Bab 1. Tragedi Anniversary
Arunika sedang asyik berdandan di kamar. Dipakainya jepit rambut bertahta mutiara, hadiah dari sang ayah sebelum meninggal dunia. Dia harus berdandan sempurna malam ini untuk merayakan hari jadi pernikahan ke-2 dengan Abhimanyu.
Arunika sungguh bahagia karena Abhimanyu selalu memperlakukan dirinya bak seorang ratu. Meski menjadi pengusaha muda dengan kesibukan segudang, pria itu selalu memperhatikannya. Hanya saja, ketukan pintu membuat lamunan Arunika buyar seketika.
"Mas--?" Arunika bangkit dari kursi meja rias, antusias hendak membuka pintu. Senyumnya mengembang--mengira suaminya di depan sana. Namun, dia terkejut kala melihat sang mertua di sana.
“Ma-mama?” gugupnya, "ada apa, Ma?"
“Apa kamu bisa turun sebentar? Mama perlu bicara,” ujar sang ibu mertua datar.
Sebenarnya, sikap Masayu, sang ibu mertua yang dingin, sudah biasa Arunika rasakan. Namun, kali ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang terpancar dari sorot mata wanita paruh baya itu. “Apa ada masalah?” tanya Arunika ragu.
“Kamu turun saja dulu,” ucap Masayu seraya membalikkan badan. Setelah tiba di ujung anak tangga menuju ke bawah, dia kembali menoleh pada Arunika yang masih terpaku di tempatnya. “Ayo, tunggu apa lagi?” desak Masayu.
Dengan langkah berat dan ragu, akhirnya Arunika mengikuti sang mertua. Dia mengekor Masayu sampai tiba di ruang kerja. Di sana, mata bulatnya yang indah menangkap sesosok wanita cantik nan seksi yang sudah berada di ruangan itu sejak dirinya masuk. Arunika merasa pernah melihat wanita itu sebelumnya.
Wanita cantik itu tersenyum ramah. Dia mengulurkan tangan pada Arunika. “Hai, Mbak. Apa kabar? Aku Delia,” ujar si wanita memperkenalkan diri.
Arunika mendadak tegang. Nama dan sosok itu, tak salah lagi! Abhimanyu pernah bercerita tentangnya. Delia, sang mantan tunangan yang berkhianat dan tega memutuskan tali pertunangan mereka demi menikah dengan pria lain yang jauh lebih kaya.
“Ada apa, ya?” Arunika memaksakan senyum. Perasaan tak nyaman yang mulai menjalar harus dia tahan saat membalas uluran tangan Delia.
“Apa Abhimanyu pernah memberitahumu tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya?” tanya Masayu tiba-tiba.
Kening Arunika berkerut. Dia lalu menggeleng lemah. “Keadaan apa? Saya tidak mengerti.” Arunika balas bertanya.
“Abhimanyu hampir bangkrut. Bisnis waralaba yang dia bangun ternyata tak berjalan sesuai harapan. Banyak franchisee yang tutup dan Abhimanyu harus mengembalikan uang investor," sela Delia sebelum Masayu sempat membuka mulutnya.
“Itu tidak mungkin.” Arunika tak begitu saja percaya. Memang tak mungkin rasanya jika Abhimanyu tidak menceritakan hal sepenting itu padanya.
“Itulah kenyataannya, Mbak. Tapi, jangan khawatir. Aku siap memberikan dana sebanyak yang Abhim minta, agar dia bisa terbebas dari masalah ini,” jelas Delia.
“Tapi ... itu semua tidak gratis,” lanjut Masayu. “Ada harga yang harus kita bayar.”
“Harga apa?” Perasaan Arunika semakin tak menentu.
“Delia ingin menikah dengan Abhimanyu. Kuharap kamu rela dan memberi izin suamimu untuk menikah lagi,” tutur Masayu kalem seolah tanpa beban.
“Apa?” Tanpa sadar, kedua tangan Arunika terkepal erat. Dunianya mendadak gelap saat itu. Ingin rasanya Arunika berteriak dan memarahi semua, tapi dia tak kuasa. Arunika hanya bisa berusaha mengendalikan diri sebaik mungkin.
“Lalu, bagaimana tanggapan mas Abhim?” tanyanya dengan suara bergetar, menahan emosi.
“Sudah jelas Abhim menolak. Dia tidak mau mengkhianati Mbak Arun,” sahut Delia. “Oleh karena itu, aku ingin meminta tolong Mbak Arun untuk membujuk suamimu. Ini juga demi kebaikan kalian semua.”
“Ternyata, selain pengkhianat, Mbak Delia ada gila-gilanya juga rupanya,” timpal Arunika geram. Dia tak dapat lagi menahan diri.
“Run! Jaga bicaramu!” sentak Masayu. “Atau ....”
“Atau apa? Mama mau mengusir saya? Menghajar saya? Silakan,” tegas Arunika. “Toh, saya juga sudah diusir keluarga besar saya saat memutuskan untuk menikah dengan Mas Abhim. Jadi, saya sudah paham rasanya.”
“Begini, Mbak.” Delia mencoba menyela. Namun, Arunika lebih dulu mengangkat tangan.
“Cukup. Kalau Mas Abhim saja keberatan, kenapa saya harus membujuknya?” cibir Arunika sinis. Tanpa menunggu tanggapan dari Masayu dan Delia, dia langsung membalikkan badan dan kembali ke kamarnya.
Tanpa diduga, Masayu mengikuti Arunika dari belakang. Wanita paruh baya itu bahkan masuk ke kamar Arunika dan mengunci pintunya. “Run, tolong dengarkan Mama,” pinta Masayu.
“Apalagi, Ma? Dari awal, Mama memang sudah tidak suka dengan kehadiran saya,” desah Arunika seraya mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
“Bukan begitu, Run. Dengar dulu.” Masayu mendekat, lalu meraih tangan Arunika. Digenggamnya tangan itu erat-erat. Masayu tiba-tiba bersimpuh di hadapan sang menantu.
“Ma, jangan begini!” Arunika berusaha membuat Masayu berdiri, tapi wanita itu menolak.
"Kamu tahu sendiri kan, Run? Abhim hanyalah seorang anak haram," desis Masayu pelan.
"Dia lahir dari perkawinan kontrakku dengan seorang pria asing. Setelah tiga bulan, pernikahan kontrak kami berakhir. Mantan suamiku kembali ke negaranya dan aku hamil. Sejak saat itu, kehidupanku bagaikan di neraka. Cercaan dari keluarga sendiri dan para tetangga, membuatku tertekan. Bahkan sampai aku melahirkan dan Abhim tumbuh besar, mereka semua memperlakukan kami seperti sampah," ungkap Masayu panjang lebar. Sesekali dia menarik napas untuk mengumpulkan tenaga.
"Setengah mati aku menyekolahkan anakku dan menjadikannya sukses. Setelah kami menjadi kaya raya, barulah mereka berhenti menghina kami," lanjut Masayu. "Kamu bisa membayangkan sendiri kan, bagaimana jadinya kalau Abhim bangkrut? Kami akan menjadi bahan cemoohan dan hinaan lagi, Run. Aku sungguh tidak sanggup! Begitu pula dengan Abhim!" Masayu kembali terisak.
"Ma ...." Ada banyak hal yang ingin Arunika ungkapkan, tapi tenggorokannya seperti tercekat. Dia tak bisa berkata-kata.
"Bahkan dalam kondisi kaya saja, keluargamu masih tidak bisa menerima Abhim karena latar belakangnya. Lalu, bagaimana kalau anakku benar-benar jatuh miskin? Mungkin Abhim bisa saja terlihat baik-baik saja di depanmu, tapi di dalam sini, Run ...." Masayu menunjuk dadanya sendiri dengan telunjuk. "Dia pasti hancur!"
"Tuhan Maha Tahu, saya rela melakukan apa saja demi Mas Abhim." Arunika berkata demikian sambil menyeka air matanya. “Tapi, apakah harus dengan cara seperti ini?”
“Tidak ada jalan lain lagi. Tadi, Delia datang dan menceritakan kondisi perusahaan Abhim. Putraku membutuhkan dana besar dalam waktu singkat. Hanya Delia yang bisa menyediakannya,” ujar Masayu.
“Mama mohon, Run.” Masayu bersujud, berusaha mencium kaki Arunika.