Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 04

Tifany bergidik merasa jijik ketika dirinya dipeluk oleh Radisha, gadis udik yang baru saja datang dari desa.

Namun, Radisha tidak sadar. Dia masih tersenyum lebar. “Eh-iya maaf Mbak, saking senangnya saya bisa bertemu Mbak!”

“Kamu serius yang lamar jadi Asisten saya?”

“Iya Mbak serius! Mbak tidak percaya?” tanya Radisha, dan meyakinkan.

Tifany menggeleng kepalanya, dan meminta Radisha untuk cepat masuk rumahnya.

“Aduh ... kenapa aku harus dapat Asisten yang bentukannya kayak begini,” gumamnya sambil melangkah masuk.

“Eh-iya siapa yang datang Nak?” Stevani bertanya pada putrinya, dan menyapa Radisha. “Kamu siapa?” tanyanya ramah.

“Sa-,” belum sempat Radisha membuka mulutnya, untuk memperkenalkan dirinya. Tifany menyela ucapannya.

“Dia ini Asisten baruku Mom’s ... pesan yang cantik, eh yang datang bentukannya kayak begini!” remeh Tifany, memandang Radisha sebelah mata.

Meskipun perkataan Tifany sangat menyakitkan, tetapi Radisha berusaha tidak mengambil hati atas ucapan bos besarnya itu.

Perlahan Stevani bangkit, menyambut hangat kedatangan Radisha di rumahnya. “Semoga kamu betah bekerja dengan Putri saya yah,”

“I-iya Nyonya!” gugup Radisha.

“Eh jangan panggil saya Nyonya, panggil saja saya Ibu. Semua yang bekerja di sini panggil saya Ibu Kok!” ucap Stevani.

“Baik Buk!”

“Siapa namanya?”

“Radisha Buk!” jawabnya lagi.

“Nama yang bagus!” puji Stevani, setelah itu dia menuju kamarnya begitu pun Tifany meminta Radisha untuk segera ke kamarnya.

“Ayo ikut saya!” ajak Tifany, berjalan lebih dulu dari Radisha.

Perlahan Radisha berjalan di belakang Tifany hingga akhirnya langkahnya berhenti di depan kamar cukup besar meskipun tidak terlalu mewah.

“Ini kamar siapa Nona?” tanya Radisha heran, lantaran malah di bawa ke salah satu kamar berukuran besar, yang menurutnya tidak pantas untuk ukuran pekerja sepertinya.

“Mulai sekarang kamarmu di sini, dan ingat jangan bangun terlalu siang, minimal kamu harus bangun jam 4 pagi, paham!” tegas Tifany menatap pada Radisha.

“Siap Nona! Tapi ...,” belum sempat Radisha melanjutkan perkataannya, Tifany sudah menyelanya.

“Tapi apalagi! Jangan aneh-aneh deh!” Tifany bersedekap tangan menatap geram pada Radisha.

“Kamar ini terlalu mewah bagi saya Nona!” ucapnya kemudian.

Hampir saja emosi Tifany meluap. Namun, setelah mendengar penuturan Radisha selanjutnya ia menahan emosinya dengan cara mengambil nafas dalam-dalam.

“Huh!” Tifany menghela nafasnya dalam-dalam, dan berceloteh kembali. “Sudahlah kau tidur saja, tidak usah banyak komentar!”

Tifany kesal pada Radisha, menurutnya sang asisten barunya ini terlalu bawel.

“Hm ... kenapa dengan Nona Tifany? Rasanya tadi seperti akan marah? Atau hanya perasaanku saja!” gumam Radisha menggeleng kepalanya.

“Ah sudahlah, enggak mungkin Nona Tifany segampang itu marah padaku?” Radisha langsung masuk dalam kamarnya, ia tidak mau berpikiran buruk tentang bosnya.

Sementara Tifany kembali ke ruang tamu, dan duduk santai sambil menonton televisi di sana. Tiba-tiba saja suara bel berbunyi, dan mengalihkan perhatiannya.

“Hm ... siapa lagi yang datang si?” kesalnya dengan mengitarkan pandangan ke sekeliling. Kali ini si mbok sudah siap-siap akan membukakan pintu untuk seseorang yang baru saja datang ke rumah.

“Kebetulan ada Mbok,”

“Kenapa Nona?”

“Enggak, apa-apa! Sudah sana bukakan pintu!” perintahnya.

Si mbok pun langsung bergegas, dan membuka pintu. Ternyata yang baru saja sampai rumah adalah Tuan Alexandre Candler.

“Eh Tuan?”

“Iya Mbok kenapa?”

“Enggak Tuan ... Mbok kira tamu, bukan Tuan!”

“Oh seperti itu!” ucap Tuan Candler ramah.

Tuan Candler menuju ruang tamu, dan menelepon rekan bisnisnya untuk mengobrol perihal perjodohan dengan putrinya.

‘Halo Tuan,'

‘Ya ada apa Tuan Candler?’ sahut seseorang di seberang sana.

‘Em ... a-anu Tuan!”

‘Ada apa Tuan Candler? Katakan saja jangan sungkan!’

‘Begini Tuan, saya mau bertanya soal perjodohan di antaran Anak Anda, dan Anak saya?’

‘O, masalah itu ... Anda jangan khawatir, saya akan bicarakan dengan Putra saya Kamandanu!’ celoteh seseorang itu lagi.

‘Ah-ya baiklah kalau begitu Tuan, baik saya tunggu kabar selanjutnya!’ Tuan Candler segera memutus sambungan itu.

Tuan Candler segera memasukkan ponselnya ke saku, sedangkan Tifany saat ini tengah menatap tajam padanya.

“Kamu kenapa menatap Papa seperti itu?” tanya tuan Candler duduk di sebelah Tifany, putrinya.

“Papa bicara dengan siapa? Kenapa membahas masalah Perjodohan?”

“Oh iya masalah itu, kebetulan Papa mau sampaikan padamu Tifany!”

Tifany, mulai menanggapi papanya dengan serius, dan beralih memerhatikan papanya.

“Apa yang ingin Papa sampaikan pada Tifany?” tanyanya penasaran.

“Kamu maukan dijodohkan dengan Anak rekan Bisnis Papa?”

Sontak Tifany tidak percaya, dan menatap tajam pada sang papa. “Apa, dijodohkan? Yang benar saja Pa! Karier Tifany sedang menanjak, bagaimana mungkin Tifany akan meninggalkannya!”

“Jadi kamu menolak keinginan Papa?” Candler terlihat kecewa terhadap putrinya. “Jika kau menolak Perjodohan ini, kamu sudah tidak sayang Papa lagi Tifany!”

Tuan Candler bangkit kembali setelah berbicara pada putrinya, dia beranjak pergi menuju kamarnya.

“Tunggu, Pah!” panggil Tifany menghentikan langkah papanya. Lantaran tidak mau mengecewakan sang papa, akhirnya Tifany menyanggupi permintaan itu.

Candler pun menoleh. “Ada apa Tifany?”

“Saya setuju dengan Perjodohan itu, tapi Tifany harus bertemu secara langsung dengan Pria yang akan menjadi Suami saya!”

“Tentu saja! Kau akan bertemu langsung dengannya!”

“Lantas, siapa nama pria itu?”

“Kamandanu. Papa harap kau tidak menolaknya!” ucap Tuan Candler dengan tegas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel