Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

"Sulit melupakan, bukan berarti mudah menerimanya kembali."

***

Rachel masih berdiri tegap di bawah guyuran hujan. Gadis itu menangis, entah apa yang harus ia tangiskan. Apakah ia harus menangisi Darren? Yang jelas tidak perduli padanya, atau ia harus menangisi hubungan yang sudah lama ia pertahankan?

Derai hujan itu tidak lagi jatuh tepat di atas tubuh Rachel, sebuah payung menghalau rintik hujan itu membasahi tubuhnya lebih jauh. Rachel mendongak, menatap ke arah payung berwarna biru muda di atasnya.

"Lo ngapain di sini, Chel?"

Itu Aldi.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Rachel langsung memeluk Aldi dengan erat. Seakan pertahannya runtuh, gadis itu menyeluruhkan segala kekesalan, kemarahan, dan kecewanya pada Aldi yang kini berdiri di hadapannya.

Tidak perlu menunggu lama sampai Aldi mengulurkan sebelah tangannya untuk balas memeluk Rachel. Sedangkan tangannya yang satu lagi Aldi gunakan untuk memegang payung, melindungi Rachel dari derai hujan meskipun sebenarnya tubuh Rachel sudah basah kuyup.

"Mending kita pulang, sekarang. Gue nggak mau lo sakit," ajak Aldi yang bersiap menarik tubuh Rachel.

Baru saja Aldi menarik Rachel agar mengikutinya, tubuh gadis itu tiba-tiba melemah, hendak pingsan. Aldi sigap menangkap tubuh mungil Rachel, sehingga gadis itu tidak sampai jatuh ke tanah.

Payung yang tadi melindungi tubuh mereka, kini sudah lepas dari genggaman Aldi karena kedua tangan cowok itu memeluk tubuh Rachel dengan erat.

"Chel!" Aldi menepuk-nepuk pipi Rachel yang sudah tidak sadarkan diri, "Chel, bangun!"

Bibir Rachel mulai memucat, gadis itu kehilangan kesadaran sepenuhnya. Bayangkan, di saat kondisi tubuhnya sedang tidak sehat, ia berdiri di bawah derasnnya hujan seraya menangis.

Aldi langsung menggendong Rachel dan membawa gadis itu ke dalam UKS, walau ia tidak yakin dokter masih berjaga di sana.

Darren yang sedari tadi memerhatikan Rachel dari jauh, tanpa sadar mengepalkan tangannya. Walaupun Darren tidak perduli pada Rachel, tetap saja nalurinya berkata bahwa ia harus memperhatikan gadis itu sampai Rachel beranjak dari posisinya. Namun, gadis itu malah pingsan dan akhirnya ditolong oleh Aldi.

Segala pemikiran negatif muncul di kepala Darren. Apalagi kemarin, Rachel baru saja jalan-jalan dengan Aldi.

"Selingkuh?" Darren tertawa miris.

***

"Lo udah sadar, Chel?"

Rachel mengerjab ketika mendengar suara itu. Pandangannya yang kabur, perlahan mulai jelas. Yang muncul pertama kali di hadapannya, adalah siluet seorang cowok yang sedang berdiri menghadapnya.

"I-ini di mana, Al?" tanya Rachel bingung.

"Lo di rumah gue, Chel. Gue bawa lo ke sini dalam kondisi lo pingsan, gue bingung harus bawa lo ke mana. Kalo ke rumah lo, yang ada lo malah bisa mati kedinginan karena nggak diurusin sama nyokap tiri lo. Jadi, gue inisiatif bawa lo ke rumah, baju lo juga udah gue ganti."

Kalimat terakhir Aldi, membuat Rachel menoleh cepat. "Lo ngomong apa barusan?!"

Aldi menepuk mulutnya, cowok itu melambai. "Nggak gitu, maksudnya baju lo udah diganti sama Mama dan Bibi, bukan gue yang ganti. Tadi gue salah ngomong."

"Lo nggak boong, kan?!" tanya Rachel dengan nada menyelidik.

"Enggak, Chel. Sumpah, demi kucing Mama gue." Aldi mengangkat jarinya ke udara, membentuk huruf V. Kucing Mama Aldi memang sepenting itu.

"Yaudah, gue mau pulang dulu." Rachel bersiap beranjak dari posisinya, namun Aldi mencegat pergelangan tangannya.

"Tunggu," ucap Aldi yang membuat Rachel menoleh dengan tatapan penuh tanya.

"Kenapa?"

"Lo ngapain berdiri di bawah hujan kayak orang bego?" tanya Aldi yang langsung membuat raut wajah Rachel berubah.

"Gue putus sama Darren," jawab Rachel yang langsung membuat senyum Aldi mengembang.

"Akhirnya," gumam cowok itu tanpa sadar.

"Lo seneng?" Rachel menaikkan alisnya, "sahabat macam apa coba, bahagia di atas penderitaan sahabatnya."

"Penderitaan?" ulang Aldi, "Syel, lo baru aja bebas dari penderitaan lo. Harusnya lo seneng. Lo nggak sadar, selama ini Darren cuman bikin lo tambah sakit. Pernah gak, sekali aja lo dibuat bahagia sama dia. Pernah? Enggakkan? Apa yang mau disesali dari cowok brengsek sejenis itu."

"Bukan dia yang gue sesali, Al. Tapi pertemuannya. Kenapa gue harus dipertemukan dengan orang yang salah? Dan, sialnya, gue malah jatuh cinta setengah mati sama orang itu," Rachel menundukkan kepalanya. Obrolan ini kembali membuat emosinya naik, air matanya bahkan kini sudah menumpuk di pelupuk mata.

"Kenapa Tuhan bikin lo patah hati hari ini? Karena Tuhan mau menyelamatkan lo dari sakit hati luar biasa yang akan terjadi," Aldi tersenyum tipis seraya meraih pundak Rachel, "yang terbaik, belum tentu yang pertama. Begitu juga sebaliknya, yang pertama belum tentu yang terbaik."

"Perkataan tidak semudah melakukan tindakan," Rachel balas tersenyum tipis.

"Lo harus move on, Syel. Hidup lo nggak bakal berhenti hanya karena lo putus sama dia."

Rachel menundukkan kepalanya, seraya tersenyum tipis. Membayangkan ia harus bangkit dari bayang-bayang masalalu Darren, apakah ia bisa? Mungkin Rachel terlihat bodoh, karena begitu menyayangi orang yang bahkan tidak menyayanginya.

Karena melupakan, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Dan

Sulit melupakan, bukan berarti mudah menerimanya kembali.

To be continued

Maaf banget kemaren gagal double update, aku habis kuota wkwk. Semoga suka, minta 100 komen dan 300 vote lagi untuk part ini?.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel