PULANG KAMPUNG
"Yuka, tolong bantu mama beresi barang-barang kamu, Sayang! Kita akan pernah ke Jawa," titah Taksis pada putri kecilnya.
Gadis kecil itu dengan cekatan memungut mainan kesukaannya, lalu memasukkannya ke dalam koper merah jambu miliknya. Ia begitu patuh, menyeret koper berukuran kecil, berjalan ke arah pintu keluar.
"Bisakah kamu membuka pintu ini untuk mama?" titah Taksis lagi.
"Iya, Mama!" sahut gadis kecil itu. Tangan mungilnya memutar kenop pintu dan menahan daun pintu sampai sang ibu keluar membawa koper-koper lainnya.
"Terima kasih ...."
Bandara internasional Juanda, Surabaya. Gadis itu begitu kerepotan dengan troli besar, anak, juga ponselnya. Ia baru saja tiba di tanah kelahirannya setelah hampir empat tahun meninggalkan kota pahlawan tersebut.
Berharap bisa bepergian tanpa balita untuk menghindari rumor tak sedap tentang dirinya, kenyataannya Ayah dari bocah itu tidak bersedia meluangkan waktu untuk menggantikan tugasnya. Terpaksa, Taksis membawa serta putrinya meski itu artinya ia harus siap dengan segala tudingan miring terhadap dirinya.
"Mulan, ternyata aku harus membawa Yuka bersamaku," ucap Taksis melalui sambungan telepon.
"Nggak apa-apa. Kamu bisa titipkan dengan saudara perempuanku untuk sementara waktu," jawab Mulan.
"Begitu, ya? Bisa nggak kamu jemput aku sekarang? Aku udah di bandara," pinta Taksis kemudian.
"Siap, meluncur!"
Setengah jam lebih menunggu, akhirnya orang yang menjemput ibu dan anak itu tiba. Sudah hampir empat tahun dua sahabat itu tidak bertemu. Akan tetapi, kalau untuk panggilan video tentu saja terbilang sering.
"Taksis!"
Gadis berambut cokelat pendek seperti polwan itu barlari sembari memanggil nama sahabatnya.
"Hai! Mulan!"
Taksis langsung berdiri dan melambaikan tangannya. Bokongnya sudah panas, pinggangnya pegal, sedari tadi menunggu sahabatnya itu tiba.
"Lama nggak ketemu. Aku kangen sama kamu. Kamu apa kabar?" tanya Taksis sembari merangkul pundak sahabatnya itu.
"Kamu seorang ibu penuh waktu. Ibu 2022 tanpa suami, tanpa hamil, kamu terlihat cantik dan sehat beda dengan ibu-ibu di tukang sayur," celoteh Mulan membesarkan hati gadis yang sebenarnya terlihat kusam.
"Tentu saja. Eh, apa aku masih cantik? Kurasa sudah tidak," ujar Taksis sadar diri.
"Apakah orang nggak curiga? Lihat anak ini, kulitnya yang sempurna seperti bule dan Cina. Itu pasti nggak datang dari kamu," selidik Mulan meski ia sendiri juga tahu kalau Yuka adalah anak Leo bersama Gitara.
"Apaan, sih? Sekali lihat juga jomplang banget. Aku benar-benar terlihat seperti pengasuhnya. Tapi, aku kan bisa bilang ke orang-orang kalau dia mirip dengan papanya. Kamu harus merahasiakan ini semua. Hanya Leo, aku dan kamu yang boleh tahu tentang ini," kunci Taksis pada sahabatnya untuk selalu merahasiakan perkara anak rahasia Leo.
"Tenang saja, Bu!" sahut Mulan.
Mulan rupanya setelah lulus kuliah juga mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ia bahkan sudah bisa membeli satu unit mobil dengan jerih payahnya sendiri. Taksis yang selalu juara satu sejak SD justru hanya menjadi ibu rumah tangga sebelum menikah dan melahirkan.
Ketiganya sampai di parkiran di belakang mobil Toyota Yaris berwarna merah. Gadis itu berencana untuk langsung pergi ke rumah sakit daripada singgah dulu ke rumahnya. Semua itu karena perjalanan ke rumahnya melewati rumah sakit tempat Bu Sarah dirawat.
"Mari kubantu bawa barang-barang kalian ke mobil. Ke rumahku nanti, ya! Sebaiknya kita langsung mengunjungi Bu Sarah. Dia pasti senang bila melihat kamu sudah datang," ucap Mulan memberitahukan rute perjalanan mereka nanti usai keluar dari bandara.
"Baiklah," jawab Taksis menurut saja.
Wanita tua itu terbaring lemah di atas tempat tidur pasien. Tampak selang infus dan selang oksigen yang terpasang. Saat Taksis, Mulan, dan Yuka datang menjenguk, ia pun membuka matanya.
"Bu, bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu," ungkap Taksis mengutarakan perasaannya yang sudah beberapa tahun tidak bersua dengan wanita yang sudah dianggap sebagai orang tuanya sendiri.
"Aku sakit seperti orang tua pada umumnya, apa yang kamu khawatirkan sampai jauh-jauh datang ke mari?" Lemah, suara wanita tua itu terdengar begitu lirih.
"Oiya, Bu. Ini Yuka-putriku. Salim dulu sama Oma!"
Taksis mengenalkan gadis kecil yang ia bawa kepada Bu Sarah sebagai anaknya.
"Hai, Oma!"
Yuka lantas mencium takzim punggung tangan wanita tua yang baru saja dipanggilnya dengan sebutan Oma.
"Taksis, kapan kamu menikah? Jangan bilang kalau Yuka ini nggak punya Ayah seperti yang dikatakan orang-orang mengenai dirimu," terka Bu Sarah. Tersirat gurat kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan. Biar bagaimanapun Taksis adalah gadis kecil yang sudah dianggap seperti anak sendiri dan kini telah dewasa.
"Nggak, Bu. Aku nggak akan membiarkan hidupku mengulangi kesalahan ibuku," bantah Taksis yang membuat Bu Sarah sedikit lega.
"Baiklah, aku percaya. Sini, bawa gadisku mendekat," pinta Bu Sarah.
"Katakan hai pada Oma sekali lagi!" perintah Taksis pada putrinya sembari mendekatkan gadis kecil itu dengan Bu Sarah.
"Dia sangat imut dan kulitnya sangat bagus, matanya sipit, sama sekali tidak mirip sama kamu," cetus Bu Sarah.
Taksis dan Mulan saling tatap. Benar dugaan Mulan kalau orang-orang pasti mempertanyakan perbedaan fisik antara Taksis dan Yuka. Bahkan, Bu Sarah dengan blak-blakan mengatakan jika gadis kecil itu sama sekali tidak mirip dengan Taksis.
"Yuka ini mirip papanya, Bu. Suami Taksis sangat tampan seperti bintang film. Bukan begitu, Taksis?" Mulan ingin membantu, tetapi sepertinya malah menambah perkara menjadi lebih sulit.
"Ha?! I-iya," jawab Taksis terpaksa setuju dengan pernyataan Mulan.
"Di mana dia sekarang? Kenapa dia membiarkan kalian berdua datang sejauh ini sendirian?" tanya Bu Sarah, mencari keberadaan ayah dari anak itu.
"Dia sibuk dengan pekerjaannya, Bu. Dia akan datang nanti dan pulang bersama dengan kami," jawab Taksis, entah siapa dia yang ia maksud.
"Begitu, ya? Taksis, katakan padanya untuk datang menemui aku," pinta Bu Sarah yang sangat ingin bertemu dengan pria yang dikatakan sudah menikah dengan Taksis.
"Ha?! Apa?!" kejut gadis itu.
"Kenapa kamu begitu terkejut? Cukup perkenalkan dia padaku jadi aku bisa berhenti mengkhawatirkan kamu," ujar Bu Sarah.
"Iya, baiklah, Bu."
Usai keluar dari kamar rawat Bu Sarah dan masih di area rumah sakit. Kini, masalah baru muncul. Taksis jadi repot memikirkan hendak membawa siapa yang akan dikenalkan pada Bu Sarah. Pasalnya, Leo juga tidak mungkin datang hanya demi berbohong kalau mereka adalah suami istri.
Pria lain? Jangan harap ada. Sudah hampir empat tahun dirinya bersembunyi di kota Batam menjadi seorang pengasuh bayi rahasia CEO. Jangankan berkencan dengan seorang pria, punya teman wanita saja tidak. Hari-harinya didedikasikan untuk mengurus Yuka sebaik mungkin.
"Taksis, siapa yang akan kamu bawa untuk menemui Bu Sarah?" tanya Mulan.
"Aku hanya nggak mau Bu Sarah khawatir. Aku takut kalau dia percaya rumor bahwa aku menjadi ibu tunggal. Bu Sarah sudah seperti ibu bagiku. Aku hanya nggak pengen mengecewakan dia saja," jawab Taksis.
"Tangguhkan semua masalah! Sekarang kamu sudah kembali ke rumah jadi mari kita bersenang-senang malam ini," hibur Mulan.
"Gimana kalau kita pergi ke tempat kerjaku dulu dan mengunjungi bos lamaku? Aku pengen liat tempat kerjaku tanpa aku," ajak Taksis yang langsung disambut dengan antusias oleh gadis berambut polwan itu.
"Ide bagus!" seru Mulan semangat.
"Tapi ...."
Taksis melihat ke arah gadis kecilnya. Mimik wajah kekecewaan tidak dapat disembunyikan. Bagaimana bisa bersenang-senang kalau terus diikuti oleh seorang bocah. Ia memang seorang gadis muda singel, tetapi ia juga seorang ibu sekarang.
"Jangan khawatir soal Yuka. Kakakku sangat menyukai anak-anak, tinggalkan saja Yuka dengan kakakku. Dia pasti senang dengan Yuka si bule Cina ini," ujar Mulan memberikan solusi.
"Ah, syukur lah kalau begitu. Ayo kita pergi!" Wajah murung Taksis seketika menjadi bersemangat.
"Kamu telah melakukan banyak hal untuk orang lain seumur hidup kamu. Sudah waktunya bagi kamu untuk beristirahat dan bersenang-senang."
Mulan merangkul pundak sahabatnya itu. Keduanya menatap gadis kecil menggemaskan yang sedang berlarian di koridor rumah sakit.
Taksis mengikuti usulan dari Mulan. Ia meninggalkan Yuka dengan saudari Mulan. Gadis kecilnya itu bukan bocah pemalu, sehingga dengan siapa saja mudah berteman. Maka dari itu, Taksis tidak perlu khawatir kalau Yuka akan sulit dengan orang baru.
"Viiii!"
Taksis berteriak memanggil mantan bosnya. Seorang pria kemayu pemilik kafe yang dulu mempekerjakan Taksis.
"What?! Taksis!"
Keduanya saling menyongsong, menyatukan kedua tangan, lalu berputar-putar senang.
"Ini beneran kamu, Taksis?!" tanya Vi masih tidak percaya mantan karyawan yang sudah bertahun-tahun lenyap kini muncul di depan mata.
"Tentu saja aku Taksis, tangan kanan kamu, kenapa begitu terkejut?" cicit gadis bertubuh kurus itu.
"Dasar kamu, ya! Ke mana aja kamu selama ini? Eh, tapi, tapi, kok kamu kelihatannya agak usang?" sindir Vi setelah memindai penampilan Taksis yang memang tampak kurang terawat.
"Apa?! Dan kamu terlihat agak gendat," balas Taksis tak terima dikatakan usang oleh Vi.
"What?! Lihat sampai kutampar mulut pedasmu itu!" cetus si pria kemayu dengan logat khas Surabaya yang medok.
"Dan aku udah nggak sabar untuk menendang bokongmu!" Lagi-lagi Taksis tak mau kalah.
"Ini beneran kamu si mulut pedas seperti biasanya. Aku kangen banget sama kamu nggak ada kabar sama sekali," ungkap Vi, kali ini dengan nada manjalita.
"Aku datang untuk mengunjungi Bu Sarah juga mampir untuk ketemu sama kamu. Tapi, kali ini aku datang sebagai pelanggan," jawab Taksis.
"Idiiih, yang udah sukses. Okay, deh! Kamu sama Mulan, mau pesan apa pun yang kalian inginkan akan aku berikan diskon khusus untuk karyawan terbaik sepanjang masa. Follow me! Hyuuuuuk ...!"
Sudah hampir empat tahun berpisah. Kini, ketiganya menjadi teman, bukan lagi karyawan dan bos. Kepergian Taksis kala itu memang sangat mendadak. Ia bahkan mengganti nomor telepon dan hanya menyisakan Mulan seorang sebagai daftar kontak yang masih intens dihubungi selama bersembunyi.