Pustaka
Bahasa Indonesia

Mantan Suamiku Menyesal Setelah Aku Menjadi Anak Konglomerat

5.0K · Tamat
Tantri Palastri
9
Bab
23
View
9.0
Rating

Ringkasan

Pada hari aku bercerai dengan Cassius Lukita, mantan ibu mertuaku secara resmi mengumumkan kehamilan menantu barunya, yaitu anak angkat Keluarga Lukita, adik Cassius yang merupakan orang ketiga di antara aku dan Cassius. Aku tersenyum dan berkomentar, "Apakah anak ini anak putramu, atau anak putrimu?" Lalu aku memposting hasil pemeriksaan kesehatan mantan suamiku di media sosialku. Cassius, laki-laki, nekrospermia bawaan.

RomansaPerselingkuhanPerceraianPengkhianatanKeluargaPernikahan

Bab 1

Aku dan Cassius Lukita adalah teman sekelas dari SMP hingga kuliah.

Bisa dibilang kami tumbuh bersama sejak kecil dan semuanya terjadi karena takdir.

Saat kuliah, kami mulai berpacaran dan menikah setelah lulus.

Hanya saja kondisi hidupku memang tidak bagus, aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku dan dibesarkan nenek.

Setelah nenek meninggal, aku benar-benar menjadi anak yatim piatu.

Karena itulah setelah bertahun-tahun mengenal Cassius, aku sudah sangat bergantung padanya dan menganggapnya sebagai satu-satunya keluargaku.

Ketika masih sekolah, Cassius selalu menjagaku.

Cassius memperlakukanku dengan lebih baik lagi saat kami mulai pacaran.

Dia selalu peduli semua hal tentangku, terutama ketika orang lain menertawakanku miskin dan tidak bisa berdandan, dia tetap berada di sisiku serta mengatakan dirinya justru menyukai kesederhanaanku.

Aku sangat polos waktu itu dan berpikir ucapan manis tanpa tindakan nyata itu disebut cinta.

Saat melamarku, dia bahkan berjanji akan memberiku keluarga utuh yang hangat dan aku pun langsung ingin segera menikah dengannya.

Namun kerabat dan teman-temannya, bahkan ibunya memandang rendah diriku, di belakangku bilang aku tidak pantas untuk Cassius. Mereka juga mengatakan jika aku punya penyakit dan tidak bisa punya anak, bukankah Keluarga Lukita akan terputus keturunannya?

Ibu mertua percaya pada omongan itu dan bersikeras agar aku dan Cassius pergi melakukan pemeriksaan kesehatan.

Cassius memintaku bersabar, tidak membuatnya serba salah karena bagaimanapun juga itu ibunya.

Kami pergi melakukan pemeriksaan dan hasilnya menunjukkan kalau aku baik-baik saja, sedangkan Cassius punya kelainan nekrospermia bawaan.

Aku sangat sedih ketika memikirkan aku mungkin tidak akan pernah bisa menjadi seorang ibu.

Namun aku lebih mencintai Cassius dan tahu penyakit seperti ini bisa menghancurkan harga diri seorang pria, jadi aku memutuskan untuk merahasiakannya.

Aku merasa selama kami saling mencintai, meskipun tidak punya anak juga bukan masalah besar. Paling-paling kami bisa mengadopsi anak nantinya.

Tetapi niat baikku justru menjadi senjata bagi ibu mertua untuk menyerangku.

Ibu mertua memang tidak suka dengan latar belakang keluargaku, jadi dia ingin aku segera punya anak agar Keluarga Lukita punya penerus.

Dia bahkan memaksaku berhenti kerja agar fokus mempersiapkan kehamilan di rumah.

Aku tidak setuju, tapi Cassius juga merasa apa yang dikatakan ibunya tidak salah dan berulang kali berjanji akan menjagaku dengan baik. Dia akan bekerja mencari uang dan menyuruhku menikmati hidup di rumah sebagai ibu rumah tangga.

Di bawah tekanan ibu mertua dan Cassius, akhirnya aku berhenti bekerja.

Hanya saja setelah benar-benar berhenti bekerja baru kusadari kalau tidak semua orang bisa menjadi ibu rumah tangga, terlebih lagi ibu rumah tangga yang membuat banyak wanita kehilangan status dan suara di keluarga.

Wanita bekerja bisa setiap hari belanja, perawatan kecantikan dan membeli pakaian sedangkan ibu rumah tangga penuh pekerjaan rumah yang tiada habisnya serta perlakuan tidak adil.

Aku jelas termasuk yang terakhir.

Setiap hari aku bangun jam lima pagi, menyiapkan sarapan untuk mertua juga suami. Saat mereka makan, aku mencuci baju, setelah mereka selesai makan aku harus merapikan meja, mencuci piring dan mengepel lantai.

Akhirnya semua selesai saat siang, tapi harus kembali menyiapkan makan siang ibu mertua. Sore harinya, ibu mertua melemparkan celana dalamnya yang sudah dipakai beberapa hari padaku.

"Cepat cuci, jika tidak aku tidak punya celana dalam untuk dipakai malam ini."

Entah ini kejadian yang berapa kalinya.

Aku tidak tahan lagi dan mengingatkan dengan sopan, "Ibu, pakaian dalam seperti ini seharusnya dicuci sendiri agar lebih higienis."

Ibu mertua sengaja membelokkan maksudku, "Jadi kamu merasa aku kotor?"

"Bukan ...." Aku baru saja mau menjelaskan.

Namun ibu mertua sama sekali tidak memberiku kesempatan, "Aku saja tidak mengeluhkan latar belakang keluargamu yang buruk, kamu malah mengeluhkan aku sekarang?"

Aku merasa tidak berdaya, tidak ingin berdebat dengannya lagi, jadi berbalik dan masuk ke kamar.

Tetapi ibu mertua malah berdiri di depan pintu kamar dan mulai memaki.

"Apa maksudmu? Apakah kamu sudah merasa hebat sekarang? Mulai berwajah masam?"

"Dosa apa yang aku lakukan sampai anakku harus menikahi wanita tidak tahu diri sepertimu?"

"Kamu tidak bisa menghasilkan uang, juga tidak bisa punya anak, apa gunanya kamu?"

Kata-kata ibu mertua semakin kasar dan aku tidak tahan lagi, "Waktu itu kalian yang memaksaku berhenti kerja, jadi jangan bilang aku tidak bisa menghasilkan uang sekarang. Lagi pula aku setiap hari melakukan pekerjaan rumah dan masak, jika kamu masih merasa aku tidak berguna, cari saja pembantu!"

Setelah mengatakan itu, aku langsung menutup pintu kamar dan mulai menangis.

Ibu mertua malah langsung menelepon Cassius dan mengadu sambil menangis.

Cassius langsung meninggalkan pekerjaan dan pulang ke rumah dan langsung memarahiku begitu masuk tanpa mendengar penjelasanku.

"Rosie Kuanna, kenapa kamu bisa memarahi ibu? Minta maaf pada ibu!"

Setiap kali ibu mertua membuat masalah, Cassius selalu menyalahkanku tanpa bertanya dulu.

Aku tidak tahan lagi dan berkata sambil menangis, "Aku tidak bersalah, kenapa harus minta maaf? Dia yang memarahiku, bukan aku yang memarahinya!"

Ibu mertua terus memutarbalikkan fakta, "Lihat istri galakmu ini, apakah aku berani memarahinya? Dia belum lama menikah, tapi sudah mulai berulah!"

Cassius mengernyit dan mendorong ibu mertua keluar, "Cukup, Ibu keluar dulu."

Dia duduk di samping dan memelukku, "Rosie, ibu sudah tua, kesehatannya juga tidak baik, anggap saja ini demi aku, jangan buat aku serba salah, pergi minta maaf dengan ibu."

Cassius selalu tahu bagaimana membujukku dan memakai cara lembut menyuruhku minta maaf.

Namun setiap kali aku mengalah, ibu mertua semakin menindasku!