Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sera Capela Louwen

Didalam ruangan yang didominasi warna tosca terdapat seorang perempuan yang tengah duduk kursi. Perempuan itu bernama, Sera Capela Louwen. Sera, itulah nama panggilan dirinya. Sera merupakan generasi ke 5 keturunan Louwen. Perempuan itu kini berumur 24 tahun, Sama seperti Arsya.

Sera tengah berkutat dengan laptopnya didalam kamar miliknya yang sangat luas. Sera sangat cantik, rambutnya berwarna abu-abu dengan bola mata juga berwarna abu-abu terang. Kulit perempuan itu putih bersih, tingginya hanya sekitar 160 cm.

"Pokoknya posisi Louwen ngak boleh direbut sama, Giory," gumam perempuan berambut abu-abu itu.

Sera tengah bekerja keras karena posisi keluarganya hampir saja tergeser dengan keluarga Giory. Tidak! Sera tak akan membiarkan hal itu terjadi, Arsya tidak boleh merebut posisinya. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, masuk lah sesosok wanita paruh baya yang sangat cantik dengan memakai baju rumahan yang mewah.

"Eh, mama," ucap Sera, ternyata mamanya yang datang.

"Sera, lagi apa?" tanya sang mama yang bernama, Citra.

"Sekarang udah ngak ngapa-ngapain kok," jawab perempuan berambut abu-abu itu.

Sera keluar dengan karena tadi, Citra bilang kepadanya jika opanya berkunjung ke mansion ini. 2 perempuan berbeda usia itu keluar dari dalam lift dan menuju ruang keluarga. Disana sudah ada semua keluarga Sera, ada papa Sera dan Opanya. Sera duduk disebelah Opanya yang bernama Rama, perempuan berambut abu-abu itu sangat dekat sekali dengan beliau.

Sera memeluk erat pinggang Fikri yang masih saja gagah diusianya yang tak muda lagi. "Era, kangen opa," ucapnya, memang keluarganya memanggil Sera dengan sebutan Era.

"Opa juga kangen cucu opa ini." Fikri turut mempererat pelukannya, terhitung sudah 2 minggu ia tak bertemu dengan cucu nya dikarenakan ada perjalanan bisnis. Rindu? Ya.. Fikri sangat Rindu, sehari tak bertemu dengan Sera rasanya seperti bertahun-tahun.

"Opa mau kasih, Era hadiah," ucap Fikri, kini pelukan mereka sudah terlepas.

"Beneran?" tanya Sera dengan mata berbinar.

"Tentu saja. Karena cucu opa yang cantik ini udah mertahanin posisi keluarga kita, opa akan membelikan Era kelinci dari jepang yang harganya $3500 dan juga rumah untuk kelinci itu yang harganya $2500," ucap lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu.

Mulut Sera terbuka lebar, kelinci yang dimaksud Fikri adalah kelinci idamannya. Dan juga rumah kelinci yang berbentuk istana dengan harga yang fantastis. Sera mengidam-idamkan itu semua, dan sekarang Opanya memberinya itu semua. Sera sangat bahagia sekarang.

"Terima kasih, Opa," ucap Sera, senyumnya tak pernah luntur dari wajah cantik nya.

"Sama-sama, princess," ucap Fikri, hatinya sangat senang melihat sang cucu yang bahagia. Tak masalah jika harga kelinci dan rumahnya mahal, selagi bisa bikin Sera bahagia mengapa tidak?.

"Kenapa papa kasih, Sera kelinci?" tanya Rama heran, biasanya Fikri akan memberikan Sera hadiah berupa hotel, apartment atau mobil.

"Sera meminta kelinci sudah dari dulu, dan kita melarangnya," jawab Fikri, perkataannya benar. Mereka semua melarang Sera memelihara hewan karena takut hewan itu akan menularkan penyakit. Fikri memang sangat protective terhadap Sera, apalagi Sera merupakan cucu tunggalnya.

Rama dan Citra mengangguk setuju menanggapi ucapan Rama. Pasti kelinci yang Rama beli kesehatannya tak main-main. Mereka turut senang melihat Sera yang tak berhenti tersenyum.

"Era, mulai besok akan pantau perusahaan secara langusung," ucap Sera tiba-tiba.

"Beneran?" tanya Citra tak percaya, selama ini Sera bekerja dari rumah. Sera bahkan hanya beberapa kali dalam sebulan datang ke kantor untuk memantau. Sebenarnya ada alasan tertentu yang mengharuskan Sera bekerja dari rumah.

Sera mengangguk. "Era, mau lihat cara kerja Arsya. Masak ngak bisa ngalahin keluarga kita," ucap perempuan berambut abu-abu itu. Tentu saja diselingi dengan nada ejekan.

"Pokoknya kamu harus bisa ngalahin keluarga Giory. Kalau perlu, geser posisinya menjadi paling akhir," ucap Fikri.

"Pasti opa. Sera akan tetap membenci Arsya anak ingusan itu," ucap Sera, tak taukan jika ia dan Arsya seumuran?!. Suka-suka hati Sera sajalah.

Fikri mengacak rambut Sera gemas. "Hahaha, pintar sekali kamu, Opa yakin jika kamu bisa menghancurkan nama Giory." Fikri tertawa jahat.

Sera mengangguk semangat menanggapi ucapan pria yang usinya hampir setengah abad itu. Padahal dia sendiri tak tau apa maksud mereka menyuruhnya untuk bermusuhan dengan keluarga Giory. Entah mengapa Sera juga membenci sosok Arsya, setiap bertemu mereka akan saling melemparkan tatapan tajam khas mereka masing-masing.

Sera tak tau menahu tentang apa masalah yang dialami 2 keluarga itu, dia. Generasi ke 5. Pasti generasi kesatulah yang tau penyebab masalah ini dan diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan sedari kecil Rama juga diajari untuk untuk membenci Alif selaku orang tua Arsya. Sampai sekarang hubungan Alif dan Rama tak baik.

Perempuan berambut abu-abu itu ingin mencari tau awal mula permusuhan ini tanpa sepengetahuan mereka. Tak mungkin kan mereka bermusuhan tanpa alasan, mengingat dirinya dan Arsya sama-sama generasi ke 5.

"Besok mau bawa bekal?" tanya Citra.

Sera mengangguk setuju. "Boleh. Era lebih suka masakan Mama ketimbang makan di restauran," ujarnya.

"Bisa aja kamu," ujar Citra dengan senyuman.

"Besok kamu harus diantar supir," ujar Rama.

"Kenapa ngak bawa mobil sendiri sih?" tanya Sera. Hei, dirinya juga ingin merasakan naik mobil sendiri.

"Supaya lebih aman saja princess," jawab Rama lalu mengecup singkat pipi Sera. Setelahnya Rama pamit pergi meninggalkan Citra dan Fikri yang masih asik mengobrol.

Sera mengambil HP dari dalam saku dan membukanya. Seketika tangannya merasakan getaran, tentu saja itu berasal dari HP. Bukan notif chat yang dirinya dapatkan, namun notif pekerjaan yang meminta untuk segera dirinya selesaikan. Bosan sekali, namun ia sudah terbiasa dengan ini. Jika bosan menonton drama Korea lebih baik.

"Sera kekamar dulu," pamit Sera lalu berdiri.

Setelah mendapatkan anggukkan, Sera berjalan pergi. Ia masuk kedalam lift, rumahnya sangat besar sehingga butuh Lift di dalamnya. Lebih tepatnya ini bukan rumah melainkan sebuah mansion yang luas. Didalam lift Sera mendengarkan lagi, kebetulan kamarnya berada di lantai atas.

"Semoga besok lancar-lancar aja," batin Sera penuh harap.

Besok ia tak akan bersantai-santai, jika dulu ia mengerjakan berkas sembari makan cemilan. Maka mulai besok ia akan mengerjakan pekerjaannya lebih serius, mungkin saja besok ia akan berjumpa dengan rekan bisnis.

Dapat ia pastikan jika akan ada berita bahwa dirinya sudah mulai bekerja dikantor. Semoga saja tak ada wartawan di depan rumahnya, jujur saja ia sangat risih dengan itu semua. Mau mengusir pun tak bisa, jumlah mereka sangat banyak. Bahkan ada dari saluran televisi luar negeri yang turut meliput nya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel