Bab 2. Kembali Dipertemukan Dalam Keadaan Berbeda
Suara bentakan keras tak membuat Ariel gentar ataupun takut. Kondisi yang memaksanya untuk melakukan sebuah tindakan gila. Kalau saja dirinya tidak berada di ambang bahaya, mana mungkin dirinya mencium seorang pria.
Tapi tunggu! Raut wajah Ariel menunjukkan keterkejutan sekaligus kebingungan. Wanita itu seolah mengenali sosok pria tampan yang membentaknya ini. Matanya mengerjap beberapa kali—dan meyakinkan bahwa apa yang dia lihat ini tidaklah salah.
“K-kau … k-kau Tuan kaya yang pernah menjadi pasienku, kan? Tidak, maksudku keluarga pasienku.” Ariel tak mungkin lupa pada sosok pria tampan dan kaya yang merupakan keluarga pasien yang dulu dia tangani. Selain itu, dia pun dulu pernah tersangkut masalah.
Shawn berdecak kesal. “Dan kau dokter ceroboh yang pernah menabrak mobilku, kan?” serunya mengungkit-ungkit kejadian lampau.
Shawn Geovan—pria tampan dan gagah itu—tak mengira akan kembali dipertemukan dengan dokter konyol. Tepatnya dia tak mungkin lupa beberapa kejadian yang membuatnya dipertemukan dengan sosok wanita di hadapannya.
Mulai dari wanita konyol di depannya pernah menabrak salah satu mobilnya, lalu yang kedua di kala salah satu keluarganya harus dirawat oleh wanita konyol yang ternyata dokter di salah satu rumah sakit.
Sekarang kesialan kembali tiba. Shawn yang tengah mengurus pekerjaannya, tapi kembali dipertemukan dengan wanita konyol. Hal yang paling gila adalah wanita itu masuk ke dalam mobilnya memakai gaun pengantin, dan mencium bibirnya!
Ariel menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “Tuan kaya, kau kan kaya raya, jadi kau tidak menuntut ganti rugi atas kerusakan mobilmu, kan? Ah, untuk masalah ciuman tadi, maafkan aku. Tapi harusnya kau merasa beruntung. Kau adalah pria pertama yang aku cium. Aku belum pernah berciuman dengan pria mana pun.” Kata-kata polos Ariel lolos begitu saja di bibirnya tanpa pikir panjang.
Shawn menatap dingin Ariel. Ada sesuatu menggelitik di dalam dirinya mendengar pengakuan Ariel yang mengatakan wanita itu baru pertama kali berciuman. Tapi siapa peduli? Shawn malas bertemu dengan wanita konyol di depannya ini.
“Keluar dari mobilku sekarang!” bentak Shawn meminta Ariel untuk turun.
Ariel menggeleng. “Untuk kali ini, dengan sangat memohon, aku memintamu, Tuan kaya, tolong antarkan aku ke hotel terdekat.”
“Kau pikir aku ini sopir taksi?!” Shawn melayangkan tatapan tajam pada Ariel.
“Tuan kaya, kali ini saja—” Ucapan Ariel terhenti di kala wanita itu melihat dengan jelas lima pengawal kembali muncul di hadapannya.
Ariel menjadi panik. Wanita itu menarik jas mahal Shawn sambil berkata cepat, “Tuan kaya, aku mohon bawa aku pergi. Jika kau menurunkanku di sini, mereka akan menculikku.”
Shawn menatap lima pengawal berbadan besar. Para pengawal itu seperti tengah mencari sesuatu. Jika Ariel tak berani turun, itu membuktikan bahwa apa yang dikatakan wanita itu benar.
Shawn mendengkus kasar. Dia ingin bersikap tak peduli, tapi kondisinya tak akan mungkin wanita di sampingnya ini mampu melawan lima pengawal itu. Entah apa yang terjadi sampai wanita di sampinya dikejar oleh lima pengawal—dalam kondisi memakai gaun pengantin.
“Tuan kaya, ayo cepat bawa aku.” Ariel menatap Shawn dengan tatapan mengiba.
Shawn berdecak. Pria itu langsung menghidupkan mesin mobil dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh—bahkan hampir menabrak lima pengawal itu. Tampak mata Ariel melebar terkejut di kala Shawn melajukan mobil dengan kecepatan penuh.
Buru-buru, Ariel memakai sabuk pengaman. Wanita itu memang sudah jenuh hidup di dunia fana ini. Tapi bukan seperti ini cara kematian yang dia inginkan. Oh, God! Kalau bukan keadaan mendesak, Ariel tidak akan mungkin meminta bantuan.
***
Hujan turun begitu deras membuat Shawn terpaksa mencari hotel yang terdekat. Dia pun mencari hotel yang tak ramai. Pasalnya dia tengah membawa seorang wanita dalam keadaan memakai gaun pengantin. Bisa-bisa dirinya akan masuk pemberitaan di media yang mengatakan bahwa dirinya membawa kabur mempelai wanita.
Shawn masuk ke dalam lobby hotel, bersamaan dengan Ariel yang juga mengikuti pria itu. Untungnya area di sekitar lobby tidak banyak orang. Jika saja ramai, sudah pasti Ariel akan menjadi tatapan banyak orang.
“Selamat malam, Tuan,” sapa seorang resepsionis sopan pada Shawn.
“Aku pesan dua kamar.” Shawn menyerahkan black card-nya pada sang resepsionis.
“Mohon tunggu sebentar, Tuan.” Resepsionis itu mulai memeriksa ketersediaan kamar. Lalu di kala sudah memeriksa, dia segera menatap Shawn dengan sopan. “Tuan, maaf kamar kami hanya sisa satu.”
Shawn mengangguk. “Baiklah, tidak masalah. Segera proses.”
Sang resepsionis tersenyum sopan dan mulai memproses pesanan kamar Shawn. “Ini, Tuan.” Resepsionis itu menyerahkan kunci hotel.
Shawn mengambil kunci hotel itu dan melangkah lebih dulu meninggalkan Ariel begitu saja. Tampak mata Ariel melebar di kala Shawn pergi meninggalkannya begitu saja, tanpa berkata apa pun.
“Eh, Tuan Kaya! Tunggu.” Buru-buru, Ariel mengikuti Shawn. Wanita itu sedikit kesulitan karena berjalan sambil menarik gaun yang dia pakai. Bukan hal mudah untuknya bisa menarik gaun pengantinnya.
Shawn masuk ke dalam kamar hotel yang sudah dia pesan, disusul dengan Ariel yang juga masuk ke dalam kamar. Raut wajah Ariel menunjukkan kekesalannya karena Shawn pergi begitu saja.
“Tuan kaya, kenapa kau hanya memesan satu kamar?!” seru Ariel jengkel.
Shawn menatap dingin Ariel. “Apa telingamu rusak? Resepsionis tadi mengatakan, kalau kamar hanya tersisa satu! Di luar juga hujan besar bersamaan dengan petir. Aku tidak mungkin mencari hotel baru. Kalau kau tidak suka, kau keluar saja! Cari sana sendiri hotel yang kau inginkan di tengah hujan besar!”
Bibir Ariel tertekuk dalam. Dia tidak memiliki pilihan apa pun. Kondisinya sudah dalam keadaan terdesak. Sialnya cuaca tidak mendukung. Tidak mungkin dia pergi. Bisa-bisa pengawal pribadi ayahnya menangkapnya.
“Baiklah. Kita bisa berada di kamar yang sama. Tapi tolong, kau jangan berbuat aneh-aneh. Aku masih perawan,” jawab Ariel polos dengan bibir yang tertekuk.
Mata Shawn melebar mendengar ucapan konyol Ariel. “Kau pikir aku tertarik padamu? Kau telanjang di depanku saja, aku tidak mungkin suka padamu! Lihat saja tubuhmu kurus seperti orang kekurangan gizi. Kau dokter, tapi tidak pintar merawat bentuk tubuhmu.”
Ariel tak terima. “Ck! Kau sembarangan. Aku ini selalu rajin berolahraga. Matamu tidak bagus, Tuan Kaya. Besok aku akan merekomendasikan dokter mata terbaik. Dia temanku. Aku akan memperkenalkannya padamu.”
Shawn mengatur napasnya berusaha tenang. “Lebih baik kau ke kamar mandi, ganti pakaianmu! Apa kau menyukai terus menerus memakai gaun pengantin?!”
Ariel mengerutkan keningnya. “Apa pakaian gaun pengantin seperti ini, membuatmu tergoda, Tuan Kaya?”
Shawn ingin mengumpat kasar. “Bukan tergoda, tapi kau membuatku seolah seperti membawa kabur pengantin wanita! Cepat kau ke kamar mandi dan pakai bathrobe untuk sementara!”
Ariel mencibir. “Kau galak sekali, Tuan Kaya.”
Ariel melangkah masuk ke dalam kamar mandi—sialnya kakinya tersandung dengan gaun pengantinnya. Refleks, Shawn menangkap tubuh Ariel. Namun, sayangnya Shawn kehilangan keseimbangan. Pria itu terjatuh di lantai bersamaan dengan Ariel.
Ya, posisinya menjadi canggung karena Ariel menindih tubuh Shawn. Mereka saling menatap dalam satu sama lain. Tatapan yang seolah hanyut membawa mereka ke hutan. Akan tetapi, ingatan mereka teringat akan sesuatu. Mereka sama-sama terkejut akan kondisi posisi yang intim.
“Kau benar-benar menyusahkanku!” Shawn menyingkirkan tubuh Ariel yang ada di atas tubuhnya.
Ariel bangkit berdiri susah payah. “Aku juga tidak mau jatuh. Salahkan gaun pengantinku. Kenapa gaun pengantin panjang sekali.”
“Kalau gaun pengantin pendek, namanya bukan gaun pengantin, tapi mini dress,” seru Shawn jengkel—dan direspon anggukan kepala oleh Ariel.
“Kau benar, Tuan Kaya. Aku ingin mengganti pakaianku dulu. Tolong kau jangan mengintip.” Ariel menarik gaun pengantinnya sampai ke betis—lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Shawn menggelengkan kepalanya, berusaha mengatur perasaan kesal menatap Ariel yang sudah lenyap dari pandangannya.