Chapter 1
Malam yang sunyi, angin bertiup dengan lembut.
"Tolong berhenti."
Permaisuri, Valerie, tampak begitu cantik di bawah sinar rembulan yang redup. Kulit pucat dan mulusnya seperti bulan putih dan ciri-ciri klasiknya yang cantik namun terlihat agak sedih.
“Permaisuri, Anda tidak bisa melangkah lebih jauh lagi.”
Ketika pelayan itu membujuknya, Valerie hanya tersenyum tipis dan terus melangkah. Valerie baru berusia 20 tahun, tetapi wajah cantik dan mudanya sudah memiliki senyum yang lelah.
"Ya, benar. aku sudah memutuskannya."
Valerie dulunya adalah gadis yang penuh dengan impian dan cinta. Terlahir sebagai satu-satunya putri dari kerajaan Louise, Valerie adalah seorang putri. Dia adalah gadis yang lugu jauh sebelum dia menjadi seorang permaisuri. Namun sekarang, setelah hanya tiga tahun menikah, hanya keadaan ini yang tersisa lelah dan kesepian.
“Tempat ini tidak bisa dimasuki, Taman ini, taman Rahasia emperor. Tempat terlarang !” ucap pelayan itu pada Valerie.
“Aku sudah tahu itu.” Jawab Valerie acuh tak acuh.
Valerie memandangi pelayan itu. Mata birunya yang cerah, dan tampak tenang, dipenuhi dengan kepasrahan. Tapi ada juga keinginan yang tak tergoyahkan dalam dirinya. Valerie telah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya yang tidak bahagia hari ini.
"Yang Mulia, tolong..."
“Dari sini aku akan pergi sendiri.” Ucap Valerie dengan anggun.
Pepohonan bergetar tertiup angin malam. Tanpa izin, Valerie memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya ke taman rahasia milik Emperor. Pengawalnya berusaha menghentikannya, tetapi tidak mungkin menghentikan seorang Permaisuri, yang telah mempersiapkan hatinya untuk mengakhiri segala.
Sekarang, beberapa langkah lagi, dia bisa bertemu dengan Emperor. Emperor yang juga adalah suaminya, tetapi Valerie tidak tahu kapan terakhir kali dia bertemu dengan suaminya sendiri. Tak lama kemudian, Maximilian Edmund terlihat sedang memandangi bulan di bawah pohon eek.
Punggungnya tidak berubah sedikitpun sejak pertama kali mereka bertemu. Emperor muda yang bertubuh tinggi, mengesankan, dan karismatik masih tampan seperti tiga tahun lalu.
"Siapa disana ?" Suara Bariton memecah kesunyian malam.
Tiba-tiba ada suasana yang suram. Suara rendah dan hati yang dingin bisa terdengar.
"Aku menemui mu, Yang Mulia." Valerie memberi hormat.
Berpikir bahwa ini mungkin yang terakhir kali baginya, bahkan gerakan kecil pun sangat sulit didekatnya. Maximilian dengan santai membalikan tubuh gagahnya lalu menatap istrinya dengan mata hitamnya yang dingin.
“Ini adalah taman rahasiaku. Tidak peduli apakah kau seorang Permaisuri, Kau tahu kau tidak boleh masuk sembarangan."
"Maafkan aku. Karena tidak ada cara lain untuk bertemu Yang Mulia."
Mata hitam Maximilian dan fitur-fiturnya yang cerah mengarah ke Valerie tanpa ada emosi. Dahulu kala, sosok Maximilian yang sangat tampan dan mulia selalu ada di benak Valerie.
Mungkin Maximilian mencintainya. Mungkin. Tapi yang ada sekarang hanyalah kesedihan dan kesepian di dalam pernikahan ini.
Ini adalah cinta bertepuk sebelah tangan. Sungguh menyedihkan.
"Ada yang ingin aku katakan kepada Yang Mulia."
Maximilian mengerutkan alisnya yang bermartabat atas kata-kata Valerie. Hal yang paling dia benci adalah melanggar aturan dan melakukan sesuatu yang mengganggu. Dan kehadiran Valerie saat ini adalah keduanya.
“Well, Valerie Louise akan mundur dari permaisuri…”
Dahi Maximilian, yang sudah mengerutkan kening, kini menautkan alisnya.
“Itu konyol.” Suara dingin itu mencemooh.
“Tidak, aku telah memutuskan untuk mengakhiri pernikahan ku dengan mu, Yang Mulia.”
Huh, Maximilian mengeluarkan tawa dinginnya. Beraninya Valerie mengatakan apa yang tidak dia perintahkan dan putuskan ?
‘Menurutmu apakah ini tempat untuk orang-orang semacam itu ? bercerai ?”
Maximilian meremehkan keputusan sulit Valerie hanya sebagai dendam belaka. Seperti yang diduga, tebakan Valerie tidak salah.
Itu adalah fakta yang menyedihkan tapi beruntung. Valerie tidak ingin menyia-nyiakan sisa hidupnya hanya untuk menderita.
“Pernikahan ini hanya akan membuat semua orang tidak bahagia.” suara lembut dan tenang Valerie keluar dari bibir kecilnya.
Mata biru Valerie dipenuhi dengan penyesalan. Dia mengingat hal-hal luar biasa yang baru saja dia alami selama ini.
“Jaga lidahmu tetap di mulutmu.” balas Maximilian.
“Aku mengatakan yang sebenarnya.”
Keinginan misterius yang datang tanpa peringatan. Menghantam kenyataan di gelap dan sunyinya malam.
“Tidak ada kebenaran yang aku tidak tahu.”
"Namun aku lah saksi hidup dari kebenaran yang aku katakan."
Valerie menjalani hidupnya sebagai Permaisuri. Yang percaya bahwa suatu hari dia akan dilihat dan di akui. Tetapi pada akhirnya, suaminya hanya memerintah dan sibuk sebagai Kaisar tanpa memperdulikannya sama sekali.
Sementara itu, Valerie hampir memiliki anak dua kali, tetapi tidak satupun dari mereka sempat melihat terangnya dunia. Dan Emperor sama sekali tidak menanyakan kondisi Permaisuri lebih lanjut setelah kehilangan anaknya. Tidak ada kata, apalagi kata penghiburan untuk Valerie.
“Aku tidak ingin hidup menyedihkan. Tidak, aku tidak mau. "
Valerie, yang sudah berusia lebih dari 30 tahun, menyadari bahwa dia hanyalah boneka pelindung berpakaian Permaisuri. Tapi, sudah terlambat untuk menyadarinya. Valerie tidak bisa menjadi wanita yang spesial bagi Maximilian sampai akhir nafanya.
Itu adalah hidup yang tidak berarti. Wanita berdosa yang telah memutuskan keluarga kerajaan segera mengeringkan air matanya. Kemudian Valerie menjadi sangat sakit seperti bunga yang layu dan kemudian meninggal setelah lama menderita. Dan Emperor sama sekali tidak mendatangi Permaisuri sampai akhir nafasnya.
"Sekarang aku tidak menginginkan itu terjadi..."
Hal Itu adalah kematian yang sia-sia dalam kesepian. Tapi entah penyesalannya terlalu mendalam, Valerie kembali membuka matanya. Dia telah kembali ke hari sebelum kemalangan besar menghampirinya, yah… sebelum kematiannya di umur 30 tahun. Menurut pelayan yang melayaninya, Valerie terbangun setelah dia pingsan karena demam tinggi.
Valerie tidak tahu apakah dia sedang berimajinasi ketika dia koma atau dia memang benar-benar telah kembali dari kematiannya, tetapi ada satu hal yang pasti.
"Aku masih hidup."
Ketika Valerie melihat ke cermin, Valerie sungguh kaget karena wajahnya memiliki penampilan yang lebih muda dan sangat cantik. Ini adalah Valerie yang berumur dua puluh tahun, Valerie yang belum kehilangan kedua anaknya.
Dan itu sebelum dia layu dan kesepian di keluarga kerajaan. Ini adalah kesempatan baginya untuk memperbaiki segalanya. Valerie telah kembali dari kematiannya.
“Aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Permaisuri.”
Valerie tersenyum tipis pada Maximilian. Dia akan terus seperti itu. Bahkan sampai Valerie mati, Maximilian tidak tahu isi hati Valerie.
"Aku wanita lemah dan tidak bisa menghasilkan ahli waris untukmu."
“Siapa yang memutuskan itu?”
Ada amarah di mata Max, tapi Valerie tidak berhenti bicara.
“Aku tidak bisa menjadi orang berdosa bagi Kerajaan, jadi aku telah meminta mediasi dengan Vatikan.”
“A………… Apa !!?”
Wajah Max mengeras oleh kata 'Vatikan.' Dia buru-buru mendekati Valerie.
"Apa yang kau lakukan ? Beraninya kau meminta Vatikan untuk menengahi rencana mu ?"
Mata Max menatap Valerie dengan dingin.
Max telah bertempur tanpa akhir dengan Vatikan sejak penobatannya pada usia 16 tahun. Tidak dapat dimaafkan bahwa Valerie, yang sangat mengenal Max dengan baik, telah meminta bantuan dari Vatikan.
“Paus mengatakan pernikahan ini bisa diakhiri.”
“Apakah kau sudah gila?”
Paus Kerajaan mengabulkan perceraian dengan beberapa pengecualian. Selain itu, keluarga kerajaan Louise pada dasarnya dekat dengan Vatikan. Jadi, Paus tentu saja memihak pada Valerie.
"Iya."
Suara Valerie terdengar sangat jelas dan keinginan yang sangat kuat.
"Aku merasa lebih tenang dari sebelumnya."
Untuk pertama kalinya, Valerie berani menatap Max tanpa rasa takut.
"Aku ingin bercerai Yang Mulia dan kembali ke negeri asalku, Louise."
Valerie bukan berasal dari Empire tapi seorang putri dari Kerajaan Louise. Dia merasa getir karena mengira pernikahan politik mereka mungkin salah sejak awal.
"Apakah kau serius?"
Maximilian bertanya lagi.
"Ya."
Jawab Valerie tanpa ragu-ragu.
“Aku dengan tulus ingin bercerai dari Yang Mulia."
Mata Max mengeras seperti es.
"Benarkah ?"
Suara dingin menghantam telinga Valerie. Tidak jelas mana dari dua kata antara perceraian atau Vatikan yang membuat Max semakin murka.
"Kau tidak bisa memelukku bahkan jika kau menginginkannya."
Tapi sekarang suara Max tidak bisa menyentuh hati Valerie yang membatu.
"Terima kasih atas kebaikanmu."
Valerie menekuk lututnya untuk memberi hormat. Senyuman anggun terukir di bibirnya.
"Kalau begitu, aku dengan senang hati aku akan mundur dari posisi permaisuri."
Valerie mengucapkan selamat tinggal pada penderitaan panjangnya. Tidak ada perasaan sedih di mata gelap Max sampai akhir. Max hanya menatap Valerie sedingin biasanya.
Valerie untuk pertama kalinya membalikkan punggungnya di depan Emperor.
Itu adalah perpisahan yang mulus dan lancar.