Bab 4
Vely dan Sean duduk seraya memandangi Wida yang sedang berbicara pada Hendrik melalui telepon. Terlihat sekali kalau Wida sangat ingin Sean menikahi Vely. Walaupun dua orang yang bersangkutan sama-sama enggan.
Vely sudah berusaha menjelaskan bahwa kemarin hanya terjadi kesalahpahaman. Namun, Wida tak percaya dan masih yakin kalau Vely diancam oleh Sean untuk berbohong. Apalagi, melihat penampilan Vely yang cupu membuat Wida semakin yakin kalau Vely takut oleh ancaman Sean.
"Iya, Pak. Saya minta maaf atas apa yang telah dilakukan anak saya. Tetapi, saya jamin kalau anak saya akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap anak Bapak. Dan saya minta, Bapak bisa datang ke Jakarta untuk menjadi wali nikah Vely," ucap Wida panjang lebar. Dia diam sesaat. Mungkin mendengarkan balasan Hendrik di seberang telepon.
"Jadi, bagaimana?" tanya Wida dengan kening berkerut. Sean dan Vely ikut penasaran. Walaupun mereka sama-sama enggan untuk menikah. Hanya karena spion pecah, mereka berakhir harus menikah. Konyol sekali bukan?
"Baiklah. Saya akan mengatur segalanya di sini. Saya hanya minta wali nikah Vely untuk hadir," ucap Wida. Sambungan telepon di putus. Wida menyerahkan ponsel itu pada Vely dan langsung duduk di samping Vely.
"Kamu punya anggota keluarga yang tinggal di Jakarta?" tanya Wida seraya menggenggam tangan Vely. Matanya menatap lekat mata Vely.
"Tidak, Tante," jawab Vely pelan seraya menundukkan kepala. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Tak percaya jika Hendrik, menelantarkan anak gadisnya untuk tinggal di Jakarta sendirian. Tanpa diawasi siapapun.
"Mungkin, kamu punya paman yang tinggal di Indonesia?" tanya Wida lagi. Vely mengangguk pelan.
"Ada Paman Deni, adik ibu yang tinggal di Pontianak. Dan, Paman Andra, adik ayah yang tinggal di Bekasi," jawab Vely. Wida terdiam mendengarnya.
"Jadi, ayahmu barusan bilang kalau dia tak akan bisa datang karena istrinya melarang. Jadi, wali nikah akan ayahmu wakilkan pada pamanmu," ucap Wida dengan rasa bersalah. Vely terdiam mendengarnya. Merasa sedih jelas.
"Iya. Tapi, saya tidak mau nikah dengan anak Tante. Yang kemarin Tante lihat sebenarnya tak sama dengan yang Tante pikirkan," ucap Vely kembali berusaha menyakinkan Wida.
"Vely, Tante bukan anak kecil loh. Kemarin jelas-jelas kamu menangis dan penampilan Sean acak-acakan. Pasti, dia sudah melakukan sesuatu padamu," balas Wida masih tetap pada pendiriannya.
"Iya, Tante. Saya memang menangis. Tapi, bukan karena hal itu. Sebenarnya, saya yang salah karena memecahkan kaca spion mobil anak Tante. Dan anak Tante itu, minta ganti rugi pada saya," ucap Vely lagi seraya menatap ke arah Sean yang terlihat sangat kesal.
"Minta ganti rugi hanya karena spion pecah? Dan kau melecehkannya, Sean?!" tanya Wida sengit. Vely speechless mendengarnya. Menepuk keningnya sendiri karena bingung harus bagaimana lagi menyakinkan Wida kalau dia memang tidak di lecehkan oleh Sean. Tetapi, sepertinya pikiran Wida tak jauh dari sana.
Vely menghembuskan nafas lelah mendengarnya. Memberi tanda pada Sean kalau dia sudah pasrah saja. Sudah kehabisan akal untuk membuat Wida percaya. Karena pendirian Wida, susah untuk digoyahkan.
"Pokoknya, kalian akan menikah. Titik!" bentak Wida marah karena merasa di bohongi oleh Sean dan Vely. Dia pun beranjak pergi meninggalkan rumah Vely. Sean mengekori dari belakang setelah memberi delikan kesal pada Vely. Vely hanya menatap kepergian mereka dengan pasrah. Walaupun penasaran kenapa Wida dan Sean mudah sekali menemukan rumahnya.
"Hm, sudahlah. Rencana Tuhan pasti indah dan baik untukku," gumam Vely. Mendekati pintu, dia pun menutup dan menguncinya. Berjaga-jaga saja jika ada maling lagi. Setelah itu, dia kembali masuk ke kamarnya untuk tidur siang.
***
"Ma, apa Mama tak dengar penjelasan si gadis tompel itu? Dia sendiri bilang kalau Mama salah paham," ucap Sean. Wida melotot marah pada anak sulungnya itu. Membuat Sean meneguk ludah susah payah.
"Jangan hina seseorang hanya karena fisiknya Sean! Kau ingat sendiri mantan-mantanmu yang kurang ajar itu! Cantik fisik tidak menjamin cantik hatinya!" bentak Wida marah. Sean pun memilih diam saja.
Ya, dia punya beberapa mantan pacar. Mereka tentu saja cantik dan berpenampilan modis. Sayang, mereka semua hanya seorang wanita matre dan penjilat. Dan Wida membenci semua mantan-mantan pacar anaknya itu.
"Mama tidak mau tahu alasan apapun. Mau salah paham ataupun tidak, kau harus menikahinya!" ucap Wida lagi dengan tegas. Tubuh Sean jadi lemas mendengarnya. Konyol sekali jika dia harus menikahi seorang remaja berpenampilan cupu hanya gara-gara spion pecah. Wida sendiri tak mau mempercayai alasan Sean maupun Vely kenapa mereka ada di dalam mobil juga dalam situasi seperti itu.
"Sekarang, kamu datangi Vely lagi. Segera hubungi keluarga Vely dan tanyakan pada ayah Vely siapa yang akan jadi wali nikah Vely nantinya. Mama mau cari MUA dulu," ucap Wida. Sean menahan tangan Wida yang hendak pergi.
"Oke. Ma. Aku akan menikahi gadis itu. Tapi, aku tak mau ada pesta dan resepsi. Cukup akad saja. Jangan tambah perias segala. Mama cari kebaya saja," ucap Sean. Wida terdiam mendengarnya. Dia pun mengangguk dan akan mencari kebaya saja untuk Vely.
Sean menghembuskan nafas kasar setelah kepergian ibunya yang diantar oleh supir keluarga. Dia pun bangkit berdiri dan keluar dari rumah. Menuruti perintah sang mama yang harus kembali menemui Vely.
***
Tidur siang Vely terganggu kala Sean datang lagi dan menggedor pintu berkali-kali. Memakai tompel palsu juga kacamata Vely lakukan. Sedangkan rambutnya dia gelung asal saja karena tak sempat untuk dikepang.
Dengan wajah mengantuk, dia membukakan pintu. Di sana, sosok Sean berdiri dengan wajah kesal.
"Ada apa lagi?" tanya Vely yang masih setengah sadar. Membiarkan pintu terbuka dan duduk di sofa. Sean pun melangkah masuk dan duduk di hadapan Vely.
"Hubungi Ayahmu lagi," ucap Sean. Vely menatap Sean sesaat. Mengambil ponselnya dan menghubungi nomor pria yang dia panggil ayah. Telepon tersambung namun tak langsung diangkat. Hingga dering kelima, telepon baru diangkat. Tetapi, bukan ayah Vely yang berbicara. Melainkan seorang wanita yang bahkan langsung marah-marah.
"Apa lagi hah?! Belum cukup kau mempermalukan Ayahmu?! Sekarang kau minta apa lagi?! Hendrik benar-benar malu punya anak sepertimu yang tak bisa menjaga diri!"
Vely terdiam mendengar suara wanita itu. Ya, wanita itu adalah Risa, ibu tirinya. Sean pun terkejut mendengar Risa berbicara dan membentak Vely.
"Maaf, Bu. Aku hanya mau menanyakan bagaimana masalah wali nikah. Apakah Ayah akan datang ke sini?" tanya Vely dengan suara pelan.
"Nggak. Hendrik tak akan kuizinkan menemuimu. Kalau kalian bertemu, aku yakin kamu mau memeras suamiku. Jangan harap itu akan terjadi!" bentak Risa lagi. Vely berusaha mengabaikan tuduhan tak masuk akal Risa. Kalaupun memeras, dia punya hak. Karena dia adalah anak kandung Hendrik.
"Lalu, bagaimana perwaliannya nanti, Bu?" tanya Vely.
"Hendrik sudah mewakilkannya pada Andra. Hubungi saja pamanmu itu," jawab Risa ketus. Setelah itu, sambungan telepon di putus sepihak oleh Risa.
"Maaf. Dia ibu tiriku. Dan dia memang tidak menyukaiku," ucap Vely dengan senyuman kecil. Sean hanya mengangguk pelan. Masih kaget mendengar percakapan Vely dengan ibu tirinya.
Tanpa menunggu, Vely pun langsung menghubungi pamannya yang ada di Bekasi. Telepon tersambung dan langsung diangkat.
"Halo Paman. Apa Ayah sudah menghubungi, Paman?" tanya Vely.
"Sudah, Vely. Masalah perwalian nikahmu kan? Ayahmu mewakilannya pada Paman. Biar nanti Paman yang datang sebagai wali nikah kamu. Beritahu saja kapan akadnya," jawab Andra di seberang telepon.
"Baik, Paman. Nanti aku hubungi lagi," ucap Vely. Vely pun langsung mematikan sambungan. Menyimpan ponsel di atas meja lalu menatap Sean.
"Om, apa Om gak bisa meyakinkan Mama Om? Kita kan tidak melakukan apa-apa," ucap Vely. Merasa ngeri sendiri jika harus menikah diusia yang sangat muda. Apalagi, dia belum lulus sekolah. Dan lagi, yang akan menikah dengannya adalah orang asing.
"Kau melihatnya sendiri tadi," jawab Sean malas. Vely menghembuskan nafas pelan mendengarnya. Setragis inikah takdir hidupnya?
"Kau pikir aku mau? Aku juga tidak mau menikah denganmu. Kau itu tidak cocok menjadi istriku," cibir Sean. Vely tak menjawab. Namun, detik kemudian terdengar suara vas pecah yang sangat nyaring dari arah belakang Sean. Sean terlonjak kaget dan melihat ke belakang. Tetapi, tak ada apa-apa.
"Om, diluar sana Om memang berkuasa. Tapi, ini rumahku. Jangan bersikap semena-mena jika tidak ingin diganggu oleh Kakakku. Sekarang, Om pulang saja. Beritahu aku kapan acara dilaksanakan. Agar aku bisa memberitahu Pamanku," ucap Vely. Tanpa bicara lagi, Sean pun langsung meninggalkan rumah Vely. Setelah sebelumnya meminta nomor ponsel Vely.
"Gila. Itu anak horror juga," gumam Sean. Dia membuka pintu mobilnya. Belum juga masuk, bulu kuduknya terasa berdiri. Dia merinding sambil memegangi tengkuknya.
"Jangan sakiti Vely."
Sebuah bisikan terdengar membuat Sean kalang kabut. Masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kencang.