Pustaka
Bahasa Indonesia

PESONA CEWEK MANDIRI REBUTAN CEO

60.0K · Tamat
lyns_marlyn
59
Bab
837
View
9.0
Rating

Ringkasan

"Siapa yang harus ku pilih?!" Adesty terjebak dalam pusaran dua cinta penguasa. Evander, pemilik perusahaan besar sangat tergila-gila pada Adesty. Begitu juga dengan Jonathan, pria playboy yang berubah seratus delapan puluh derajat menjadi pria pemuja cinta Adesty. Lantas, kepada siapa Adesty akan menjatuhkan pilihan? atau mungkinkah, tidak dari keduanya? Simak dan ikuti, jalan ceritanya sampai akhir!

RomansaPresdirDewasaCinta Pada Pandangan PertamaWanita CantikTuan Mudaactionpembunuhan

1. Demi Apapun Harus Lolos

"Kamu yakin, si Kim tidak memberi keterangan apa-apa?!" tanya Evander sang CEO pada sekretaris pribadinya.

"Berani sumpah bos, Pak Kim tidak memberikan keterangan apa-apa. Bahkan saya mencoba menghubunginya dari pertama Pak Kim bolos kerja, teleponnya tidak aktif," jelas Vivi panjang lebar.

"Ya sudah, lanjutkan kembali pekerjaanmu!" ucap Evan tegas.

Vivi segera melangkah pergi meninggalkan bos besarnya, tapi alangkah terkejutnya ketika di depan pintu ruangan, tubuhnya hampir saja membentur tubuh kokoh yang hendak masuk ke ruangan bosnya. "Astaga!"

"He-he," kekehan terdengar dari bibir tipis wajah blasteran.

"Bapak membuat saya kaget saja!" gerutu Vivi sambil mengusap dada sendiri. "Hampir copot jantung saya pak!"

"He-he-he. Harusnya tadi saya tidak pasang rem pakem biar bisa tabrakan, he-he kan empuk bisa tabrakan," jawab Jonathan menatap mesum pada bagian depan tubuh Vivi yang menonjol tinggi.

Vivi segera menutupi dadanya. "Pak Jo ini memang tajam penglihatannya, tahu saja bagian mana yang empuk."

Jo tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Urusan yang empuk-empuk itu keahlian saya! Ngomong-ngomong, bos besar ada di dalam?!"

"Ada di dalam, masuk saja," jawab Vivi sambil berlalu pergi.

Tok ,,, tok ,,, tok ,,,

"Masuk!"

Jo masuk setelah mendapat jawaban dari dalam. Nampak kakaknya sedang duduk di depan laptop yang ada di atas meja kerjanya.

"Ke mana saja loe? Tante Karin setiap hari nanyain loe, sampai budeg kuping gue dengar ceramahnya," cerocos Evan begitu melihat siapa yang datang.

"Gue tinggal di apartemen," jawab Jo. "Aman hidup gue tinggal sendiri tanpa mendengar ceramah Tante Karin."

"Pulanglah sebentar, temuin Tante Karin. Kasihan Tante Karin ingin bertemu loe sebelum pulang lagi ke Berlin," pinta Evan sambil menutup laptopnya.

"Nanti sore gue pulang, tapi gue tidak nginap dan loe jangan paksa gue nginap!" wanti-wanti Jo. "Atau gue tidak datang!"

"Ok!" Evan bangun dari kursi kerjanya, pindah duduk di sofa depan adiknya, Jonathan. "Apa loe tahu di mana si Kim?!"

"Tidak! Kenapa dengan si Kim?!"

"Sudah dua hari si Kim tidak masuk kerja. Sekrearis gue bilang, si Kim tidak masuk kerja tanpa memberikan keterangan apa-apa. Sama gue juga tidak minta ijin, apa sama loe, si Kim minta ijin?!"

Jo menggelengkan kepala. "Tidak!"

Dreet ,,, dreet ,,, dreet ,,,

Ponsel Evan yang di dalam saku jas bergetar. Hanya nomor yang tertera di layar ponsel.

"Siapa?!" tanya Jo melihat kakaknya hanya menatap layar ponsel.

"Tidak tahu! Tidak ada nama!" jawab Evan. "Mungkin hanya orang iseng."

Ponsel dibiarkan Evan tanpa ada niat menjawab, tapi tak lama kemudian ponsel kembali bergetar. Begitu terus menerus sampai Evan akhirnya menjawab telepon.

Kim :

"Hallo, bos. Ini Kim!"

Evan :

"Kim! Di mana loe?!"

Kim :

"Tolong bos! Saya dalam bahaya!"

Evan:

"Bahaya! Apa maksud loe?!"

Kim :

"Saya tidak bisa lama-lama bicara bos."

Tuuuuut ,,,

Sambungan telepon mati. Evan mencoba menghubungi kembali, tapi nomornya sudah mati.

"Ada apa?!" tanya Jo melihat kepanikan dan cemas di wajah Evan.

"Si Kim dalam masalah, katanya dalam bahaya, tapi gue tidak tahu maksudnya bahaya apa. Teleponnya ditutup!"

Sekarang yang nampak cemas tergambar di wajah Jo. "Astaga! Mungkin itu sebabnya si Kim tidak masuk kerja!"

Evan kemudian menghubungi seseorang agar nomor yang baru saja masuk ke ponselnya segera dilacak di mana keberadaanya. Hanya dalam hitungan menit, keinginan Evan terpenuhi. Tanpa membuang waktu, kedua kakak beradik pemilik perusahaan besar itupun bergegas pergi bersama beberapa orang bodyguardnya mendatangi tempat di mana Kim berada.

Nun jauh dari tempat Evan, Kim sedang berusaha sekuat tenaga melarikan diri dari kejaran Tris dan Tras. Napas tersengal serta peluh yang membanjiri kening tak dihiraukan Kim. Tujuannya hanya ingin selamat.

Sial sungguh sial bagi Kim, Tris dan Tras menemukan dirinya sehingga Kim terpaksa harus masuk lagi ke dalam semak belukar untuk menyelamatkan diri.

Ditengah pelariannya, Kim bertemu sepasang remaja anak sekolah yang sedang dimabuk cinta. Tanpa membuang kesempatan, Kim minta bantuan agar bisa menghubungi Evan, tapi tak bisa berlangsung lama karena ponsel anak tersebut kehabisan kuota.

Napas turun naik tak beraturan disertai detak jantung bak kereta api eksekutif yang sedang meluncur di atas rel menghiasi kondisi Kim saat ini. "Ya Tuhan, lindungi gue," bisiknya dalam hati. "Gue punya keluarga yang harus gue lindungi. Jangan sampai gue mati dengan cara seperti ini!"

Dalam persembunyiannya di semak belukar, Kim mendengar suara derap langkah kaki semakin datang mendekat. Tubuh penuh lebam dan luka dibeberapa tempat segera bersembunyi di antara ilalang tinggi nan rimbun. Keadaan sekitar yang mulai gelap dan kemeja hitam yang dipakainya sangat menguntungkan karena bisa melindungi tubuhnya dari penglihatan Tris dan Tras.

"Hilang ke mana lagi dia?!" suara berat Tras memecah kesunyian hutan.

Di antara napas yang tersengal, Tris menjawab. "Gue lihat orang itu lari ke arah sini, tapi kenapa jadi hilang?!"

Tras bersandar pada batang pohon yang tak jauh dari tempatnya berdiri. "Gue cape banget," ucapnya menyeka keringat yang bercucuran di kening.

"Gue juga cape!" Tris menghela napas. "Gue heran, tawanan kita sudah dua hari tidak makan, tapi tenaganya sangat kuat, masih bisa kabur berlari kencang melebihi kita." Tris duduk di atas rumput dan daun kering yang berserakan di tanah lembab.

"Kita balik ke Bos James atau bagaimana?!" tanya Tras minta pendapat.

"Bos pasti sangat marah mengetahui tawanannya tidak bisa ditemukan," keluh Tris jadi cemas. "Bakalan kena bogem mentah kita pulang tanpa hasil."

Sementara itu, Kim yang bersembunyi tak jauh dari Tras dan Tris sedang memutar otak untuk melanjutkan lagi pelariannya. "Gue harus bisa keluar dari tempat ini. Hari semakin gelap, bahaya kalau ada binatang buas yang mencium tubuh gue penuh luka. Gue bisa jadi incaran predator."

Deeeg ,,,

Kim tertegun. Di depannya nampak sepasang sepatu warna hitam.

"Mau ke mana loe?!" suara berat wajah sangar menatap Kim penuh amarah.

Perlahan Kim mendongak, menelan saliva. Keputus asaan langsung menyelimuti dirinya.

"Siapa itu?!" suara Tras lantang memecah kesunyian dalam ilalang.

"Kemarilah! Lihat, apa yang gue temukan!" jawab pria sangar yang berdiri bertolak pinggang depan Kim.

Tras dan Tris langsung berlari ke arah ilalang. Zipo, temannya berdiri di depan Kim yang penuh luka.

"Hebat Zipo!" Tras bukan main senangnya.

"Ternyata loe ngumpet di sini!" bentak Tris sangat kesal pada Kim.

"Gue pikir tadinya ular!" jelas Zipo. "Begitu gue dekati, ternyata makhluk satu ini sedang mengendap-endap!"

Buuukh!

Tris menendang kuat kaki Kim. "Sialan loe, bikin kita semua jadi banyak kerjaan!"

Kim meringis kesakitan, tubuhnya langsung ambruk ke tanah. Tulang kering kakinya ditendang sangat kencang oleh Tris.

"Bangun!" bentak Tras menarik kerah leher Kim.