Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Balas dendam

"Ummmmhhh, ummmmhh, ummh!" Vira meronta dan memukuli dada Bram hingga kemeja rapi Bram berubah menjadi kusut.

Bram menarik pinggang Vira hingga merapat ke dalam pelukannya lalu menekan tubuh Vira hingga terlentang di sofa ruangan utama.

Pintu depan juga sudah ditutup, Bram sama sekali tidak takut kalau tindakannya itu bakalan ketahuan. Sudah lama dia tahu bahwa Vira lebih sering tinggal seorang diri di kediaman besar itu.

"Om, mau ngapain lagi!" Bentak Vira.

"Kamu suka main kasar? Apa kamu kira aku bakalan menerima penolakanmu? Hah?" Tanya Bram sambil menahan kedua tangan Vira di kedua sisi kepala Vira.

Bram dengan kasar menarik lepas dres selutut yang Vira kenakan. Dia juga melepaskan celana dalam Vira serta penutup dadanya.

Bram melumat bibir Vira lalu melumat kedua puting Vira.

Tubuh telanjang Vira kembali pasrah, meski awalnya Vira berontak setiap sapuan lidah Bram pada kulitnya membuat Vira merasa lemas dan tidak berdaya.

"Kenapa harus Om Bram? Kenapa harus suami dari Mbak Ningrum? Kenapa bukan pria lajang saja?" Keluh Vira dalam hatinya. Bram terus menciuminya tanpa henti, ketika penolakan Vira berubah menjadi kepasrahan Bram segera melepaskan tahanan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Vira.

Bram menyentuh sisi intim Vira di bawah sana. Dan dia melihat Vira menatapnya dengan tubuh menggelinjang nikmat.

"Om, oohhh, jangan, tadi pagi masih sakit awh, aahhh," rintih Vira pada Bram.

Bram melumat puting Vira lalu menekan kejantanannya masuk ke liang intim Vira yang sudah basah semenjak dia menyentuhnya.

"Kamu harus ingat momen ini baik-baik, tubuh telanjang milikmu hanya boleh menjadi milikku! Hanya aku Vira, hanya Bram Hendarto!"

Vira tidak menyahut, dia hanya bisa memeluk punggung Bram ketika Bram berpacu liar dan cepat di atasnya. Bokong Bram terus berayun-ayun menusuk dan mendorong batang kejantanannya.

Vira melihat tubuh atletis dengan baju yang tadinya rapi kini sudah berantakan dan terbuka seluruh kancingnya. Keringat dari tubuh setengah telanjang Bram jatuh menetes dan menyatu pada tubuh telanjang Vira. Vira menatap otot-otot pada dada dan perut Bram, sepertinya meski sudah tidak muda lagi Bram rutin berolahraga. Tidak ada perut buncit di sana.

Kaki dan alas empuk kursi yang menjadi alas mereka berdua melabuhkan hasrat ikut berderak-derak di lantai disertai nada becek dari organ intim yang terus beradu.

"Vir, oh, oh, ohh, aku nggak tahan, oohhh, aahhh, aku sepertinya sangat menginginkanmu!" Desis Bram pada telinga Vira.

Vira menggeleng, tapi dia sangat menikmati gesekan yang dilakukan Bram untuk memenuhi kepuasannya.

"Om, nggak boleh, oohhhh, Om, aahhh, aku oohh, aku sampai, oohhhh," erang Vira sambil memeluk erat-erat tengkuk Bram di atasnya.

Bram langsung melumat bibir Vira dengan lembut tanpa menghentikan ayunan bokongnya.

Kenikmatan ini begitu membekas dan bermakna bagi Bram Hendarto. Setiap denyutan pada sisi intim Vira membuatnya sangat menyukainya dan enggan menyelesaikan permainan dalam waktu singkat. Pagi tadi dia terburu-buru karena cemas Adinda curiga, tapi kali ini dia ingin lebih menikmatinya.

"Apakah tanpa sadar aku telah jatuh cinta pada Vira, meski awalnya aku hanya ingin main-main tapi kemarahanku saat aku ingin menjelaskan pada Vira siang ini tiba-tiba berubah menjadi perasaan gemas. Kenapa rasanya aku ingin membuat gadis ini hanya menerima sentuhan dariku? Apakah ini hanya sikap egoisku semata? Apakah aku terlalu serakah? Meski niatku hanya ingin membalas Guntoro. Tapi perasaanku yang seperti ini begitu tulus, dan seperti .... cinta pertama! Untuk pertama kalinya aku menikmati tubuh wanita dengan sepenuh hati!" Batin Bram sambil terus melumat bibir Vira.

"Oomm aku keluar lagi, ooohhhhh, Ooooom Bram, ouhhhhh, sshhhhh, aaahhhh," rintih Vira sambil menggeliat nikmat. Vira menatap tubuh kekar dan atletis Bram yang kini tengah berpacu di atasnya. Wajah tampan Bram terlihat sempurna menjadi idola wanita. Vira larut dalam gairah tak betepi. Sejenak kewarasannya hilang entah ke mana. Perkataan kasarnya yang tadi dia lontarkan pada Bram menjadi tidak berarti.

Vira tidak melawan bahkan ketika Bram mengganti posisi agar Vira menungging, Vira juga tidak menolaknya.

"Om, sudah satu jam," bisik Vira.

Bram berpacu dari belakang sambil menciumi bahu dan punggung Vira.

"Sekali lagi, aku ingin kamu puas," bisiknya sambil mencium bibir Vira lalu melumatnya sambil terus mendorong kejantanannya.

"Emhhh, nggak Om, aku sudah lelah, nanti malam aku masih ada jadwal memberikan les, kakiku sudah lemas," rengek Vira pada Bram.

"Aku akan mengakhirinya tapi kamu harus janji balas pesanku, kirimkan nomor rekeningmu padaku, oke?" Bisik Bram dengan wajah penuh kepuasan. Berikutnya Bram menambah kecepatan gerakan bokongnya.

"Ta, tapi, oookhhhh, ookhhh, Om, aaahhhh, aku keluar lagi, oohhhhhh, aahhhh," pekik Vira sambil meremas pergelangan tangan Bram yang menahan kedua sisi pinggang ramping Vira dari belakang.

Bram bisa melihat cairan kepuasan Vira menetes pada paha mulusnya, Bram puas sekali, dan dia segera melepaskan cairannya kali ini sengaja dia keluarkan di atas bokong kencang Vira yang seksi.

"Aarrrrggggghhh Vir, pepekmu memang enak sekali, sayang, ooohhhhh!" Lenguh Bram penuh kepuasan.

Setelah selesai Vira segera membersihkan sofa dan mengenakan bajunya kembali. Begitu juga Bram, pria itu sudah puas dan sekarang duduk santai sambil menyandarkan punggungnya.

"Om kenapa minta nomor rekeningku?" Tanya Vira.

Dia sudah menuruti permintaan Bram dan tidak ingin memancing kemarahan Bram lagi. Ketika Bram marah hanya akan membuat Vira kesulitan. Bram akan muncul di manapun Vira berada. Bahkan Bram menyusulnya pulang ke rumah untuk menegaskan kembali perkataan yang belum disampaikan ketika mereka di sekolahan siang tadi.

"Aku ingin memberikan uang padamu, ya meski kamu berkeras menolaknya."

Vira tidak mengerti dia hanya duduk diam sambil menatap layar ponselnya, tak lama setelah dia memberikan rekeningnya uang langsung masuk ke dalam tabungannya senilai lima juta rupiah.

"Om, aku sudah digaji sama Mbak Ningrum sebagai guru les Adinda, dan nominal ini terlalu besar. Apa Om ingin membayarku selama beberapa bulan ke depan?"

"Bukan, itu beda lagi, itu tunjangan yang akan aku kirim setiap bulan, ya tapi tergantung dengan jalannya proyek dan bisnisku. Kalau lancar minggu depan aku tambahi," sahutnya dengan enteng sambil menatap Vira dengan senyum nakal pada sudut bibirnya.

Vira tidak mengerti niat Bram, dia tetap tidak merasa senang menerima uang dari Bram. Hubungan terlarang yang dilakoninya juga bukan karena uang atau dilakukan dengan sukarela, Vira tetap ingin memutuskan hubungan antara dirinya dengan Bram.

"Apa maksudnya Minggu depan?" Tanya Vira heran.

"Kamu resmi jadi pacar selingkuhan ku, apalagi?" Jawab Bram dengan santai sambil menyentuh dagu Vira di sebelahnya lalu berniat memberikan ciuman pada bibir ranumnya.

Tash! Vira menepis tangan Bram dari dagunya.

"Aku ogah Om! Ogah! Sampai mati aku nggak mau bohongi atau nyakitin mbak Ningrum!"

Bram tertawa geli sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri.

"Lucu sekali, padahal kamu tadi merintih-rintih, wajah penuh nafsumu mana mungkin bisa aku lupakan! Sepertinya kamu sengaja bersandiwara di depanku! Dalam hatimu mau, tapi mulutmu ini nggak senada, mulutmu nggak bisa mengakuinya! Tapi tubuhmu yang jujur nggak pernah bisa nolak." Bram bicara sambil menunjuk bibir Vira di sampingnya.

Vira kembali menepisnya dengan kasar.

"Om sudah nggak waras! Om Bram sudah gila!" Bentaknya dengan tatapan marah.

"Makanya nurut sajalah! Lagian kamu pikir pria mana yang tulus dan mau mencukupi kebutuhan kamu tanpa menikah? Aku sudah sebaik ini kamu tolak, apa kamu pikir kamu bisa mendapatkan pria lain di luar sana setelah tahu kalau kamu sudah nggak perawan?"

Bram menyentuh bahu Vira lalu membisikkan kata-kata pada telinganya. "Apa kamu mau aku yang ngomong langsung sama pria yang mendekatimu? Bahwa akulah yang sudah merenggut kesucianmu!?" Tanya Bram dengan tatapan merendahkan.

Vira langsung membalas tatapan mata Bram, tidak hanya sorot mata tajam Bram yang menegaskan bahwa Vira sepenuhnya berada di genggaman tangannya, tapi kata-kata itu lebih mirip sebagai ungkapan peringatan dan juga ancaman besar bagi Vira bahwa Vira tidak akan pernah bisa menikah dengan pria lain.

"Kejam sekali!" Desis Vira sambil mengusap air mata pada kedua pipinya.

"Ya .... Memang aku terlihat kejam dan seenak sendiri, tapi coba kamu pikir daripada kamu dibuang di malam pertama setelah menikah? Apakah tidak lebih memalukan?" Sahut Bram dengan entengnya sambil mengukir senyum lalu meniup kepulan asap rokok dari bibir tipisnya ke wajah Vira.

Vira merasa muak sekali dengan ucapan Bram. Bram tidak hanya menginjak-injak harga diri Vira tapi juga berulangkali mengoloknya karena sudah tidak memiliki kesucian untuk dibanggakan lagi.

Benarkah hanya untuk membalas dendam? Bukankah Bram merasakan kebenaran tentang ketulusan dalam hati ketika menjamah tubuh Vira Astanti? Bagaimana kalau pada akhirnya aksi balas dendam Bram ternyata malah membuat Bram terjebak dalam dilemanya sendiri, antara kebenaran dirinya yang telah larut dan jatuh cinta pada Vira?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel