Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. MENGINTIP

Leo berbaring di atas ranjang, pikirannya penuh dengan perasaan campur aduk. Bayangan lekuk tubuh Bu Mela, ibu kekasihnya, terus menghantui benaknya. Sejak pertama kali menginap di rumah Dinda, kekasihnya, Leo selalu berusaha untuk menjaga pikirannya tetap bersih. Namun, malam ini berbeda. Ada sesuatu yang berbeda dalam caranya Bu Mela bergerak, sesuatu yang membuat Leo tidak bisa menyingkirkan bayangan itu dari kepalanya.

Dia mencoba memejamkan mata, berusaha untuk fokus pada hal lain, tapi hasratnya semakin sulit untuk ditahan. Leo tahu, dia tidak bisa menghampiri Dinda, karena dia menghormati keputusan kekasihnya untuk menjaga diri sampai pernikahan. Kesadaran itu membuat Leo merasa terjebak di antara keinginannya dan rasa hormatnya.

Setelah beberapa saat bergumul dengan pikirannya sendiri, Leo memutuskan untuk menuntaskan gejolak yang sudah tidak bisa ditahannya. Dia keluar dari kamar dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihatnya, dan segera masuk ke kamar mandi.

Di sana, dalam kesunyian malam, Leo melepaskan segala hasrat yang telah menumpuk dalam dirinya. Dia begitu tenggelam dalam apa yang dilakukannya sehingga tidak menyadari bahwa Bu Mela berdiri di luar, mengintip dari celah pintu kamar mandi yang tidak tertutup rapat. Mata Bu Mela terpaku pada Leo, dan sebuah senyum samar muncul di sudut bibirnya.

Bu Mela terdiam, hatinya berdebar melihat apa yang dilakukan Leo di dalam kamar mandi. Ada sesuatu dalam tatapan Bu Mela yang tidak bisa dijelaskan, seperti campuran antara rasa bersalah dan keinginan yang terpendam.

"Benar-benar panjang punya dia," gumam Bu Mela, matanya menatap penuh kagum.

Setelah beberapa saat, dia perlahan berbalik dan kembali ke kamarnya, meninggalkan Leo yang tidak sadar bahwa dirinya sedang diawasi.

Bu Mela duduk di tepi ranjang kamarnya, senyum tipis masih menghiasi wajahnya. Bayangan batang kejantanan Leo yang dilihatnya tadi di kamar mandi terus terbayang di benaknya. Sebuah perasaan senang dan gairah yang selama ini jarang ia rasakan menyelimuti pikirannya. Tidak hanya itu, pikiran tentang pernikahan Dinda dengan Leo kini terasa lebih menggoda.

Sudah beberapa waktu Bu Mela memendam rasa ketertarikan kepada Leo. Meskipun itu adalah calon menantunya, rasa itu tak bisa ia hindari. Bu Mela tahu bahwa Leo menghormati keputusannya dan persetujuannya untuk menikahi Dinda tanpa terlalu banyak bertanya. Namun, di balik semua itu, ada kesepakatan yang tersirat di antara mereka, sebuah kesepakatan yang hanya mereka berdua pahami. Bu Mela telah memastikan bahwa Leo, meskipun terikat dengan Dinda, akan tetap menyediakan jatah malam untuk dirinya.

Di dalam kamarnya, Bu Mela merasa tidak sabar menunggu hari pernikahan Dinda dan Leo tiba. Pikiran tentang bagaimana dia akan memiliki akses tanpa batas ke Leo membuatnya semakin bersemangat. Dia membayangkan bagaimana keintimannya dengan Leo akan menjadi rahasia di antara mereka berdua, sesuatu yang tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk Dinda.

Senyum di wajah Bu Mela semakin lebar. Dia tahu, setelah pernikahan itu, dia akan mendapatkan lebih dari sekadar menantu; dia akan mendapatkan kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakannya. Leo mungkin tidak sepenuhnya menyadari apa yang telah disepakati, tetapi Bu Mela akan memastikan bahwa setiap janjinya ditepati. Dengan pikiran itu, Bu Mela merasa puas, dan dia berbaring di atas ranjang, memikirkan bagaimana kehidupannya akan berubah dalam waktu dekat.

**

Sekitar jam lima subuh, Leo terbangun dari tidurnya saat pintu kamar terbuka pelan. Dinda masuk dengan langkah lembut, membawakan secangkir kopi panas untuk Leo. Wajahnya tampak segar meski hari masih sangat pagi. Leo duduk di atas ranjang, mengusap matanya yang masih sedikit berat. Begitu melihat Dinda, senyum terukir di wajahnya.

"Selamat pagi, sayang," sapa Dinda dengan suara lembut sambil duduk di tepi ranjang.

"Aku tahu hari ini kamu ada tugas penting di kantor. Kopi ini untuk membantu kamu segar kembali," imbuhnya.

Leo menerima cangkir kopi dari Dinda dengan senyum lebar.

"Terima kasih, Sayang. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik," balas Leo dengan tulus. Hatinya terasa hangat oleh perhatian kekasihnya ini.

Dinda tersenyum, kemudian menyisir rambut Leo dengan jarinya.

"Aku juga harus segera berangkat ke rumah sakit. Ada beberapa pasien yang perlu aku tangani pagi ini," ujarnya dengan nada yang menunjukkan dedikasinya sebagai seorang dokter.

Leo menatap Dinda dengan penuh kekaguman. Dalam benaknya, dia merasa beruntung memiliki seseorang seperti Dinda di sisinya, wanita yang bukan hanya cantik, tetapi juga perhatian dan bertanggung jawab. Saat Dinda mengeluarkan seragam dokternya dari lemari, Leo merasa perasaan sayangnya semakin dalam.

Setelah Dinda selesai bersiap-siap, dia kembali mendekati Leo.

"Kamu jangan terlalu memaksakan diri di kantor, ya. Ingat, kesehatan itu yang paling penting," ucap Dinda sambil menatap Leo dengan penuh perhatian.

Leo mengangguk,"Kamu juga, Din. Jangan terlalu lelah di rumah sakit. Aku sangat mencintaimu"

Dinda tersenyum lembut dan mendekat untuk mencium pipi Leo,"Aku juga mencintaimu. Aku akan selalu ada di sini untukmu"

Setelah beberapa saat berbicara dengan penuh kehangatan, Dinda akhirnya beranjak keluar kamar untuk berangkat ke rumah sakit. Leo menatap punggungnya yang perlahan menghilang di balik pintu kamar.

Pikiran Leo masih terbagi antara rasa sayangnya pada Dinda dan bayangan Bu Mela yang muncul di kepalanya. Namun, saat ini, perhatian dan cinta Dinda membuatnya merasa lebih tenang. Di tengah kesibukan dan tantangan yang ada, Leo merasa memiliki seseorang yang begitu mengerti dirinya, dan itu membuatnya merasa sangat bahagia dan beruntung.

Leo kemudian bergegas untuk bersiap-siap, mengingat hari ini akan menjadi hari yang panjang di kantor. Tapi dalam hatinya, dia merasa siap karena tahu bahwa dia memiliki dukungan dari Dinda, wanita yang akan segera menjadi istrinya.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel