Sleeping Beauty
Bulan tampak lebih bersinar dibanding biasanya. Suhu terasa lebih bersahabat, bahkan hingga membuat beberapa tumbuhan di luar sana perlahan menghijau.
Terdengar suara gemerisik api unggun dari dalam ruangan, menghangatkan seisi kamar yang hanya dihiasi ranjang dan beberapa furniture mewah.
Diatas ranjang, terdapat seorang pria yang tengah duduk di sisinya. Tatapannya terlihat hangat, dengan tangan yang tidak pernah berhenti mengelusi surai pirang keemasan gadis mungil yang terbaring lemah diatasnya.
Entah sudah berapa lama pria itu menunggui sang gadis, tetapi seakan tuli, dia tetap melakukannya. Walau sekalipun tahu racun yang menyebar didalam tubuh gadis itu sudah tidak tertolong.
Ya, malam ini sudah lewat dari bertahun tahun sejak gadis mungil itu ditemukan. Dan sejak saat itu pula Alpha terkuat itu menemaninya.
Tatapan tajamnya terlihat melembut, tepat saat bertatapan dengan sang gadis, menunjukkan seberapa besar rasa cintanya untuk pujaan hati yang telah ditunggunya sejak lama.
Belahan jiwanya.
Namun sayang, sang gadis yang dicintainya kini tak lekas bangun dari tidur panjangnya, seakan menunggu seorang pangeran untuk membangunkannya dari tidur panjangnya.
Jemari pria itu menyentuh lembut pipi chubby sang gadis, berharap mendapatkan sebuah reaksi kecil untuk setidaknya meyakinkannya jika yang dilakukannya saat ini tidaklah sia sia.
"Maaf.. Maafkan aku.."
Suara pria itu terdengar lirih, tertahan di tenggorokan. Mungkin karena dia memang belum menelan apapun sedari pagi.
Dia meletakkan kepalanya di ceruk leher sang gadis, menghirup dalam aroma vanilla segar itu, membuat tubuhnya perlahan rileks, melupakan rasa gundahnya beberapa minggu ini.
"Kumohon bangun.. Sampai kapan kau akan menghukumku sayang..?"
Sang gadis tidak menjawab, hanya deru nafas lemahnya saja yang terdengar beserta kabut salju yang keluar dari bibirnya.
Pria itu tampak mulai berputus asa, menatap dalam kearah sang gadis yang masih pulas tertidur dalam tidur abadinya.
Rupa sang gadis begitu rupawan, bahkan hanya dengan tertidur seseorang dapat mengetahui dengan jelas seberapa cantiknya sosok anggun dihadapannya ini.
"Apakah mimpimu terlalu indah sehingga kau tidak ingin menemuiku sayang?"
Lagi dan lagi, pria itu kembali berdialog, walau dia tahu, tidak, sangat tahu bahwa gadis mungil dihadapannya ini tidak mungkin menjawab.
Yang diinginkannya hanyalah secercah harapan. Atau gerakan sederhana yang dilakukan sang gadis. Hanya untuk meyakinkan jika keajaiban itu benar adanya.
Raut pria itu berubah sendu. Dia memberikan beberapa kecupan di wajah sang gadis, sebelum terhenti di satu tempat.
Tempat favorit yang akan selalu menjadi candu baginya.
Jemarinya sedikit mengusap lembut bibir mungil kemerahan itu, tatapannya menggelap, menahan nafsu yang seketika naik ketika menyentuhnya.
Ada sedikit euforia perasaan hangat bercampur nyaman ketika menyentuhnya.
Dan sialnya, aroma vanilla itu kian menguar dari bibir mungil itu, seakan menggodanya untuk segera melumat habis bibir yang membuatnya selalu merasa frustasi.
Dia menginginkannya. Namun melakukannya disaat gadis mungilnya tidak sadar pasti membuatnya kecewa.
Senyuman tipis terukir di wajah tampannya yang pucat, dia mengecup kening sang gadis cukup lama, menyalurkan rasa rindu yang menghantuinya bertahun tahun lamanya.
"Maaf.."
"Tetapi aku memilih menyerah.."
???
Suasana packhouse selalu tampak suram, dengan karangan bunga mawar merah yang diberikan seluruh penghuni pack di depan kamar sang gadis, berharap untaian indah itu dapat membangunkan gadis mungil itu dari tidur panjangnya.
Tidak ada lagi pesta ataupun perayaan, yang tersisa hanyalah pemandangan kondisi pack yang semakin melemah dengan banyaknya serangan rogue yang terjadi setiap malam.
Alpha mereka tidak ingin keluar dari kamar sang gadis sedikitpun, dia hanya terus menunggu secercah keajaiban, tanpa tahu kondisi packnya yang kian hancur.
Entah ketika menghadapi para rogue, atau dengan tekanan klan vampire yang selalu memantau invasi wilayah.
Seringkali terlihat beberapa warrior ataupun gamma yang gugur di perbatasan. Bahkan menjadi pemandangan yang biasa jika rangkaian bunga mawar terlihat layu di sisi perbatasan.
Mayat yang sudah terlalu banyak kini tidak tertampung. Mereka tidak memiliki waktu untuk itu, yang mereka lakukan kini semata mata hanya untuk bertahan dari setiap serangan luar.
Kematian akibat wabah juga menyerang setiap penjuru kota. Para tetua yang mengambil alih pekerjaan sang Alpha kini beralih mengobati para warga di setiap sisi kota. Tanpa sadar akan keberadaan musuh yang selalu mengintai. Perhatian mereka hanya tercurah kepada sihir untuk memberantas wabah yang kian melebar.
Pack itu kini hanya menyisakan duka mendalam.
Setiap hari seluruh penghuni pack berduka, melihat kehancuran Alpha dan Lunanya yang kian memburuk dari waktu ke waktu.
Alpha terkuat itu kini hidup dalam keputus asaan, menyerah pada takdir yang memutuskan segalanya.
Hanya pemandangan para tetua pack yang berlalu lalang di dalam kamar, membantu ataupun memeriksa keadaan sang gadis yang kian melemah.
Namun tubuh sang gadis ternyata sangat rapuh, membuatnya tidak bisa menahan berbagai macam tekanan dari ramuan obat obatan yang dimasukkan paksa kedalam tubuhnya.
Hingga akhirnya pack yang telah dibangun itu perlahan runtuh, karena seorang Alpha yang setia menunggu belahan jiwanya terbangun.
