Bab 5. Hanya Satu Tahun
Ariel mengerjapkan mata beberapa kali, berharap bahwa apa yang dia lihat ini adalah sebuah kesalahan. Tapi semakin banyak dia mengerjap, malah membuatnya semakin yakin bahwa apa yang dia lihat ini adalah nyata. Tidak salah sama sekali. Sosok pria yang berdiri tak jauh darinya adalah pria yang sering sekali bertemu dengannya, tanpa sengaja.
Ariel menjadi salah tingkah. Dia ingin berbalik pergi menghindar. Dia sangat malu bertemu pria kaya itu. Apalagi pria kaya itu tengah bersama dengan kakeknya. Rasanya dia ingin berlari sekencang mungkin. Tapi bagaimana bisa dirinya berlari?
Sial! Ariel terjebak. Dia memilih untuk menunduk. Tidak mau melihat ke arah pria kaya itu. Meskipun otaknya konyol, tetap saja Ariel memiliki urat malu. Tiga bulan lalu, dia mengatakan hal konyol pada pria kaya itu. Lalu sekarang semesta seolah mengajaknya bercanda mempertemukannya dengan pria kaya yang menyebalkan.
Shawn berdiri tegap di samping kakeknya yang mulai menyapa para dokter. Pria itu sedikit melihat ke arah kiri, namun seketika matanya melebar terkejut di kala melihat sosok wanita berkulit putih dan rambut cokelatnya diikat ke atas.
Shawn meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak, dia tidaklah salah sama sekali. Apa yang dia lihat ini adalah benar. Dia menyipitkan matanya menatap wanita konyol itu menundukkan kepala.
‘Kenapa dia ada di sini?’ batin Shawn dengan raut wajah kesal. Dunia seolah sangatlah sempit. Dia merasa bahwa wanita itu adalah wanaita berkelana. Setiap kali dirinya berada di banyak negara, malah kembali bertemu dengannya.
Shawn memutuskan bersikap acuh tak mengenal. Apalagi kakeknya terkadang suka berpikir yang tak waras jika dirinya memiliki teman wanita. Jadi, lebih baik dirinya memutuskan untuk tak mengenali wanita itu.
Well, bukan hanya Shawn saja yang berpura-pura tak mengenal, tapi juga Ariel berpura-pura tak mengenal. Dua orang itu seolah menjadi orang asing yang tak mengenali satu sama lainnya.
“Dokter Harmony,” panggil William dengan suara tegas.
“Ya, Tuan Geovan?” Harmony menghampiri William, dan menundukkan kepalanya di hadapan William.
William menatap lekat dan tegas Harmony. “Siapa dokter muda di sampingmu? Aku baru pertama kali melihatnya.”
Harmony menatap ke arah Ariel. “Ah, itu, Dokter Ariel, Tuan.” Dia memberikan isyarat pada Ariel untuk mendekat.
‘Sial sekali aku,’ batin Ariel. Terpaksa, dia menghampiri Harmony. Tidak mungkin dia mengabaikan Harmony. Kondisinya pemilik rumah sakit ingin mengenalnya.
“Tuan Geovan.” Ariel menyapa William dengan sopan.
Harmony menoleh pada Ariel. “Tuan Geovan, ini adalah Dokter Ariel, beliau dokter spesialis bedah umum. Hari ini adalah hari pertamanya masuk di Orlando Hospital.”
William mengangguk merespon ucapan Harmony. “Siapa nama panjangmu, Dokter Ariel?”
Ariel diam bingung untuk menjawab pertanyaan William. Dia ingin berbohong, tapi kartu identitasnya tertuliskan nama ‘DiLaurentis’.
Shawn yang berdiri di samping kakeknya sempat melirik Ariel sebentar. Tapi, dia segera membuang pandangannya, tidak mau menatap wanita itu lagi. Dia memilih untuk seolah tak mengenalnya.
“Nama Dokter Ariel adalah Dokter Ariel DiLaurentis, Tuan.” Harmony yang menjawab, karena kalau menunggu Ariel sama saja menunggu hari kiamat.
“DiLaurentis?” Kening William mengerut dalam.
“Aku hanya anak angkat di keluarga DiLaurentis, Tuan.” Ariel menjawab cepat. Lebih baik dirinya mengaku sebagai anak angkat, agar masalah tenang dan damai.
Mata Harmony melebar di kala mendengar apa yang Ariel katakan. Dia ingin menyela, tapi Ariel mencubit bokong Harmony hingga membuat Harmony menahan ringisan. Dalam hati, dia mengumpati Ariel yang mencubitnya.
William mengangguk samar. “Pantas aku tidak mengenalmu. Bagaimana harimu di Orlando Hospital? Kau menyukai bekerja di sini?”
“Sangat suka dan bangga. Bekerja di Orlando Hospital adalah impian para dokter,” jawab Ariel sopan.
William tersenyum samar dan mengalihkan pandangannya menatap Shawn. “Dokter Ariel, perkenalkan ini salah satu cucu kebanggakanku. Dia Shawn Geovan.”
Shawn dan Ariel saling melemparkan tatapan. Jika Shawn menatap dingin Ariel, lain halnya dengan Ariel yang menjadi kikuk dan malu. Wanita itu bingung bagaimana harus bersikap. Ingin rasanya melarikan diri, tapi itu pun bukanlah solusi paling tepat.
“Selamat pagi, Tuan Ka … maksudku Tuan Geovan.” Hampir saja Ariel ingin menyebut Shawn sebagai Tuan Kaya.
Shawn hanya mengangguk singkat merespon sapaan Ariel. Dia tidak berkata apa pun. Dia tetap mempertahankan ego dalam dirinya. Dia akan seolah bertindak tak mengenali Ariel.
“Wajahmu tidak asing, Dokter Ariel. Sepertinya aku pernah melihatmu,” ucap William datar sambil menatap Ariel.
Ariel tersenyum. “Tuan, mungkin Anda pernah melihatku di rumah sakit.”
“Kau benar.” William mengangguk-angguk.
Lalu, tatapan William teralih pada semua dokter yang ada di sana. “Aku ingin memberi tahu kalian bahwa keputusan tertinggi dalam Geovan Group sudah berada di tangan cucu pertamaku; Shawn Geovan. Ke depannya, jika ada membutuhkan persetujuan, kalian bisa langsung ajukan pada Direktur Rumah sakit, dan nantinya Direktur Utama rumah sakit, akan mengajukan pada cucuku.”
Para dokter di sana mengangguk sopan dan tersenyum merespon ucapan William.
“Cucuku cukup sibuk karena sering pergi ke luar negeri. Asisten pribadi cucuku akan membantu.” William kembali berbicara.
“Baik, Tuan Geovan.” Para dokter menjawab serempak sopan.
“Sekarang kalian kembalilah bekerja. Aku dan cucuku akan ke ruang kerja kami.” William segera melangkah pergi, meninggalkan tempat itu bersama dengan Shawn. Pun para dokter langsung pergi di kala William dan Shawn sudah pergi. Para pengawal tentunya berdiri di samping William dan Shawn.
Ariel mendesah lega di kala Shawn sudah pergi. Dia bersyukur karena Shawn juga bersikap seolah tak mengenalinya. Astaga! Dia sangat malu. Takdir macam apa ini? Kenapa dunia sempit sekali?
Harmony memukul bahu Ariel. “Ariel, apa kau sudah gila?! Kenapa kau bilang pada Tuan Geovan, kau adalah anak angkat di keluarga DiLaurentis?”
Ariel menatap Harmony. “Anak kandung pun aku tidak pernah dianggap. Jadi lebih baik aku mengaku sebagai anak angkat saja.”
“Kau sudah gila, Ariel. Itu sama saja kau sudah membohongi Tuan Geovan.”
“Bohong putih dalam keadaan mendesak, bukanlah sesuatu hal yang salah. Lagi pula, kehidupanku tidak ada yang istimewa, Harmony. Tidak masalah.”
Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia kali ini tidak bisa berkomentar lagi. Dia mengerti alasan kenapa Ariel tak ingin mengaku sebagai bagian DiLaurentis.
“By the way, kau sudah lihat Tuan Shawn Geovan, kan? Dia sangat tampan dan gagah. Oh, God! Parfume yang dipakainya membuatnya sangat jantan,” kekeh Harmony.
“Sudahlah, jangan membahas Tuan Kaya itu.” Ariel kesal.
“Hm? Tuan Kaya?” Kening Harmony mengerut dalam, menatap bingung Ariel.
Ariel menghela napas dalam. “Maksudku jangan berbicara konyol. Lebih baik kita bekerja.” Lalu, dia segera menuju ke ruangannya.
“Ck, Ariel! Kau tidak mau berkeliling rumah sakit dulu?” Harmony berlari pelan menyusul Ariel yang sudah lebih dulu meninggalkannya.
***
William duduk di kursi kebesarannya yang ada di Orlando Hospital. Pria itu menyesap vodka yang baru saja dia tuang. Shawn yang juga ada di sana berdiri tak jauh dari posisinya duduk.
“Grandma sudah memintamu mengurangi minum alkohol,” tukas Shawn mengingatkan kakeknya.
William menggerakkan gelas sloki di tangannya. “Aku ini belum terlalu tua. Grandma-mu terlalu berlebihan.”
Shawn sedikit berdecak pelan. Kakeknya itu memang sangat sulit diberi tahu jika menyangkut tentang larangan minuman beralkohol.
“Shawn,” panggil William dengan aura wajah yang serius.
Shawn menatap William. “Ada apa?”
“Apa kau ingin ikut kencan buta? Rencananya besok aku akan mendaftarkanmu.”
“Grandpa, Moses kau paksa kencan buta saja, dia melarikan diri darimu. Kenapa malah sekarang kau mengikuti kencan buta?”
“Shawn, kau adalah cucu pertama di Geovan. Kau sama sekali tidak memiliki tanda-tanda memiliki kekasih. Setelah kau berpisah dengan Nicole, aku tidak pernah mendengar kau dekat dengan wanita manapun. Jangan katakan padaku kalau kau masih menaruh perasaan pada Nicole?” Mata William menatap dingin Shawn.
Shawn berdecak. “Nicole sudah menikah, Grandpa. Perasaanku padanya hanya sayang sebagai adik. Tidak lebih. Kau jangan konyol.”
“Kalau begitu kau ikut kencan buta.”
“Aku tidak tertarik ikut acara tidak jelas.”
“Atau kau mau aku kenalkan dengan cucu dari rekan bisnisku?”
“Kau sudah sering mengenalkanku, tapi tidak ada yang cocok.”
William menatap kesal Shawn. “Bagaimana cara untuk cocok, kalau berkencan saja kau selalu menolak! Bagaimana kau ini! Apa kau ingin aku cepat mati, karena terlalu lama menunggumu menikah?!”
Shawn berusaha bersabar dan mengalah. “Grandpa, aku akan memiliki kekasih nanti di waktu dan cara yang tepat.”
“Kapan?”
“Di moment yang pas, Grandpa.”
“Bagaimana kalau kau coba dekati dokter di sini? Aku lihat dokter di sini cantik-cantik. Ah, Dokter Ariel paling cantik. Dia Dokter spesialis bedah—”
“Tidak!” Shawn langsung menyela cepat.
Kening William mengerut. “Kenapa kau langsung berkata tidak?”
Shawn kembali berusaha bersabar. “Come on, Grandpa. Aku masih fokus dengan urusan perusahaan. Kau memintaku menanggung banyak beban. Bersabarlah. Aku pasti akan menikah di waktu yang tepat. Aku pastikan kau masih tetap ada di dunia ini, saat aku menikah nanti. Tuhan akan memberikanmu panjang umur.”
William menyandarkan punggungnya dan menatap tegas Shawn. “Alright, aku menunggu satu tahun untuk kau menemukan belahan jiwamu. Jika lewat dari satu tahun, kau tidak bisa menemukan belahan jiwamu, aku yang akan mencarikan belahan jiawamu.”
Shawn ingin sekali mengumpat kasar di kala mendengar apa yang kakeknya katakan. Tapi pria itu tidak pernah bicara kasar di depan kakeknya sendiri. Dia sangat menghormati kakeknya itu.