AKU BUKAN ISTRIMU!
"Mengapa bapak bertanya seperti itu?" Amelia bingung harus jawab apa.
Tanpa banyak bicara, Bima menyalakan mobilnya. Ia mulai mengemudikan mobilnya. Para pengawal yang berjaga melihat kepergian mobil Bima.
Bima sengaja memilih pusat perbelanjaan yang berada di pusat kota. Di sana ia akan menyuruh Amelia memilih pakaiannya. Entah kenapa Amelia mendadak bingung. Seharusnya pekerjaan ini hanya dilakukan oleh sang istri. Mengapa harus dirinya?
Sesampainya di pusat perbelanjaan, Bima mengajaknya makan terlebih dahulu. Setelah itu Bima mengajaknya berbelanja. Entah mengapa ada jas yang terpampang di depan gerai pakaian. Jas itu sangat elegan.
"Sepertinya bapak sangat cocok memakai jas ini," ucap Amelia sengaja memegang jas itu.
"Benarkah itu?" Bima tersenyum.
"Iya," jawab Amelia. "Lagian juga tubuh bapak tidak terlalu besar."
"Tidak terlalu besar. Berarti aku seksi," sahut Bima.
"Maaf pak, aku tidak mengatakan bapak seksi. Bapak memang sangat cocok memakai baju ini," celetuk Amelia.
"Terserah kamu saja," balas Bima.
Tidak sengaja Bima melihat ada pasangan suami istri yang kompak. Ia menatapnya sangat lama. Entah kenapa hatinya merasa sesak. Ia mengingat pernikahannya dengan Martha, yang dimana pernikahannya tidak berjalan mulus.
Ada saja masalah di rumah tangganya. Setiap ada masalah Martha tidak pernah menyelesaikannya. Ia malah memilih pergi menjauh. Hampir setiap hari Martha tidak pernah tidur di rumah.
"Bapak kenapa?" Amelia memegang setelan baju kerja pria.
Bima tersentak dan sadar. Sadar apa yang diperjuangkan menjadi sia-sia. Bima menatap wajah Amelia sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa. Apakah kamu sudah memilih baju?" Bima bertanya dengan nada rendah.
"Aku sudah memilih 10 stel pakaian. Bapak mau ke mana lagi?" Amel membawa setelan baju itu.
"Bayarlah." Bima menyuruh Amelia membayar semuanya.
Bima baru sadar dengan Amelia. Ia memang kaki tangannya di perusahaannya. Ia kira Amelia adalah perempuan biasa. Ternyata sangat luar biasa. Bima bisa membaca sifat Amelia yang memilih pakaiannya.
Selesai membayar, Amelia menuju ke Bima. Bima mengajaknya keluar. Amelia bingung dengan sikap Bima.
"Tidak dibawa?" Amelia menatap Bima miring.
"Aku sudah mengirimkan lokasinya. Tinggal ada beberapa orang yang mengambilnya," jawab Bima yang melihat jam.
Mereka menuju ke gerai pakaian dalam. Bima menyuruh Amelia masuk ke dalam. Bingung, Amelia tidak bingung, tapi panik. Ia sangat panik malahan.
"Lha, dalamanku masih bagus pak. Baru kemarin aku membelinya," ucap Amelia terus terang.
"Pilihkan buat aku!" Bima berkata lembut.
"Aku bukan istrimu!" Amelia berkata jujur.
"Tidak peduli sama sekali!" Bima menekan dengan nada rendah.
Amelia sengaja mendekat dan berbisik, "Berapa ukuran bapak?"
"L ukuran Eropa," jawab Bima tanpa malu.
Amelia mulai masuk ke dalam toko pakaian dalam pria. Ia bingung harus menangis apa tertawa? Jujur, ini pekerjaan di luar nalar. Bagaimana bisa ia memilih pakaian dalam pria? Ingin protes juga percuma.
Amelia memilih beberapa pakaian dalam milik Bima. Ia sengaja memilih bahan yang adem dan nyaman dipakai. Bima hanya mengikutinya dan cara memperhatikan Amelia memilih.
Benar saja, Amelia memilih bahan berkelas. Ia sempat terdiam namun takjub. Ia membiarkan Amelia melakukannya.
"Bagaimana bisa kamu memilih celana dalamku yang memiliki bahan premium, sementara kamu adalah cewek jomblo." Bima mencium kehidupan Amelia.
"Aku memang jomblo. Tapi aku akan memilih pakaian yang sangat berkelas buat bapak," Amelia menjawab sarkas.
"Baguslah! Jika ada pria yang menikahimu, bukan berarti dia memilih tubuh indahmu. Melainkan kecerdasan dalam dirimu. Pria itu sangat beruntung karena bisa mendapatkan kenyamanan," jelas Bima.
"Maaf pak, tapi tidak semua pria bisa masuk ke dalam hidupku," celetuk Amelia yang memasukkan celana dalam itu ke dalam keranjang.
Bima mengangguk paham. Ia tersenyum dan sangat bangga pada Amelia. Meski bergaya sederhana, Amelia memilih pria itu untuk dijadikan pendamping hidupnya.
Amelia langsung membayarnya. Ia tahu perkataan Bima adalah sebuah petuah. Memang benar apa adanya, ia tidak akan memilih pria sembarangan. Ia akan menjadikan pria itu pendamping dan penjaga utamanya.
"Semuanya sudah selesai. Aku berpamitan untuk kembali ke rumah," pamit Amelia.
"Temani aku satu jam untuk berkeliling di sini," pinta Bima.
"Pak. Ingat. Bapak adalah bos besar, yang dimana nama Bima Santoso sangat terkenal. Banyak wartawan yang akan memburu berita bapak. Aku tidak ingin membuat kasus," jelas Amelia.
"Dua puluh juta masuk ke dalam rekening kamu malam ini!" Bima langsung mengambil ponsel.
"Baiklah. Jangan dikirim ke rekening biasanya. Aku sengaja mengosongkannya," pinta Amelia.
Bima akhirnya mengirimkan uang itu ke rekening Amelia yang lainnya. Setelah itu ia mengajak Amelia berkeliling. Malam ini Bima mengubah statusnya menjadi orang biasa. Ia mengikuti Amelia berbuat aneh. Bisa dikatakan Bima mengikuti alur Amelia yang tidak bisa ditebak.
Namun Bima masih dikawal oleh pengawal bayangan. Mereka adalah pengawal setia Bima. Mereka memilih pasif dan tidak banyak bergerak.
Tak disangka Amelia, ia melihat Santi. Matanya melotot bukan karena takut, tapi Santi kali ini berani memakai pakaian seksi. Bahkan ia juga berjalan dengan pria tua. Atau lebih pantas dipanggil kakek.
"Busyet deh." Amelia terdiam dan mengingat perkataan Nilam tadi.
Tadi Nilam mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan. Amelia tahu pembicaraan ke arah prostitusi. Jujur, Amelia tidak pernah melakukannya. Ia termasuk gadis polos yang tidak tahu apa-apa.
Sangat miris buat Amelia. Ia sering mendapatkan tuduhan yang tidak mengenakkan. Entah kenapa dirinya tahu akan sesuatu di dalam rumah itu.
"Bukannya itu perempuan yang tadi siang memintamu uang?" Bima memegang bahu Amelia.
"Kok bapak tahu?" Amelia tersenyum pahit.
"Saat dia meminta uang, aku sudah memperhatikan wajahnya," jelas Bima.
"Iya itu benar," sambung Amelia yang sebenarnya malas membahas tentang keluarganya.
Tiba-tiba saja Santi mendekat. Ia sengaja menatap wajah Amelia dengan sarkas, ditambah penuh kebencian yang bisa terbaca.
"Oh, lu ada di sini!" Santi tertawa mengejek.
"Memangnya tidak boleh aku di sini?" Amelia membalikkan perkataan Santi.
"Kata siapa?" Santi tersenyum meledek. "Oh ya, kenalin."
Bima memperhatikan sosok pria tua itu. Ia langsung mencium skandal besar. Hatinya tertawa dan menyusun strategi baru.
"Maksudnya?" Amelia bertanya secara elegan.
"Ini namanya Pak Burhan yang menjadi kekasih gue. Lu kan jomblo abadi. Kagak punya pacar dan nikmatnya di atas ranjang," jelas Santi meledek.
Dalam hati Bima memaki Santi. Ia tahu perasaannya Amelia hancur karena dipermalukan. Amelia bukan tipe yang seperti itu, melainkan Amelia adalah gadis terhormat.
"Meskipun jomblo kan enggak nyusahin ke siapapun," ujar Amelia yang membaca Santi.
Memang benar apa yang dikatakan Amelia. Meski jomblo ia tidak menyusahkan orang lain. Tidur bisa nyaman tanpa gangguan. Lalu Bima, diam-diam ia memujinya. Jawaban Amelia sangat berkelas.
"Darimana jomblo enggak nyusahin? Harusnya lu sadar diri! Kalau diri lo itu kusam dan jelek!" Santi mengejek sambil berteriak.**
