-lagi pria itu tidak berkata apa-apa. Ia hanya memandang istrinya dengan tatapan tajam. Sikap Cinta yang sok polos, lugu dan pemalu seperti ini, membuatnya muak.

Dengan cepat, Cinta beranjak dari atas tempat tidur dan sedikit berlari untuk menjauh dari sang suami. Wanita itu meringis kesakitan saat terjatuh dan tersungkur. Wajah Cinta semakin merah menahan rasa malu dan juga sakit di keningnya karena terbentur. Dengan cepat ia kembali berdiri dan mengambil tas kecil yang berisi baju ganti dan alat makeup yang akan dipakainya nanti dikamar mandi.

Rafasya hanya diam tanpa berniat untuk membantu istrinya berdiri. Tatapan matanya terus memandang Cinta yang sudah pergi ke kamar mandi.

"Sialan." Rafasya marah dan kesal. Dengan emosi yang tertahan, pria itu meninju angin. Namun hal ini belum bisa menyalurkan rasa emosinya. Setiap kali melihat wajah Cinta, ia semakin muak.

Berkali-kali ditinjunya dinding hingga buku-buku janinnya memerah. Rafasya menghentikan aksinya setelah tangannya terasa sakit dan pedih. "aku benci dengan malam terkutuk ini," geramnya.

Pernikahannya bersama dengan Cinta, sama sekali tidak diinginkannya, namun kedua orang tuanya memaksa dengan alasan kolot, perjodohan. Setelah berulang kali menolak, akhirnya Rafasya menerima perintah dari kedua orangtuanya. Ancaman jabatan dan ahli waris, yang membuatnya harus menerima pernikahan terkutuk ini.

"Dasar wanita munafik. Sok baik, sok lugu dan sok polos. Aku yakin kau tidak sebaik yang di katakan orang tua ku. Kau wanita kotor yang hanya mengejar harta keluarga ku. Mau seperti apapun kamu berusaha mendapatkan hati aku, aku tidak mungkin bisa mencintai kamu. Karena dalam hatiku hanya ada Karin. Pernikahan ini terjadi karena paksaan saja." Rafasya sudah menyusun rencana untuk rumah tangganya nanti.

**