Pustaka
Bahasa Indonesia

MY COOL BOY

42.0K · Tamat
Hei Rare
40
Bab
2.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Tiffany tidak pernah membayangkan dirinya akan menjalin hubungan dengan David, sahabat kakaknya yang terkenal dingin karena sebuah kesalahan saat bermain truth or dare. Awalnya ia tidak mencintai David, begitupula sebaliknya. Namun apakah hubungan mereka akan tetap berlanjut?

RomansaTeenfictionCinta Pada Pandangan PertamaKampusKeluargaSweetBaperWanita CantikSalah Paham

Chapter 1 : Jujur atau Berani?

Tiffany Bhaskara, perempuan yang terkenal ceria, murah senyum dan sedikit telmi (telat mikir) saat ini sedang sibuk-sibuknya belajar untuk persiapan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional, karena ia sudah berada di tingkat 3 Sekolah Menengah Pertama.

Ia ingin melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Atas Negri unggulan yang ada di Kotanya, oleh karena itu setiap pulang sekolah ia harus pergi untuk belajar tambahan di tempat les nya.

Anak bungsu dari dua bersaudara ini memiliki seorang Kakak laki-laki yang usianya berjarak 3 tahun. Namanya Evan Bhaskara, laki-laki itu kini berada di tingkat 3 Sekolah Menengah Awal yang berada satu yayasan dengan Sekolah Menengah Pertama tempat Tiffany bersekolah.

Karena memiliki seorang kakak laki-laki yang berada di ruang lingkup yang sama dengannya, Tiffany banyak mengenal kakak-kakak kelas dari Sekolah Menengah Atas tempat Evan bersekolah. Tentu saja salah satu dari banyak teman Evan ada yang menarik perhatiannya.

Namanya Fahry, setiap mengingat namanya, Tiffany seperti terhipnotis, ia akan menarik kedua ujung bibirnya sambil membayangkan wajah Fahry yang tampan, dan sikapnya yang lembut.

Seperti saat ini, ia sedang membayangkan Fahry duduk di depannya sambil melemparkan senyuman manis dengan lesung pipi di sebelah kanan milik laki-laki itu.

"Tiff.." Seorang perempuan memanggil namanya sambil menusuk pipi kanannya.

Ia menoleh sambil menghilangkan senyumannya, "apa?"

"Kamu gak capek ya senyum terus? Gak keram pipinya?" Perempuan itu menggodanya, kemudian berbisik, "aku ramal, kamu lagi mikirin Kak Fahry," tebak perempuan itu sambil menaik turunkan alisnya.

Tentunya tebakan itu sangat tepat! Semua temannya pasti tahu bahwa ia menyukai Fahry, termasuk Kak Evan.

Apa begitu terlihat kalau ia sangat menyukai Fahry? Tapi kenapa Fahry sampai sekarang pun masih diam saja? Tidak ada perkembangan hubungan mereka selain adik dan kakak kelas.

“Chery, no halu no life, okay?” ucap Tiffany sambil memamerkan deretan giginya.

Perempuan yang dipanggil Chery itu mendengus sebal. Ia melihat wajah semua teman yang berada di dalam ruangan kelas itu, terlihat jelas bahwa mereka bosan.

Munculah ide jahil yang dapat ia pastikan dapat meramaikan suasana kelas sebelum guru datang.

“Guys! Let’s play Truth or Dare!” serunya sambil berdiri semangat. Semua saling melirik satu sama lain, kemudian mengiyakan ajakan Chery.

“Tiff, kamu ikutan juga ya!” Chery menepuk bahu Tiffany yang langsung dijawab gelengan kepala olehnya.

“Ah, why?” Chery merajuk sambil menggoyangkan lengan Tiffany, “ayolah Tiff,” Ia memasang wajah memelas.

“Iya, iya.” Dengan terpaksa Tiffany mengiyakan permintaan Chery. Semua temannya berkumpul mengitari meja Tiffany dan Chery.

“Pulpen ini aku puter nanti kepala pulpennya mengarah ke siapa, dia yang kalah ya, oke?” Semua mengangguk setuju dan sangat antusias.

“Biar gue yang puter!” Adit, yang paling antusias dan paling cocok jahilnya bersama Chery itu mengajukan diri untuk memutar pulpen yang berada di atas meja Tiffany.

Laki-laki itu menggigit bibir bawahnya dan kemudian memutar pulpen itu sekencang mungkin, sehingga putarannya begitu cepat. Sampai akhirnya ketika putaran pulpen itu melambat dan berhenti mengarah ke Tiffany.

Tiffany meletakkan kacamata yang ia pakai di atas meja, menghela nafas, memijat hidungnya. “Tru-“

Semua temannya segera berunding tidak memperdulikan dirinya yang memilih untuk jujur.

Ia memijat dahinya, “Perasaan aku milih jujur deh, kalian gak perlu berundingan kayak begitu, tanyain apa aja pasti aku jujur. Lagian kayaknya aku udah gak punya rahasia sama kalian, hiks,” ucapnya sambil pura-pura mengusap air mata yang jatuh di pipi.

“Dare ya Fan.” Adit berkata sambil tersenyum lebar, tapi senyuman itu membuat Tiffany bergidik ngeri.

Yasudahlah, risiko mempunyai teman-teman yang jahil seperti mereka, paling suruh joget depan kelas lalu divideo. Ia kemudian mengangkat kedua bahunya, pasrah.

“Nyatain cinta ke Kak Fahry,” bisik Chery di telinganya.

“APA???” Semua pasang mata mengangguk senang.

“Kalian mau bunuh aku ya?” Tiffany memelankan suara sambil menunjuk dirinya.

“Enggak mau!” tegasnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Ah ayolah Tiff, just a game. Are you scared?” tanya Chery yang membuatnya diam.

Memang betul hanya permainan, dan ia tidak takut. Tapi, kalau menyatakan cintanya ke Fahry sih beda cerita! “Ke yang lain aja ya?” tawar Tiffany sambil menatap teman-temannya bergantian.

“Nope! Let’s go. Kita bakalan nganter dan nungguin lo kok.” Adit menarik lengan Tiffany diikuti oleh yang lainnya dibelakang.

Jantung Tiffany berdegup kencang, mereka semua menggiringnya ke kelas sebelah, kelas khusus tingkat akhir Sekolah Menengah Atas. Disana juga tempat kakaknya les, itu artinya kakaknya akan mendengar dia menyatakan cinta kepada Fahry.

Sial, aku panas dingin, mual, rasanya kayak mau lompat dari atas gedung. Kak Fahry cinta pertamaku, aku gak pernah nyatain cinta ke siapapun, bahkan ke Kak Evan pun aku gak pernah, bagaimana ini ya Tuhan?

“Gimana kalo ditolak?” tanyanya pada Chery ketika mereka sudah sampai di depan pintu kelas itu.

Chery memegang kedua bahu Tiffany, mencoba menenangkannya yang justru membuatnya semakin cemas. “Gak apa, kan Cuma permainan. Kalo ditolak ya bilang cuma tantangan, kalo diterima ya kalian jadian, hehe.”

“Paling lo cuma harus masang muka tembok, disanakan rame, tapi semuanya kakak kelas, jadi ya santai aja orang gak ketemu lagi,” ujar Adit.

Kata siapa mereka tidak akan bertemu lagi setelah ini? Walaupun mereka beda sekolah tapi mereka kan satu tempat les, walaupun beda kelas tapi kan mereka masuk dan keluar melalui pintu yang sama.

Tiffany menghela nafasnya berat, “kalian jahat banget sama aku.” Ia mengembungkan pipinya, kebiasaannya ketika sedang cemas.

“Fany, di dalam gak begitu rame kok, orangnya sedikit, mungkin karena hari ini ada pertandingan basket di SMA kali ya?” kata Chika tiba-tiba.

Pertandingan basket di SMA? Berarti Kak Evan tidak ada di dalam. Tapi Karena Kak Fahry bukan anak basket, melainkan anak futsal, ia pasti ada di dalam.

“Tapi Kak Fahry ada?” tanya Tiffany takut.

“Ada dong, tadi aku lihat dia lagi nulis duduk deket pintu,” jawab Chika sambil tersenyum menggoda.

Tiffany menarik nafasnya perlahan, lalu menghembuskannya lagi. Begitu sampai berkali-kali. Adit yang mulai gemas dan tak sabaran langsung membukakan pintu kelas itu dan mendorong Tiffany masuk.

“Eh?” Tiffany yang terkejut langsung diam mematung. Semua mata menoleh ke arahnya, menatapnya bingung, untung saja kelas ini memiliki dua pintu, dan ia masuk melalui pintu belakang.

Chika benar, kelas tidak begitu ramai, dan Evan juga tidak berada di sana. Dengan canggung ia berjalan mendekat ke arah seorang laki-laki yang tengah menunduk sambil menulis di bangkunya.

Dia menghela nafas pelan, menatap kearah jendela yang dipenuhi oleh teman-temannya yang sedang mengintip. Ia menggigit bibir bawahnya, dengan tangan yang gemetar dan perut yang tiba-tiba seperti muncul kupu-kupu beterbangan, ia memberanikan diri menjalankan tantangan dari teman-teman sekelasnya yang jahil.

Lebih baik besok ia tidak datang ke tempat les, ia akan beralasan tidak enak badan ke orang tuanya agar diijinkan tidak mengikuti les.

“Permisi kak,” ucap Tiffany memulai.

Perempuan itu menatap sepatu miliknya yang tidak bisa diam, ia sangat gugup.

Laki-laki itu menghentikan gerakan menulisnya, meletakkan pensil di atas buku miliknya.

“Kak, aku cinta sama kakak. Kakak mau gak jadi pacarku?”

Tiffany segera melemparkan pandangannya ke arah jendela, tapi tidak ada lagi teman-temannya di sana. Ah sial, semua terkejut mendengar pernyataan Tiffany, walaupun ia berbicara pelan seperti berbisik, tapi tetap saja semua dapat mendengarnya.

“Truth or dare kak.” Tiffany meringis lalu membungkukkan tubuhnya ke arah kakak-kakak kelas yang melihatnya, mereka semua menahan tawa. Aduh, rasanya aneh sekali, mau taruh dimana wajahnya? Memalukan.

Dengan pelan ia melangkah keluar menuju pintu, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara yang rasanya seperti matamu akan meloncat keluar.

“Iya, aku mau jadi pacar kamu.”

Tunggu, ini bukan suara Fahry yang ia kenal.