Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Jebakan

“Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.”

Suara-suara desahan berat dan racauan menjijikkan itu membuat Audriana serasa ingin muntah.

Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah.

Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus bagaikan pengemis yang menemui makanan terlezat.

Lelaki itu masih terus menghujam tubuhnya dengan kasar dan tanpa ampun, tak peduli jika Audriana telah gemetar karena kelelahan. Tubuhnya kini menggigil. Sakit, nyeri, letih, semua berpadu dan semakin membuatnya lemah.

Sudah sejak satu jam yang lalu ia telah berhenti berteriak, karena tenaganya telah habis terkuras melayani nafsu lelaki bejat yang menikmati tubuhnya tanpa persetujuan Audriana.

Erangan parau penuh kenikmatan berkumandang panjang di udara, berbarengan dengan mengalirnya cairan kental dan hangat yang telah berkali-kali tumpah dengan deras di dalam rahimnya.

Audriana menutup matanya. Ia ingin sekali nyawanya diambil saat ini, jika saja boleh meminta.

Toh, tak ada alasan lagi untuknya hidup di dunia.

Tidak setelah kegadisan yang dijaganya selama 24 tahun itu telah direnggut secara paksa oleh Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment, sebuah production house sekaligus agensi artis yang sedang berada di puncak kejayaan di Negara ini.

Cairan bening tanpa warna itu pun luruh dari pipi Audriana, saat mengingat kembali bagaimana ia bisa terjebak dalam perangkap CEO laknat ini.

Hari ini seharusnya adalah hari dimana ia menjalani interview sebagai sekretaris eksekutif untuk CEO, jabatan yang ia peroleh berkat informasi dari Bagas, kekasih Audriana. Bagas-lah yang memaksanya untuk menerima tawaran dari Quinn Entertainment.

**Flashback dua hari sebelumnya**

“Ini kesempatan langka, Dri. Kamu hanya perlu interview secara langsung dengan Jaxton Quinn, dan dia yang akan menentukan kamu diterima apa enggak,” cetus Bagas waktu itu dengan penuh semangat.

Mereka sedang berada di sebuah café tak jauh dari kantor Quinn Entertainment, dimana Bagas bekerja sebagai salah satu staf keuangan di sana.

“Padahal biasanya pelamar untuk jabatan apa pun harus melewati seleksi ketat dari Divisi Human Capital dulu lho, baru bisa di interview secara pribadi dengan Mr. Quinn!” Tambahnya lagi.

Audriana menyeruput moccachino fiesta-nya dengan perlahan sambil mengerutkan keningnya. “Tapi kok bisa begitu sih? Masa aku bisa langsung interview dengan pemimpin tertinggi di sana, padahal yang lainnya enggak?” tanyanya bingung.

Ya, secara logika memang tidak masuk akal. Dan rasanya juga terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

Bagas tertawa kecil sembari mencubit pipi putih kekasihnya dengan gemas. “Itu karena aku adalah orang kepercayaan Mr. Quinn, Cinta! Beliau sangat yakin dengan penilain pacarmu yang kompeten dan juga tampan ini,” sergah Bagas dengan wajah pongah.

Audriana terkikik geli melihat Bagas dengan wajah sombongnya yang malah terlihat lucu. Bagas yang ditertawakan justru memanyunkan bibirnya dan membuat Audriana semakin tergelak.

Mereka telah menjalin hubungan asmara selama setahun, dan hampir setiap hari Bagas selalu berusaha menyempatkan diri menemui Audriana meskipun hanya sebentar.

Perkenalan mereka dimulai dari sebuah mal, dimana Audriana yang sedang makan di salah satu resto cepat saji bersama sahabatnya, Kania.

Saat itu Bagas yang tadinya hanya mau memesan menu takeaway pun mengurungkan niatnya untuk langsung pulang setelah pesanannya tiba.

Lelaki itu terpesona pada seorang gadis cantik berambut hitam sepinggang yang membuatnya terpesona.

Dengan mengumpulkan keberanian, Bagas pun mendekati gadis itu untuk mengajaknya berkenalan.

Dari situ hubungan mereka berlanjut, hingga tanpa terasa hari-hari Audriana kini terasa manis, karena telah terisi oleh seorang lelaki tampan dan baik hati yang bernama Bagaskara Angkasa.

“Jadi gimana, Dri? Kamu mau kan menerima tawaran interview dengan Mr. Jaxton Quinn? Nggak sembarang orang yang bisa bertemu langsung sama beliau lho! Kamu tahu sendiri kan, bagaimana sibuknya seorang CEO perusahaan hiburan?”

“Tapi aku nggak ngerti tugas-tugas sekretaris lho, Mas. Aku kan dari jurusan Ekonomi?” Cetus Audriana ragu.

Bagas mengibaskan satu tangannya dengan enteng. “Nggak masalah. Kan nanti ada yang ngajarin kamu, Dri. Jadi kamu nggak bakal dilepas gitu aja kok,” sahutnya santai.

Audriana berpikir cepat. Tawaran ini memang sangat menggiurkan, apalagi dia baru saja lulus kuliah dan memang membutuhkan pekerjaan.

Meskipun pekerjaan sebagai Sekretaris Eksekutif tidak selaras jika dikaitkan dengan kuliah Fakultas Ekonomi-nya, namun apa salahnya dicoba?

Apalagi ini adalah Quinn Entertainment! Perusahaan hiburan nomor satu di Indonesia yang juga menjadi agensi para artis top di Indonesia.

Lagipula, belum tentu juga dia diterima, kan? Bagas hanya memotong jalur saja, toh selebihnya juga bagaimana usaha Audriana dalam interview untuk meyakinkan si Mr. CEO itu bahwa ia mampu menjadi Sekretaris, meskipun ia belum berpengalaman dan juga bukan bidangnya.

Maka setelah memikirkan dan menimbang-nimbang beberapa saat, Audriana pun akhirnya menerbitkan senyum manis di bibirnya serta menganggukkan kepalanya.

“Oke deh, Mas. Aku akan coba.”

**Flashback Selesai**

Jaxton menjatuhkan tubuh kekarnya yang basah penuh peluh tepat di samping Audriana, gadis dengan tubuh luar biasa sensual yang sudah membuat hasrat menggeloranya kini telah terpuaskan.

Sejujurnya baru kali ini ia menikmati tubuh perawan. Jaxton enggan bermain ranjang dengan mereka, karena biasanya lelaki pertama yang menjamah mereka akan meninggalkan kesan yang mendalam.

Jaxton khawatir jika gadis perawan itu akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Atau paling tidak, memintanya menjadi kekasih mereka.

Cih. Sangat merepotkan.

Tidak, ia sangat tidak suka untuk berurusan dengan satu orang wanita lebih dari satu kali. Sifatnya yang mudah bosan membuat Jaxton selalu mencari tubuh wanita baru untuk dinikmati dan menemani malamnya setelah lelah seharian berkutat di kantor.

Tapi ada yang berbeda dengan gadis yang dibawa Bagaskara ini. Pertama kali Jaxton melihatnya sedang menjemput Bagaskara di depan kantor, dan ia pun langsung tertarik.

Keesokan harinya, ia pun memanggil Bagaskara secara pribadi dan mengutarakan keinginannya untuk menikmati tubuh wanita yang bersama Bagaskara kemarin.

Tentu saja awalnya stafnya itu sangat terkejut dengan permintaannya yang tanpa basa basi itu. Namun seperti yang sudah Jaxton duga, segala sesuatu pasti ada harganya.

Bagaskara meminta promosi jabatan sebagai timbal baliknya, yang tentu saja itu adalah perkara yang sangat mudah bagi Jaxton.

Ia akan memenuhi semua permintaan karyawannya itu, asalkan gadis yang ia inginkan tersedia di atas ranjangnya. Dan kali ini, entah kenapa Jaxton menginginkannya dalam kondisi murni, atau masih perawan.

Bahkan Jaxton sama sekali tidak jijik melihat darah yang mengalir membasahi seprai putihnya, dan tangisan kesakitan gadis itu justru membuatnya semakin bernafsu.

Wajahnya yang sangat cantik seperti boneka yang kini berkerut-kerut ketakutan itu, juga telah berhasil membuat rudal kebanggaannya semakin tegak keras dan menantang.

Jaxton mengulurkan satu tangannya untuk mengusap titik-titik peluh di kening gadis yang sedang memejamkan mata itu. Cairan bening terlihat tumpah ruah membasahi wajahnya yang berkulit putih mulus bagai porselen.

Tanpa sadar, lelaki blasteran Amerika-Indonesia itu pun menghapus air mata Audriana, hal yang tak pernah sekali pun ia lakukan kepada wanita mana pun. Ia benci dengan drama, apalagi pada air mata wanita.

"Namamu Audriana Camelia, bukan?"

Suara maskulin itu membuat Audriana sontak membuka kelopak matanya, namun ia terlihat enggan menjawab maupun sekedar menoleh kepada lelaki di sampingnya.

"Lihat aku, Audriana." Jaxton mencengkram dagu gadis itu, dan memaksanya untuk menghadapkan wajah ke arahnya.

Netra hijau cemerlang milik Jaxton sontak beradu tatap dengan manik sekelam malam milik Audriana. Sejenak Jaxton seperti kehilangan kata-kata, ketika dirinya tenggelam dalam teduhnya mata beriris hitam yang menawan itu.

"Kau sudah mengenal siapa diriku, bukan?"

Pertanyaan macam apa itu?? Rasanya Audriana ingin sekali memukul wajah blasteran menyebalkan itu hingga babak belur, jika saja tenaganya tidak terkuras habis gara-gara iblis ini.

"Tentu saja aku mengenalmu, Tuan Jaxton yang terhormat." Meskipun getaran begitu terasa dalam nada suara Audriana, namun gadis itu menguatkan diri seraya mengangkat dagunya dengan angkuh. Ia bahkan menggunakan aku-kamu alih-alih saya-anda, penyebutan yang biasa diucapkan oleh seorang bawahan kepada atasannya.

Keperawanannya memang telah terenggut secara paksa. Dan harga dirinyalah satu-satunya yang masih tersisa dan akan ia pertahankan.

"Bukankah seharusnya kau yang mewawancaraiku? Tapi kau malah memperkosaku!!" Entah ada kekuatan dari mana, Audriana mulai memukuli dada bidang milik Jaxton. Namun sayangnya pukulan Audriana itu hanya terasa bagaikan sapuan lembut di kulit yang dipenuhi otot keras Jaxton.

Dengan mudahnya, Jaxton menangkap kedua tangan Audriana dan memerangkapnya di atas kepala gadis itu. Jaxton pun kini telah kembali menindihnya.

"Dengarkan aku, Audriana! Mulai saat ini, detik ini juga, kau adalah milikku," ucapnya tegas sembari menghujamkan netra hijau zamrud ke wajah Audriana.

"Dan jangan mengira ini semua sudah selesai, karena aku masih jauh dari kata 'usai', Baby." Seringai iblis pun tercetak di bibir seksi yang kemudian memagut rakus bibir Audriana.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel