Ringkasan
Aleana Meijer—Lea—harus kehilangan orangtuanya pada usia 5 tahun akibat kecelakaan mobil. Sejak itu ia diasuh oleh Jansen Meijer yang merupakan adik dari ayah Lea. Tujuh belas tahun berselang semenjak kematian orangtuanya, muncul laki-laki tak dikenal yang memberinya tantangan untuk menjaga seorang gadis remaja seumurannya bernama Bella. Karena penasaran, Lea yang mempunyai kemampuan lebih menyanggupi tantangan tersebut walaupun tidak mengetahui alasan di baliknya. Perlahan, berbagai rahasia menyangkut keluarga Meijer yang selama ini tersembunyi mulai terkuak. Tidak hanya dirinya yang berada dalam bahaya, tapi juga keluarga pamannya dan keluarga Bella. Bagaimana Lea dapat melindungi orang-orang yang disayanginya, ketika ia harus kembali berhadapan dengan laki-laki yang memberinya tantangan?
Bab 1. TAMU YANG TAK DIUNDANG
"Ada apa, Lea?"
Saat Lea dan Jansen sekeluarga berkumpul di ruang keluarga, melewatkan malam yang tenang dan damai dengan kehangatan sebuah keluarga seperti berbincang dan berbagi pengalaman masing-masing seperti biasanya. Tiba-tiba Lea bangkit dari duduknya. Wajahnya terlihat sangat tegang.
Pandangan Lea menerawang ke depan. "Ada orang datang, Om. Tamu tidak diundang. Seorang pria yang sebaya dengan Om," jawab Lea mantap.
Jansen dan Leonard segera bangkit dari tempat duduknya, keduanya saling beradu pandang hingga beberapa detik kemudian terdengar suara yang cukup akrab di telinga mereka.
"Selamat malam saudara-saudara!"
Semuanya tersentak kecuali Lea karena memang dia sudah mengetahui akan kedatangan si penyusup itu.
"Jasper ...." tukas Jansen.
Lea langsung menoleh cepat ke arah Jansen yang menggumamkan nama penyusup itu.
"Apa kabar Kakakku sayang? Kau salah menyebutkan nama, aku bukan Jasper. Aku David ... David Hengkara," balas pria yang berusia sekitar 50 tahunan tersebut dengan sinis.
"Apa maumu?!" tanya Jansen dingin. "Kenapa kamu menyelinap ke rumah orang sesukamu?"
"Mauku?" David tertawa keras sebelum melanjutkan perkataannya. "Aku hanya ingin satu. Meminta apa yang seharusnya menjadi milikku sejak dulu."
"Apa maksudmu?" Kali ini Emily angkat bicara.
"Halo, Kakak iparku yang cantik. Lama kita tidak berjumpa dan kau terlihat semakin cantik." Bukannya menjawab pertanyaan Emily, pria yang mengaku bernama David tersebut malah menggodanya.
Leonard yang berdiri di depan Emily sontak maju selangkah, berusaha menjaga mamanya dari David. Sedangkan David yang melihat hal itu langsung tertawa.
"Tenanglah Leo. Aku tidak akan menyakiti Emily maupun kalian semua. Aku datang ke sini dengan misi damai meskipun untuk urusan satpam aku harus sedikit menggunakan kekerasan."
Hening ....
Tidak ada jawaban. Semua hanya diam memandangi David, menunggu pria itu menyampaikan maksud kedatangannya.
Melihat semuanya terdiam, David menghela nafas. "Baiklah, baiklah. Aku ingin meminta kalian, aah ... lebih tepatnya menantang kalian untuk melindungi seseorang," lanjut David sambil menyeringai licik.
"Katakan dengan cepat atau kau akan kutembak!" ancam Jansen.
"Tenang, Kak. Seperti biasanya, selalu emosional. Kau bahkan tidak berbasa-basi dulu denganku setelah sekian lama kita tidak bertemu." David mencebikkan bibirnya.
"Tidak perlu berpura-pura lagi, cepat katakan!" tukas Jansen.
"Aku hanya ingin gadis ini." David menunjuk Lea lalu melanjutkan perkataannya. "Untuk menjaga seorang gadis seumurannya."
"Cih, apakah kamu sudah tidak memiliki uang untuk membayar petugas hingga untuk melindungi seorang gadis saja meminta Lea yang melakukannya." Leonard berdecih. Seketika David meliriknya dengan lirikan yang tajam.
"Apa yang membuatmu memberikan tantangan itu kepadaku?" Lea yang sedari tadi tidak bersuara, mulai bertanya. Ia penasaran akan motif pria itu. Kenapa dia melibatkan dirinya dalam masalah yang sama sekali tidak dimengertinya.
"Kau tidak perlu mengetahuinya, belum lebih tepatnya. Yang perlu kamu lakukan hanyalah menjaga gadis itu. Bella namanya," ucap David.
Setelah mendengar perkataan David. Jansen, Emily dan Leonard mengerutkan keningnya. Begitupun dengan Lea. Mereka merasa tidak asing dengan nama yang disebut oleh David.
"Bella ... Arabella Meijer." David dengan tegas mengucapkan nama lengkap gadis yang harus Lea jaga.
Tubuh Lea seketika menjadi kaku karena nama yang disebut David itu telah menjadi sahabatnya 3 tahun terakhir ini.
***
Dua minggu setelah kejadian saat kepulangannya ke rumah Bali di akhir pekan untuk mengunjungi Jansen, Emily dan Leonard yang merupakan satu-satunya keluarga bagi Lea itu. Lea tidak pernah lagi berjumpa dengan David, tetapi Lea tahu jika David diam-diam mengawasi.
Suasana Fakultas Hukum di salah satu universitas di Surabaya terlihat ramai pagi ini. Para mahasiswa terlihat sibuk dengan urusan masing-masing.
Ada yang saling berkumpul di salah satu sudut kampus. Ada yang terlihat mondar-mandir sambil membawa beberapa buku. Ada pula yang hanya sekedar duduk-duduk membaca buku atau sekedar mengobrol.
Di salah satu bangku koridor kampus tampak seorang gadis muda berusia awal 22 tahunan. Gadis muda itu hanya duduk. Pandangannya tampak berkeliling memperhatikan orang-orang yang lewat di depannya.
"Lea!"
Sebuah panggilan membuat gadis cantik berambut panjang sepunggung itu menoleh ke sumber suara.
Terlihat Arabella yang kerap dipanggil Bella—seorang gadis muda seusianya yang merupakan sahabat Lea—berjalan menghampiri seraya memeluk beberapa buku tebal.
Bukk!
"Kamu mau apa?" tanya Lea sembari menatap heran buku-buku yang diletakkan Bella di sampingnya. Bella mendudukkan diri di samping Lea.
"Menurutmu?" Bella memutar bola matanya seolah pertanyaan Lea sangat retoris. "By the way, skripsi kamu apa kabar?"
Lea menghela nafas dalam. "Untuk saat ini aku belum mau memikirkan tentang skripsi," keluh Lea sembari memijat pelipisnya.
Bella terkekeh. "Terus kamu kenapa datang ke kampus? Bukannya kamu tidak mengambil kelas di semester ini."
"Aku baru konsul dengan Mrs. Martha dan hasilnya aku harus revisi sebagian besar skripsi aku." Lea kembali menghela nafas lalu menunjukkan jilidan kertas yang ada di pangkuannya dengan muka sedih.
Bella mulai mengamati sejenak lembar demi lembar skripsi Lea yang penuh coretan merah.
"Wow! Aku harap nanti revisi skripsi aku tidak sebanyak ini." Bella mengembalikan jilidan skripsi Lea.
"Aku balik dulu deh. Nanti malam aku ada janji dengan Mario. Lebih baik mulai sekarang aku akan sedikit demi sedikit mengerjakan skripsi." Bella bangkit dari duduknya lalu melambai sekilas kepada Lea sebelum berbalik dan keluar dari area kampus.
Lea terus memperhatikan Bella tanpa berkedip. Bahkan ketika tubuh Bella sudah tidak lagi terlihat karena terhalang oleh para mahasiswa yang berseliweran. Tatapan Lea tetap terfokus pada titik terakhir ia melihat sosok Bella.
***
Lea memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Begitu keluar dari mobil, nalurinya yang tajam secara refleks langsung memberitahunya kalau selain kedua pembantu ada seseorang di dalam rumahnya. Lea melangkah masuk ke dalam.
"Dari mana kamu?" Tanpa basa-basi Leonard langsung bertanya ketika melihat Lea memasuki rumah.
Ya, orang lain yang berada di dalam rumahnya selain kedua pembantu Lea adalah Leonard—sepupu Lea yang tinggal di Bali.
Lea hanya melirik sekilas sepupunya itu yang sedang duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Alih-alih menjawab pertanyaan Leonard, Lea malah balik bertanya. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Ck!" Leonard berdecak kesal. Pria itu lebih memilih mengabaikan pertanyaan Lea daripada menjawabnya. Pandangan mata yang sebelumnya terarah ke Lea kini ia alihkan kembali ke televisi.
"Bagaimana kabar om dan tante?" Lea mengubah topik pembicaraan. Ia melangkah ke arah dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang tengah untuk mengambil air minum.
"Mereka berdua baik-baik saja. Aku ke sini karena dikirim oleh mereka. Sejak minggu kemarin mereka mencoba meneleponmu, tapi kamu tidak terima. Pesan singkat juga tidak kamu balas. Mereka penasaran kamunya masih hidup apa tidak." Gerutuan Leonard terdengar samar di telinga Lea karena suaranya kalah dengan suara televisi.
Lea meneguk habis air yang dia ambil kemudian kembali melangkah menuju ruang tengah dan mendudukkan diri di samping Leonard ketika sampai di ruang tengah.
Pandangan Lea fokus tertuju pada layar televisi, tetapi pikirannya berkelana entah kemana.
"Lalu, bagaimana kabar Bella?"
Pertanyaan Leonard membuat Lea tertegun sesaat. Lea sudah bisa menebak kedatangan Leonard yang tiba-tiba. Namun, tetap saja pertanyaan tadi membuatnya terpengkur.