Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Bos yang Menyebalkan

Bab 2 Bos yang Menyebalkan

“Jangan lupa bawa balsem itu keluar, hidungku tak biasa mencium bau aneh seperti ini !” sergah Ben

Kalimat yang membuat Ruby sedikit tergelitik. Lagi pula ia tak meminta Ben untuk mengobati kakinya, apalagi memijat kakinya dengan balsem yang di bawanya sendiri.

‘Baiklah, turuti saja By apa katanya. Lagi pula apa kamu betah seharian berada diruangan yang membuatmu tak nyaman ini?’ bisiknya sendirian. Ia pun keluar dari ruang kerja Ben, dan kembali pada meja kerjanya. Sekilas ia mengingat kembali kebaikan Ben beberapa saat yang lalu.

“Bisa-bisanya dia berbuat seperti itu, setan apa yang sudah merasukinya. Cuek, kaku, jarang tersenyum. Tapi cukup baiklah untuk hari ini." Diperhatikanya lagi sepatu berwarna maroon pemberian Ben. Sepatu yang indah untuk orang spesial, namun harus tergeletak sia-sia dalam waktu yang cukup lama. Tapi, sekarang ia telah memilikinya. Ruby, terus saja ia tersenyum memandang sepatu barunya itu.

Berjalan dengan sedikit terpincang-pincang, Ruby mencoba menyiapkan beberapa berkas untuk acara meetingnya siang ini. Dari jauh Jack terus saja mengamati, serta mengarahkan lensa kamera pada sosok cantik itu dan sesekali mencoba mencuri beberapa gambar wajah ayunya. Ruby sadar jika Jack mencoba menggodanya. Dalam waktu singkat ia sudah hafal dengan tabiat fotografer profesional itu. Bukan Jack namanya jika tak memiliki sifat jahil padanya.

“Matiin flash nya!!” gertak Ruby padanya

“Bukan Ruby namanya kalau tidak tahu fotonya sedang dicuri?” tanyanya, menyeringai

“Kalau mau jadi maling, jadi yang profesional sekalian?” Jack hanya tersenyum mendengar cibiran Ruby padanya

“Kakimu belum sembuh?”

“Hmm... Lumayan sih!”

“Lumayan masih sakit kan, maksudnya?” Jack masih terus mencoba menggoda Ruby, yang kemudian ikut terkekeh mendengar gurauanya

Belum lama ia mengenal Jack namun sudah sangat bisa ia merasakan jika ia merasa nyaman ketika berbincang dengan rekan sejawatnya itu. Walaupun Jack terkesan sedikit misterius lantas tak membuat Ruby semakin mengacuhkanya. Ia hanya tidak suka dengan sikap jahil Jack, tapi selebihnya Jack adalah salah satu rekan yang bisa diandalkanya di The Azurape. Selesai meeting Ben mengajak Ruby untuk menemui klienya disalah satu perusahaan media. Sudah menjadi kewajibanya jika ia juga harus ikut pada setiap pertemuan Ben dengan para relasi kerjanya.

“Pak Hendro, kita berhenti di tempat biasa ya?”

“Baik Tuan," jawab sang sopir, Pak Hendro namanya. Hanya berselang 15 menit mobil warna hitam itu pun telah sampai di plataran parkir sebuah rumah makan masakan padang favorit Ben.

“Kita makan disini." Ben pun turun, di ikuti juga dengan Ruby yang berjalan beriringan denganya. Bos The Azurape ini tak pernah pilih-pilih tempat, dimana ia harus makan dan makanan apa yang bisa dinikmatinya. Pada dasarnya lidah Indonesianya lebih kuat dari pada wajah bule yang dimilikinya. Tidak sulit pula memilihkan jenis makanan apa yang disukai Ben, all Indonesian food adalah makanan favoritnya.

“Kamu diet?” lirik Ben pada Ruby, yang tak memesan apapun untuk dirinya

“Saya tidak suka masakan padang Pak Ben !” jawabnya polos

“Haduh, kok kamu tidak ngomong, sih?” keluh Ben padanya, lantas ia mengeluarkan ponselnya dan menulis sebuah pesan yang entah ia tujukan pada siapa

“Lagi pula kalau tidak bisa makan ya tidak perlu dipaksakan,” tambah Ben lagi

‘Andai saja anda tahu bos, perutku ini sangat lapar tapi lidahk u tak bersahabat dengan makanan favoritmu ini !’ bisik Ruby dalam hati. Ia hanya bisa menahan laparnya, sambil terus memegangi perut. Memandangi Ben yang begitu lahap menikmati makanan khas Sumatera Barat itu.Semakin ia menyaksikan Ben menikmati makan siangnya semakin lapar pula perut yang dipegangnya sejak tadi. Ruby pun sangat heran, bos sekaya raya Ben begitu sangat sukanya pada masakan padang, hingga membuatnya seperti orang kesurupan tatkala menikmatinya. Usai Ben menyelesaikan makan siangnya, keduanya pun kembali ke mobil. Sudah sejak tadi Ruby bergeming supaya jalanan tidak mancet agar ia segera sampai dikantornya. Ingin sekali rasanya ia segera mengisi perutnya dengan menghabiskan semangkuk bakso,tahu gejrot, salad buah, jus alpukat, bahkan semua menu yang ada di kantin kantor sudah sedari tadi melayang di otaknya.

“Ini non!” Pak Hendro memberikan sebuah bungkusan pada Ruby sebelum ia harus kembali fokus mengemudi kendaraanya.

“Udah ambil aja, bukanya udah laper dari tadi?” ketus Ben lagi. Pria yang tak pernah bisa bersikap santai pada siapa pun, kali ini mencoba memberikan perhatianya.

“Terima kasih ya Pak Hendro!!”

“Sudah cepat dimakan, nanti malah keburu tidak enak dan terbuang. Lagi pula itu belinya pakai uang, kasihan kan Pak Hendro sudah susah-susah nyariin makanan buat kamu !”

‘Ih... bawel banget sih!’ bisik Ruby. Ia pun membuka sebungkus makanan dalam wadah sterofoam itu.Sekotak salad buah yang sejak tadi cukup membayanginya. Sepanjang perjalananya kembali ke kantor,ia nikmati dengan menghabiskan menu pemberian dari Pak Hendro. Setidaknya seporsi salad buah cukup mengganjal perutnya yang sejak tadi pagi hanya dipenuhi dengan kopi dan air mineral.

“Oh iya By, minggu depan tolong handle semua jadwalku, karena aku harus keluar kota untuk beberapa urusan !” titah Ben padanya

“Tapi kan minggu depan acara...?”

“Ini perintah By. Lakukan saja sesuai yang kuperintahkan !!”

“Hufft. Mungkin ini yang dimaksud Jack. Tidak ada sekretarisnya yang bisa bertahan lebih dari 1 bulan. Ya, jelaslah siapa juga yang bisa betah dengan monster seperti ini!” gumamnya lirih

“Bicara apa kamu?”

“Hmm tidak ada kok Pak. Sa...saladnya tadi enak !!” Ruby mengelus dadanya, bersyukur kali ini Ben tak mendengar apa yang ia katakan barusan

**

Seperti apa yang diminta Ben padanya, Ruby pun menghandle semua pekerjaan Ben. Membatalkan semua schedule yang berkaitan dengan meeting yang sudah terjadwal dengan beberapa klien dan relasinya. Sangat berat memang tapi semua memintanya untuk segera diselesaikan. Karena Ben tak akan membiarkanya bernafas lega hingga ia sampai benar-benar tahu bahwa pekerjaanya benar-benar beres. Selain itu ia pun tetap ikut membantu rekan-rekanya yang mengalami kendala dalam beberapa hal mengenai pekerjaanya. Sosok idealis, namun membanggakan. Idenya kerap kali selalu bisa memberikan solusi untuk beberapa rekanya. Dan persiapan ulang tahun perusahaanya pun semakin dekat, ia tetap ikut ambil bagian untuk menyusun konsep acara party di perusahaannya.

Untung ada Jack dan Monic yang sedikit banyak bisa membantunya memberikan ide tentang tema acara yang akan dipilih. Ben benar-benar membuatnya kalang kabut,ada atau tidaknya dia dikantor rasanya sama saja. Mungkin kehadiranya di bumi ini sudah tertulis dalam takdir jika ia akan menyulitkan orang-orang yang ada disekelilingnya.

“Kenapa tidak pesta topeng aja, By?” usul Jack

“Pesta topeng?”

“Tahun lalu konsep acaranya sih outdoor tapi kita tidak ada tema khusus. Ya mungkin tahun ini kita bisa buat lebih seru lagi dengan pesta topeng!” tambah Jack lagi

“Bener By. Aku sih setuju dengna usulnya Jack!” seru Monic

“Yakin kalian mau pesta topeng?” Ruby sedikit ragu

Tapi tak ada pilihan lain, idenya buntu tak mampu lagi ia memikirkan konsep yang harus segera terealisasi. Terlebih Ben mengatakan bahwa ia akan lebih lama berada di luar kota, itu pasti akan semakin membuatnya sibuk menghandle semua pekerjaan bos besarnya. Hanya tersisa 2 minggu dari tanggal tepat The Azurape berdiri, Ruby pun hanya bisa mengiyakan usul dari Jack. Tak ada waktu lagi untuk memikirkan akan seperti apa jadinya jika acara ini tak terlaksana seperti bayangan kedua sahabatnya.

Jam kantor pun usai, rasanya ingin segera pulang dan menghamburkan tubuh pada sebuah bathup yang berisikan air hangat dengan sentuhan aroma sabun yang menyegarkan. Tapi lupakan saja, belum sepat ia menyentuh kamar mandi, ponsel hitamnya sudah memanggilnya kembali. Sebuah bunyi pesan masuk pada salah satu aplikasinya.

“ By... Tolong isikan pulsa ku, cepet ya dan satu lagi tolong selesaikan laporanku yang harus segera dikirim ke klien. Aku tunggu sekarang thanks.”

“ Siap !” balasnya bohong. Kata-kata itu tak lantas disertai keikhlasan dari hati Ruby.

“Ya Allah, harus ku apakan orang ini? ngisi pulsa aja gak bisa malah minta laporan.” Ruby terus memaki bosnya, rasa lelahnya yang belum usai sudah harus kembali bertambah dengan tugas yang datang tiba-tiba. Ekspektasi ingin segera berendam di air hangat pun musnah sudah. Yang jelas saat ini ia masih berendam dan tenggelam dengan segala pekerjaan Ben yang harus segera diselesaikanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel