Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 9 Misteri Pernikahan Buaya Putih Part 3

Sesampai di rumah, ternyata Sattar sudah ada di rumahnya. Dia tengah berbincang dengan Asmah yang juga menunggu kepulangan saini.

"Akhirnya pak Saini pulang, besok adalah hari pernikahan Nurhasannah dan akan di lakukan di alamnya mereka" ucap Sattar dan Saini tetap saja memasang wajah lesunya karna merasa kecewa atas keputusan pihak kepala kepolisian.

"Ada apa pak? Bagaimana pernyataan pertemuan muspika tadi?," ujar Asmah yang menyadari jika Saini sedang tidak baik-baik saja.

"Pesta pernikahan anak kita di tentang keras oleh para tokoh agama serta masyarakat, Bagaimana ini bu? Apakah kita akan membatalkannya?," ucap Saini dengan nada lesu.

Asmah hanya terdiam mendengarnya. Tidak mungkin rasanya di batalkan karna semua persiapkan sudah di pesan. "Bapak dan ibu jangan khawatir, Nurhasannah tidak menikah di dunia nyata. Jadi tidak perlu memanggil penghulu untuk melaksanakan acara nikahnya. Pestanya tetap di buat namun dengan alasan acara khatamnya roni." ucap Sattar yang mendengar keluhan dari Saini tersebut.

Mendengar itu Saini sedikit lega namun Asmah penasaran bagaimana jalannya pernikahan anaknya itu.

"Lalu bagaimana kami akan melihat acara resepsinya pak?,"

"Besok saya akan kesini. Membukakan batin pak Saini dan bu Asmah, namun perwalian di serahkan kepada bangsa mereka saja. bapak dan ibu tidak bisa melakukan apa-apa hanya bisa melihat," ucap Sattar.

"Baiklah kalo begitu pak, asalkan semua berjalan lancar,"

"Oke, besok saya akan datang lagi kesini. Urusan tenda serta pelaminan jangan bapak dan ibu batalkan,"

Saini dan asmah hanya mengangguk, Kemudian sattar pun berpamitan pulang.

[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/angah_put]

"Saya pulang dulu pak bu, assalamualikum,"

"walaikumsallam,"

Hari itu berlalu terasa sangat cepat. Hingga pada keesokan harinya di pagi hari, Saini dan ASmah menunggu kedatangan sattar. Namun sattar tak kunjung juga datang. Saini pun mulai gelisah, dia mondar mandir di depan pintu Berharap sattar segera datang.

"Aduh kenapa pak Sattar belum datang juga ini,"

"Sabar pak, mungkin dia ada alasan kenapa belum datang juga,"

Lalu tak lama Sattar pun datang pada siang hari.

"Maaf pak saya agak telat, saya mencoba menemukan lokasi dari resepsinya pernikahan mereka. Dan baru saya temukan, Kelihatannya nanti jam 2 baru akan di mulai akadnya. Saya sarankan lebih baik bapak dan ibu melihat sewaktu akadnya saja. Karna makhluk yang menghadiri acara mereka semua tidak berbentuk seperti manusia pada umumnya," ucap Sattar yang waktu itu menjelaskan tentang penerawangannya setelah melepas sukma.

"Baiklah pak, lakukanlah yang terbaik,"

Sattar mengangguk lalu mengatakan.

"Tolong persiapkan kamar kosong hanya untuk kita bertiga,"

"Baik pak, kapan kita mulai kesana?," tanya Saini.

" Nanti saja sebelum jam 2 siang,"

Hingga jam pun menunjukkan jam 2 kurang 20 menit. Sattar pun segera bangkit dari tempat duduknya.

"Mari pak, Bu Kita mulai melihat akadnya,"

"Iya Kesini kamarnya," ucap Asmah yang berjalan menuju kamar yang telah di sediakan diikuti saini dan sattar. Lalu setelah itu Sattar pun duduk bersila di lantai diikuti Asmah dan Saini.

Kemudian Sattar seperti mengeluarkan kain hitam di sakunya. Lalu di dalam sakunya itu terdapat dua keping sisik buaya.

"Masing-masing bapak Saini dan ibu Asmah pegang ini. Sisik ini saya dapat sewaktu kakek Sinampar menyuruh menyampaikan pesan tempo lalu," Ucap sattar sambil memberikan mereka masing-masing satu. Saini dan asmah pun meraih sisik itu.

"Jika bapak atau pun ibu merasa tidak kuat, lepaskan saja sisik itu. Dalam sukma yang terlepas sisik itu akan selalu tergenggam di tangan. Jadi jangan takut jika ingin kembali secara tiba-tiba,"

Saini dan Asmah pun mengangguk mengatakan jika mereka mengerti Maksud dari Sattar. Sattar pun merapal mantra, lalu memegang pundak mereka masing-masing.

Mata mereka pun mulai terpejam, Ketika Saini membuka mata, dia sudah berada di sebuah tempat yang di lihatnya seperti istana namun jarak mereka dengan keramaian begitu jauh.

Di lihatnya orang sangat ramai berpakaian baju baju adat seperti jaman dulu Semua seperti manusia biasa. Baru saja saini ingin menanyakan sesuatu kepada Sattar namun Sattar mengetahui apa yang ingin di tanyakannya.

"Mereka belum menyadari kehadiran kita, Jadi jangan terlalu dekat atau mereka akan berubah wujud asli mereka," Saini pun terdiam.

Di lihatnya ada seorang pria menggunakan pakaian pengantin berwarna kuning. Yang terlihat sangat tampan sedang duduk berhadapan dengan seorang yang kelihatannya lebih tua. Posisi nya seperti orang yang sedang ingin mengucapkan ijab kabul.

Tak lama. Terlihat wanita bergaun pengantin yang warna kuning dengan wajah tertutup kain putih transparan medekati pria itu dan duduk di sebelahnya. Saini dan Asmah tidak bisa mendengar apa yang terjadi di keramaian itu.

"Kita mendekat sedikit pak Sattar, Saya tidak bisa mendengar apa-apa jika disini," ucap Saini yang sedikit penasaran.

"Lebih baik jangan pa, nanti mereka akan berubah wujud jika mereka menyadari kehadiran kita," Ucap Sattar yang sedikit mengingatkan Saini.

"Kalo sudah tidak kuat, saya akan lepas ini," ucap Saini sambil menunjukan sisik yang di berikan Sattar sebelum melepas sukma tadi. Kemudian Saini berjalan maju yang diikuti Asmah. Setelah cukup dekat barulah dia bisa mendengar apa yang terjadi.

Seketika semua orang yang hadir disana berubah pada wujudnya sebenarnya. Ada yang bentuknya bermacam-macam dari kerbau, banteng, monyet kalajengking namun anehnya bentuknya separuh manusia dan separuh hewan.

Asmah yang tidak kuat sontak langsung melepaskan sisik itu seketika Asmah pun menghilang. Sementara Saini masih saja menggenggam sisik itu. Dia masih memperhatikan Nurhasannah yang dililit ular. Perlahan Nurhasannah pun berubah menjadi buaya matanya memandang saini seolah menyuruhnya untuk segera kembali ke alam nyata.melihat

Di kamar, Asmah terengah menahan napas karena masih terkejut melihat makhluk-makhluk aneh itu. Sementara saini masih saja dengan keadaan mata terpejam.

"Cpat kembali pak, kenapa masih disana," Ucap Asmah yang sedikit khawatir terhadap saini. Kemudian Sattar tiba-tiba meraih tangan saini dengan cepat melepaskan sisik itu di tangannya, Kemudian tak lama Saini pun tersadar. Asmah menangis sambil memeluk Saini.

"Kenapa bu? Bapak tidak apa-apa kok ternyata mereka baik,"

Mendengar itu Sattar pun mengingatkannya.

"Jangan sampai bapak terpedaya, justru baik itulah bermaksud untuk jahat," Saini pun terdiam cukup lama. Sampai akhirnya Sattar pun mengajak mereka keluar dari kamar itu.

Kemudian sattar pun berpamitan dengan Saini dan Asmah.

"Besok apapun yang terjadi jangan dibatalkan acaranya ya pak, Karna bisa saja terjadi hal yang tidak diinginkan jika sempat di batalkan.. Kedoknya khatam anak bapak roni saja biar warga tidak marah," Ucap sattar sebelum pamit pulang.

Hingga seperti rencana, keesokan harinya tepatnya hari selasa. Para dekor pelaminan serta pemasang tenda mulai berdatangan. Para warga yang melihat mulai memanggil kepala desa dengan maksud ingin secara baik-baik tanpa ada kerusuhan. Hingga kepala desa pun datang yang diikuti beberapa warga.

"Assalamulaikum, pak Saini," Ucap kepala desa sambil memanggil Saini beberapa kali.

"Walikum sallam, ada apa ya pak?,"

"Begini pak Saini Bukannya sudah di setujui di muspika jika acara pesta akan di batalkan,"

"Ya memang saya batalkan pak, ini hanyalah acara khatam Roni,"

"Lantas kenapa ada pelaminannya pak jika cuma acara khatam?,"

Saini pun terdiam sebentar lalu menjawab dengan wajah sedikit sedih. "Semua sudah terpesan jauh hari pak, uangnya juga sudah di bayar. Lantas ketika saya minta batal memasang pelaminan mereka mengatakan uang tidak bisa di kembalikan. Jadi mau tidak mau saya terima pak," Ucap Saini yang mencoba mencari alasan agar warga tidak marah.

"Ohh jadi begitu, yasudah Kalo begitu para warga silahkan bubar Kalian sudah mendengar penjelasan dari pak saini," Ucap kepala desa waktu itu. Tak lama para warga pun bubar.

"Kalo begitu saya permisi dulu ya pak,"Ucap kepala desa berpamitan dengan saini.

"Iya pak, silahkan,"

Tak lama kepala desa meninggalkan rumahnya, Saini pun menghela napas lega lalu masuk kedalam rumah. Di dalam rumah Asmah tengah duduk di kamarnya Nurhasannah.

"Gimana pak, apa tanggapan kepala desa?," ucap Asmah yang penasaran.

"Mereka mengizinkannya bu, namun kemungkinan para warga disini tidak akan ada yang datang dihari pesta nanti tepatnya hari jumat," ucap Saini sedikit kecewa. Asmah kemudian terdiam wajahnya sedikit berubah.

"Tak apalah pak, mungkin itulah ujiannya kita cukup sabar saja," ucap Asmah lalu Saini hanya mengangguk tak berucap kata-kata lagi.

****

"Begitulah ceritanya bu, Saya pikir akan sepi yang datang ke acara ini, Ternyata sangat ramai. Meski yang datang dari luar desa," Ucap seorang ibu yang biasa di panggil Asmah itu.

Kemudian para tamu yang duduk mendengarkan kisah dari ibu tadi mulai banyak yang berdiri. Ada yang sebagaian keluar lalu berpamitan dengan ibu Asmah. Sementara ibuku yang waktu itu penasaran ingin memegang Nurhasannah mendekat lagi kepada ibu Asmah untuk meminta izin.

"Bu, boleh saya memegang Nurhasannah?"

"Silahkan bu, tapi jangan pegang bagian kepalanya," ucap ibu itu yang langsung menuntun ibuku menuju ranjangnya Nurhasannah yang harus menaiki tujuh tangga. Ibuku memegang tanganku dan aku pun mengikutinya.

Sesampainya di atas ranjang buaya itu tetap terlihat tenang. Dengan sisik putih dan moncongnya yang panjang. Ketika ibuku mulai membelai tubuh buaya itu, aku pun ikut memegangnya. Terasa bergetar tanganku ketika mulai menyentuhnya. Namun setelah itu, Aku pun mengajak ibuku untuk cepat keluar dari kamar itu.

"ibu Cepetan kita pulang, bapak di luar udah nungguin," ucapku waktu itu Mencoba memberi alasan agar ibu Asmah tidak tersinggung. Ibuku hanya mengangguk dan mulai mengajak bu Asmah turun dari ranjang Nurhasannah.

"Terima kasih bu telah berbagi cerita dengan saya, Semoga keluarga ibu selalu di berikan keberkahan tentang pristiwa ini," ucap ibuku sebelum berpamitan.

"iya bu sama-sama. Lain waktu silahkanlah berkunjung kesini lagi," ucap ibu Asmah yang hanya di balas senyuman oleh ibuku.

Kemudian ibuku keluar dari rumah itu dan mencari ayahku Untuk segera pulang. Setelah itu, kami pun pulang kerumah hingga sampe di rumah pada malam hari.

Aku yang terlalu lelah kemudian merebahkan tubuh di kamar. Kulihat ibuku tengah menceritakan tentang apa yang di dengarnya dari ibu Asmah itu. Aku tidak menghirauknanya karna waktu itu masih tidak peduli. Yang kudengar dari ucapan ayahku waktu itu dia mengatakan

"Jangan percaya akan hal-hal yang gaib begitu, bisa jadi itu hanyalah tipu daya untuk tidak mempercayai yang satu Yaitu tuhan,"

Bahkan hingga saat ini, Banyak orang datang berkujung kerumah ibu Asmah tersebut melihat secara langsung buaya itu. Ada yang karna penasaran atau pun meminta air bekas mandi buaya itu yang KATANYA bisa menyembuhkan luka atau pun sebagai penglaris usaha.

Tamat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel