Pustaka
Bahasa Indonesia

PLAYBOY KENA BATUNYA

117.0K · Ongoing
Lara Aksara
102
Bab
172
View
9.0
Rating

Ringkasan

Putera sulung seorang Billioner yang suka berpetualang di alam maupun bersama wanita. Tak berkutik ketika bertemu dengan sesosok wanita Jawa yang mempesonanya hingga mati kutu

actionBillionaireTuan MudaplayboyOne-night StandCinta Pada Pandangan PertamaThrillerDewasa

Bab 1

Pintu apartemen di lantai tiga, menjeblak terbuka saat didorong dengan paksa. Dua tubuh yang saling berpelukan berputar dan masuk ke dalam apartemen. Kedua manusia ini saling memagut dalam ciuman yang panas dan penuh gairah.

Kepala sang wanita mendongak, mengikuti pria yang lebih tinggi darinya. Bibir saling mengecap, lidah melibat. Sang pria mendesak hingga sang wanita terdorong ke dinding tanpa melepas pagutan bibirnya. Meskipun sedang berciuman demikian panas, kaki sang pria masih sanggup mengait daun pintu dan menutupnya dengan keras. Desah sang wanita mulai terdengar ketika bibir sang pria bergeser untuk mencecap leher jenjangnya yang begitu menggoda.

Kedua tubuh yang saling melekat itu bergerak memasuki ruang tengah apartemen yang penuh dengan furnitur bergaya vintage. Lampu meja yang lembut menyinari ruangan dengan cahaya kekuningan. Kedua tubuh tersebut berjalan, berputar enggan melepaskan dan ambruk di atas sofa.

“Oh, Oka. Please?” bisik lembut sang wanita menyeruak ketika sang pria melepas cumbuan di bibir dan mulai menjelajah leher wanita itu.

“Apa yang kamu inginkan, Alice?” geram Oka tanpa berhenti mengusapkan bibirnya di sepanjang rahang dan leher jenjang sang wanita.

“Lakukan sekarang!”

Perintah itu tidak perlu dikumandangkan dua kali. Oka kembali menarik Alice dan mereka duduk berhadapan di atas sofa, saling melucuti pakaian masing-masing. Melemparnya ke sembarang arah. Oka kembali menerjang Alice yang polos dan menerimanya dengan tangan terbuka. Sinar lampu dari luar menerangi punggung Oka yang kekar dan bergerak impulsif ketika ia membuka kedua paha Alice dan mendorong memasuki Alice.

“Aah! Oka ….” Gerakan Oka makin lama makin liar dan ditingkahi desahan dan erangan.

Di dalam keheningan apartemen yang hanya diterangi oleh cahaya remang-remang, Oka dan Alice bersatu dalam permainan yang membara. Saling menyentuh. Saling memberi dan saling menerima.

Alice bergerak ke arah badan kekar Oka, menggodanya. Oka menggeram dan mendorong Alice rebah kembali ke sofa dan Oka menahan kedua kaki Alice lalu membukanya selebar dia bisa. Alice menjerit ketika Oka membenamkan wajah ke sana. Alice meremas rambut Oka dan menarik pria itu untuk naik kembali, mengundangnya untuk kembali masuk dan mengisinya.

Sofa itu menjadi saksi keperkasaan Oka yang mendominasi Alice.

“Aaah … Oka, tidak … aku lepas, aaahh … Oka I’m coming now.” Dan tubuh Alice tergetar hebat sedangkan Oka terus memacu di atasnya tanpa ampun dan meledakkan dirinya di dalam Alice.

“Aargh … my chocolate baby girl, you are so sweet, Kitty,” puja Oka seraya mendesakkan wajahnya ke leher Alice yang belum kembali dariorgasme.

Mereka masih berpelukan erat usai menggapai kepuasanbersama. Oka memeluk pinggang Alice dan kepalanya bersandar dengan nyaman di antara belahan dada Alice. Sementara wanita itu membiarkan Oka berbaring nyaman sambil mengelus rambutnya yang legam dan halus.

“Kau akan menginap?” tanya Alice manis. Oka mendesah, menghirup aroma wanita itu lalu menciumi dada berisi yang tadi ditindihnya. Alice mendesah manja.

“Aku harap aku bisa, Sayang. Tapi aku harus pulang. Ada pekerjaan sialan yang menunggu di rumah, Manisku. Aku harus menyelesaikan malam ini,” dusta Oka. Mana mau ia menginap di rumah wanita seputaran Brooklyn kalau apartemennya begitu nyaman di area Manhattan yang lebih elit?

Alice mendesah keberatan. Namun, ia tahu. Mustahil menahan Oka di sini. Dia sudah cukup bersyukur lelaki mempesona ini mau mengantarnya pulang bahkan berakhirbercinta dengannya.

“Setidaknya makanlah di sini,” rayu Alice. Ia sedang tengkurap di atas tubuh Oka dan mengelus rahangnya, menikmati indahnya lelaki di bawahnya sekarang.

“Aku sudah cukup kenyang dengan makanan yang kau sajikan di kafe, Dear. Aku harus pulang. Aku akan menemuimu lagi, besok.” Oka bangkit dan dengan perkasa membawa tubuh Alice bersamanya. Keduanya tertawa pelan. Alice mengalah dan minggir. Segera saja Oka meraih pakaian-pakaian yang ia lemparkan sembarangan tadi dan mulai mengenakannya.

Oka meninggalkan apartemen Alice setelah berpamitan cukup sopan, berbanding terbalik dengan perbuatannya tadi. Udara dingin menyapa wajahnya saat ia melangkah keluar dari gedung tinggi tersebut.

Melihat ke belakang, Oka bisa menemukan bayangan Alice di balik jendela apartemen. Ekspresi wajahnya terlihat teduh dan penuh kehangatan. Mereka berdua telah menghabiskan waktu yang personal. Namun, untuk Oka, segala sesuatu memiliki batasnya, dan sekarang adalah saatnya untuk berpisah.

Apalagi Alice sejatinya telah memiliki kekasih. Kekasih yang memperlakukannya dengan kasar, itu sebabnya Alice dengan mudah takluk pada Oka yang mampu berlaku lemah lembut pada wanita.

Oka menyusuri sebuah jalanan sepi. Hembusan asap pembakaran masih tercium di udara, membuat suasana terasa mencekam. Suara sirene mobil polisi bersahutan di kejauhan.

Mendadak, insting Oka berdering keras. Sapuan angin terdengar di belakangnya dan Oka reflek menunduk.

Prang!!

Sebuah tongkat bisbol melayang melewati kepala Oka, hanya satu inci dan sekarang menabrak kaca jendela sebuah gedung kosong.

Oka berbalik dan menghadapi lawannya. Enam orang berperawakan tinggi besar sebagian berkulit hitam dengan rantai-rantai menghiasi leher.

"Dengar, kau pikir kau bisa mendekati kekasihku begitu saja?" teriak salah satu dari enam pria tersebut sambil menunjuk jari pada Oka yang terkepung.

Oka mengembuskan napas kesal di depan kekasih Alice dan teman-temannya. Ia menatap tajam ke arah keenam pria yang mengancamnya. Dia tahu betul bahwa situasi ini bisa berujung buruk jika dia tidak berhati-hati dengan kata-kata dan tindakannya.

Beruntung Oka memiliki keahlian karate yang luar biasa. Dia terlatih dengan baik dan dia tidak akan menyerah begitu saja.

"Tenanglah, kalian semua!" sahut Oka dengan suara datar tanpa gentar kepada satu pria yang berusaha mengintimidasinya. "Aku tidak berniat mengganggu kekasihmu. Dan aku hanya mampir sesaat di apartemennya."

Keenam pria Amerika itu saling pandang, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan dalam kata-kata pria keturunan Amerika-Asia itu. Namun, wajah Oka terlihat jujur dan tegar, membuat mereka ragu untuk melanjutkan serangan mereka.

"Dia bohong, teman-teman! Jangan percaya padanya!" seru salah satu dari keenam pria tersebut dengan nada yang penuh amarah. “Aku melihat sendiri ia menggoda Alice!”

Oka tersenyum dengan penuh ketenangan. Dia tahu bahwa dia harus mencari cara untuk memanipulasi mereka dan percaya bahwa dia tak bersalah. Dia berusaha menghindari kekerasan, tetapi situasi ini semakin memanas dan dia harus segera menemukan jalan keluar.

"Dude, mari kita diskusikan ini dengan tenang. Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang kalian bicarakan. Bukankah lebih baik jika kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih dewasa?" ucap Oka dengan enteng dan sangat meremehkan.

Tentu saja kalimat itu membuat meradang musuhnya yang sekarang merangsek maju dengan diikuti oleh teman-temannya. “Dickhead!!” serunya, marah dengan panggilan yang merendahkan. Sejatinya, tubuh keenam pria Amerika itu jauh lebih besar daripada tubuh Oka. Sebagian dari mereka itu bahkan berkulit hitam dan memiliki badan setegar batu karang. Sementara Oka, walaupun tingginya di atas rata-rata. Namun, tampak jelas berbeda.

"Kalian pikir, kalian bisa menghajarku dengan begitu mudah?" tanya Oka dengan nada percaya diri, meskipun dia sedang terpojok.

Keenam pria itu saling pandang, sedikit terguncang oleh sikap pria yang mereka kepung. Mereka merasa tertantang oleh ketegasan dan kepercayaan diri yang dipancarkan oleh pria itu.

"Tidak peduli seberapa hebat kau berkelahi, Man. Kita masih lebih banyak jumlahnya!" seru salah satu dari keenam pria tersebut sambil mengangkat tinjunya. Dan tidak mengejutkan Oka, ketika beberapa dari mereka mengeluarkan tongkat bisbol.