Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Ketemuan di kafe

Dari situ juga awal mulanya orang tua Egy berjauhan, karena ibunya—Fani. Menganggap, bahwa Ayah Egy— Suaminya.

Tidak bisa menjaga Ega dengan baik.

Sejak saat itu hingga sekarang, Egy sama sekali tidak tahu penyebab asli Ega meninggal karena apa.

"Jadi karna itu, plis! Bantuin gue nyari tau Rai ... gue yakin lo pasti bisa bantuin gue." Egy memohon.

"Iya gue bakal sebisa mungkin bantuin lo, tapi sebelumnya gue minta, lo harus nerima apapun hasil akhirnya nanti," ujar Raizel.

Egy mengiyakan perkataan Raizel.

"Jadi ... lo masih inget nggak, di mana rumah asli bokap lo?" tanya Raizel.

"Gue lupa ... saat itu gue kan masih terhitung belum tau apa-apa," sesal Egy.

Braakk ...!

Pintu kamar Egy terbuka dengan keras, dan sangat membuat terkejut Egy dan Raizel yang berada di dalamnya.

Dari pintu kamar yang terbuka secara kasar itu, ternyata Fani yang membanting pintunya.

"Mamah?" ucap Egy.

"Tante?" ucap Raizel menyusul suara Egy.

Tiba-tiba, Fani masuk, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Mereka tidak menyadari, ternyata sejak awal. Fani sudah menguping pembicaraan Egy dan Raizel dari balik pintu kamar.

"Mamah ... kenapa nangis?" tanya Egy berdiri menuntun Fani untuk duduk di samping Raizel.

Saat Raizel akan berdiri, membiarkan Egy yang menggantikannya untuk duduk di samping Fani.

Secara cepat juga Fani meraih tangan Raizel.

Sehingga membuat Raizel tercengang

"Rai ... Tante inget tempat di mana rumah Papah Egy," ujarnya bersama air matanya yang terus menetes.

"Tante ...," ucap Raizel lirih.

"Kalau kalian ingin mencari tau kenapa Ega bisa meninggal ... Tante mendukung!" Mantap Fani.

"Mamah ... Mamah inget di mana rumah Papah?" imbuh Egy bertanya.

"Iya! Mamah inget" jawab Fani.

Fani sangat berharap besar kepada Raizel dan Egy, untuk menemukan jawaban penyebab Ega meninggal.

Di saat itu juga, Fani memberikan Info dan alamat, yang di mana itu adalah alamat rumah Ayah Egy Di luar kota.

Egy mencatat semua alamat yang diberikan oleh Ibunya, begitupun Raizel terus saja mendengar dan menyimak semua yang dikatakan Fani.

Selesai Fani memberikan Info dan alamat yang diingatnya, dia pamit untuk kembali ke kamarnya yang berada di lantai bawah.

Sejak awal Ia keluar dari kamar Egy, Fani terus saja menangis mengingat Ega.

Batin seorang Ibu yang tersakiti karena kepergian putrinya yang secara tiba-tiba, memang tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.

Batinnya terus saja berharap, bahwa Raizel dan Egy akan berhasil. Menemukan jawaban yang selama ini Ia benar-benar ingin tahu.

Egy dan Raizel memutuskan untuk mulai berangkat besok lusa.

Pada pagi harinya, sekitar pukul 08.00.

Di depan pintu rumah Egy, terlihat Raizel yang berpamitan untuk pulang.

"Gy ... gue pulang dulu ya" Pamit Raizel pada Egy yang mengantarnya sampai pintu.

"Iya, jangan lupa nanti sore kita kumpul di kafe biasa" Pesan Egy.

"Ok," jawab Raizel berlalu.

Mentari menyinari langkahnya untuk pulang, dalam langkahnya itu Raizel hanya berfikir.

Akankah dirinya bisa membantu Egy dan Fani menemukan kebenaran tentang Ega? Ia hanya takut akan mengecewakan semua orang yang telah berharap padanya.

Raizel juga sudah memprediksi.

Rahasianya yang sudah Ia tutup rapat dari publik sekian lama,  pasti perlahan akan terbuka dengan kasus ini.

Beberapa menit Raizel pulang dari rumah Egy, kini Ia telah sampai di depan pintu rumahnya.

Raizel membuka pintu, kemudian berjalan masuk. Niatnya Ia ingin langsung pergi ke kamarnya, tapi Ibunya—Sarah, menundanya untuk itu.

"Rai ... kamu dari mana? Kok, baru pulang?" tanya Sarah, yang sedang duduk bersama ayah Raizel, di depan meja makan.

"Bunda ... maaf, semalem aku nginep di rumah Tante Fani" jawab Raizel.

"Kok, Egy nggak ikut main ke sini?" timpal Ayahnya—David, ikut bertanya.

"Huuuuffff ...."

Raizel menghembuskan napas panjangnya, kemudian berjalan menghampiri Ayah dan Ibunya di meja makan, lalu duduk di salah satu kursi kosong yang memang sudah biasa diduduki olehnya.

"Kenapa?" tanya Ayahnya, tahu jika Raizel sedang ada masalah.

"Bun ... Yah ... Egy dan Tante Fani udah tau tentang rahasiaku," kata Raizel sembari tangannya meraih buah jeruk, di atas keranjang buah, yang sudah disediakan oleh asisten rumahnya untuk pelengkap hidangan.

"APA!" Serentak David dan Sarah terkejut mendengar pernyataan anaknya.

"Teruuss ...? Mereka gimana sama kamu?" tanya Sarah dengan khawatir.

"Iya ... mereka minta tolong, buat nyari tahu penyebab Ega meninggal" ungkap Raizel.

"Ega ...? Adik Egy yang meninggal 5 tahun lalu?" tanya David, mengingat-ingat.

"Iya, Yah" jawab Raizel sambil memakan jeruk yang selesai Ia kupas.

"Aku ngelihat, kalo Ega meninggal diusia 10 tahun bukan 7 tahun." Lanjut Raizel.

"Kamu serius nak?!!" Pekik Ayahnya kaget dan Sarah yang menyimak dengan seksama pernyataan anaknya.

Kedua orang tua Raizel  tidak bertanya, bagaimana Raizel bisa melihat Ega, karena. Sebagai orang tua, mereka sudah tahu lebih dulu kelebihan anaknya.

Jauh sebelum orang lain mengetahuinya.

"Serius, Yah" balas Raizel.

"Kalo gitu kamu harus bantuin Egy dan tante Fani ... Bunda percaya Rai pasti bisa." Lontar Sarah memberikan semangat kepada Raizel.

"Ayah agak keberatan! gimana kalo nanti Raizel kenapa-napa?" sangkal David.

"Bunda bener yah, aku harus bantuin Egy dan tante Fani." Bantah Raizel

"Tapi kal- ...]"

"Ayyaaah ...." Potong Sarah

Memberikan tatapan lembut, mengisyaratkan bahwa dirinya harus percaya pada putranya.

"Ekhem ... jadi, rencana kalian gimana?" tanya David yang hatinya mulai luluh karena istrinya

"Rencananya besok Lusa yah ...." jawab Raizel.

"Ya, udah, sekarang kamu bersihin badan dulu." Titah Sarah.

Raizel pun pergi menaiki tangga menuju kamarnya, untuk mandi dan bersiap.

Sedangkan orang tua Raizel mengamatinya hingga tidak terlihat.

"Bun ... Bunda yakin, ngizinin Rai buat pergi?" Bisik David, tanpa Raizel bisa mendengarnya.

Secara pribadi, David masih keberatan untuk mengizinkan putra sematawayangnya untuk pergi jauh dari rumah.

"Bunda yakin Ayah, lagian bunda bisa ngebayangin. Gimana kalau di posisi Fani, dia pasti sedih banget kehilangan Ega" jawab Sarah  berbisik. "Lagian, Rai udah cukup dewasa buat ngejaga dirinya sendiri" Lanjutnya.

David hanya termenung, mencoba meresapi apa yang dikatakan istrinya.

***

Di dalam rumah Egy.

Nampak Egy tengah bersiap lebih awal, untuk rencana mereka besok ke sebuah kota, yang di mana kota itu dapat mempertemukan Egy dengan Ayahnya.

Hatinya benar-benar penuh ambisi untuk mencari kebenaran tentang Ega.

"Gue harus bisa nemuin penyebab Ega meninggal demi Mamah" gumam Egy.

Dirinya saat ini, penuh dengan ambisi yang bergejolak, untuk menemukan fakta yang sudah terlupakan selama 5 tahun silam.

Tiba-tiba suara Handpone berbunyi mengagetkannya, dia pun mengecek siapa yang memberinya pesan.

______________________________________

GRUB REMAJA HITS

DIVA

(Rai ... Egy ...

Dah pada sampe belum?)

VANO

(Woy, pada kemana?

Nggak pada ngabarin ?

CACA

(EGY ... BALES PESANKU!!)

CINDY

(Nanti nongkrong lagi yuk?)

RAIZEL

(Sorry guys, gue ketiduran.

Lupa buat ngabarin)

DIVA

(Syukur, kalo kalian

baik-baik aja semalem)

VANO

(sampe jam berapa

Rai semalem?)

CACA

(RAI!!! EGY MANA?!)

                                                                            EGY

(SORY, GUE .LAGI BERES-BERES

 NANTI JAM 4 SORE KITA KETEMUAN DI KAFE BIASA)

                ______________________________________

Teman-teman mereka sibuk mengirimi pesan pada Raizel dan Egy, karena kejadian malam hari yang menyeramkan, membuat kedua remaja itu lupa untuk memberi kabar pada teman-temannya di grub.

*****

Panas matahari mulai redup.

Jam menunjukan pukul 15.45.

Tampak Raizel sudah bersiap untuk menemui teman-temannya di sebuah kafe biasa, tempat mereka berkumpul bersama.

Raizel sudah menyiapkan diri untuk apa yang akan terjadi di kafe nanti.

Saat Ia sudah berjalan dan hampir sampai di rumah Egy, terlihat Egy justru sudah menunggunya  di samping jalan rumahnya.

"Rai ...!" Teriak Egy, kemudian berlari menghampiri Raizel.

"Lo lama banget!" celetuk Egy.

"Lama apa'an, jam 4 juga belum" balas Raizel.

"Belum? Ini udah jam 4!" Egy menunjukan layar gawainya, supaya Raizel bisa melihat angka jam yang tertera pada layarnya itu.

"Iya ... Iya, ayo cepet. Cewek lo udah nungguin pasti di kafe." Sindir Raizel, mengingatkan bahwa Caca akan marah jika mereka terlalu lama untuk sampai di tempat pertemuan.

Egy dan Raizel berjalan menuju rumah Vano, setelah berjumpa dengan Vano, ketiga remaja itu langsung menuju tempat, di mana mereka berjanji saling bertemu.

"Hay ...! Sinii!" Suara teriakan gadis mungil yang lebih pendek dari Diva dan Cindy, rambutnya sepanjang punggung, dan bergelombang berwarna pirang itu adalah Caca. Memanggil 3 remaja laki-laki yang kini berjalan menghampiri mereka_ Raizel, Egy, dan Vano.

Caca berdiri, langsung dan memeluk Egy.

"Lo lama banget!" Rengeknya manja.

"Gue barusan juga ngomong kaya gitu ke Raizel" ucapnya tersenyum tipis.

Yah, disini sudah terlihat bahwa Caca dan Egy bukan sekedar teman melainkan kekasih.

Begitupun Vano dan Cindy.

"Hey ... lo diem aja gue dateng?" ucap Vano menggoda Cindy.

"Terus? Gue harus kaya Caca?" Cibir wanita berambut lurus sepanjang bahu, tersenyum kepada Vano yang tidak lain adalah Cindy.

Sedangkan Raizel dengan wanita berambut panjang berwarna hitam yaitu Diva, mereka hanya sekedar teman.

Di dalam lubuk hati Diva, Ia sangat mencintai Raizel.

Berulang kali Diva menunjukan rasa sukanya, tapi justru Raizel yang hatinya tidak peka, malah mengira Diva hanya perduli karena sesama teman.

Egy duduk bersampingan dengan Caca.

Vano duduk bersampingan dengan Cindy dan Raizel duduk berasampingan dengan Diva.

"Rai ... lo mau pesen apa?" tanya Diva perhatian.

"Kaya biasa aja" jawabnya memandang wajah manis Diva.

Diva yang sudah hafal apa kesukaan Raizel, langsung memanggil salah satu pelayan kafe.

"Mba ...!" seru Diva pada seorang pelayan, pelayan yang mendengar teriakan Diva lantas menghampiri meja mereka.

"Iya, Kak? Ada yang bisa dibantu?" kata pelayan perempuan dengan ramah.

"Tolong Milkshake Vanila ya, satu." Diva memesan untuk Raizel.

"Mba, tolong Milkshake coklat satu." tambah Cindy, memesan untuk Vano.

"Kalo saya ... rasa Taro, ya, Mba?" imbuh Caca memesan  untuk Egy.

Sedangkan Diva, Cindy, dan Caca sudah memesan lebih awal untuk diri mereka sendiri.

Sembari menunggu, pacar mereka datang.

Jantung Raizel berdegup kencang saat Ia duduk bersampingan dengan Diva, jelas sekali di dalam hatinya yang kecil, Ia juga menyukai Diva.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel