Ringkasan
NOVEL INI SUDAH TAMAT Taran seorang duda yang sukses, memiliki adik bernama Kejora. Taran memerlukan asisten manajer artis untuk menghendel semua pekerjaan Kejora mulai dari sekolah hingga manggung. Taran mendapat rekomendasi seorang mantan manajer artis ternama bernama Resti untuk Kejora. Pertama kali mengenal Resti, ia tidak suka dengan kehadiran wanita itu, karena semenjak Resti menginjakkan kaki ke rumahnya, Resti sudah berani mengobrak abrik dapurnya. Baginya Resti adalah wanita yang tidak sopan. Perselisihan terus terjadi antara Taran dan Resti. Namun sang adik Kejora justru tidak mau lepas dari Resti. Hari demi hari, hubungan perselisihan mereka berkurang, kini justru menjadi lebih hangat. Taran menyadari bahwa ada Ben pria yang dekat dengan Resti. Ia harus bersaing dengan pria itu. Taran merasa tertantang untuk mendapatkan Resti ke dalam hidupnya, tidak peduli dengan persaingan sengit yang pasti ia ingin Resti bersamanya. "Kembali adalah sebuah kenyamanan emosional," Mince terpana mendengar jawaban cerdas Arnold, dia benar-benar piawai merangkai kata-kata. Ini bukanlah Arnold yang dulu selalu puitis, tapi di sini dia lebih mengandalkan logika. "Aku ingin menjalin hubungan denganmu lagi,"
BAB 1
"Ya enggak bisa gitu lah pak, ini kan bukan kerjaan saya. Masa' saya yang ngerjain," Mince bertolak pinggang, melihat berkas-berkas ijin prusahaan di meja kerjanya. Sambil memandang pak Hilman, yang sedang menatap layar komputer.
"Enggak apa-apa lah, kamu bantu bu Ghea, dia kan sekretaris pak Adi,"
"Mau sekretarisnya pak Adi saya juga enggak peduli kali pak. Pokoknya saya enggak bisa ngerjain ini, enak aja. Kerjaan saya juga banyak, liat nih form saya banyak, schedule anak-anak juga belum saya input ditambah ini lagi. Si Ghea cuma bisa cantik-cantik doang. Emangnya kerjaanya ngapain?," dengus Mince, Walau ia hanya seorang admin biasa, bukan berarti ia tidak diperlakukan adil.
Pak Hilman melirik Mince yang sudah manyun satu senti, "Ya sudah, Biar saya yang bicara sama Ghea,"
"Gitu kan enak, enggak bisa limpahin ke saya pak,"
Mince tersenyum penuh kemenangan menatap pak Hilman yang kini berada di pihaknya. Ini merupakan setahun ia bekerja di Zuri Hotel sebagai admin human resource.
Human resource (HR) merupakan bagian penting bagi perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah ataupun perusahaan besar. Seorang Admin HR memegang peranan penting dalam manajemen sumber daya perusahaan, mengurusi administrasi personalia, rekrutment, dan evaluasi karyawan.
Ia bekerja di sini atas rekomendasi dari Ibas sahabatnya yang bekerja di Swiss Hotel. Ia akan berterima kasih kepada Ibas karena sudah mencarikan pekerjaan yang layak untuk dirinya. Setidaknya ia berkerja di office, bukan tukang bersih-bersih. Jika tidak, sudah ia pastikan nganggur dan berteman sama si Sinem bertahun-tahun lamanya.
Mince memandang pak Hilman berdiri mengambil berkas-berkasnya, "Saya keruangan pak Adi dulu,"
"Iya, pak,"
"Pak Adi jadi mau keluar dari sini,"
"Iya,"
"Resign kemana pak?,"
"Katanya sih balik ke Bali lagi,"
"Terus pengganti beliau siapa pak?,"
"Pengganti temannya pak Adi,"
"Kapan pak?,"
"Perpisahaanya, nanti jam 3 di Ulin Kariung, sekalian memperkenalkan GM baru,"
Pak Hilman melirik Mince selaku adminya berparas cantik itu. Selama wanita itu bekerja dengannya, dia bisa diajak kerja sama,
"Kenapa?,"
"Cuma nanya aja kok pak," Mince duduk ke kursinya kembali.
"Oiya, nanti ambil kartu jamsostek,
"Iya pak, nanti saya ke sana,"
Mince tersenyum memandang pak Hilman keluar dari ruangan membawa berkas-berkas ijin perusahaan. Mince memandang layar komputer menekuni pekerjaanya kembali. Beberapa menit kemudian ia mendengar suara ponselnya bergetar, ia menatap ke arah layar persegi itu.
"Sinem Calling,"
Mince menggeser tombol hijau pada layar, "Iya bi,"
"Non, ibu muntah-muntah,"
Mince memijit kepala mendadak hatinya sesak mendengar sang bunda sakit lagi. Sudah berapa bulan ini ibunya mengalami penyakit diabetes melitus. Yang menyebabkan akumulasi menumpuknya kadar gula dalam darah dan berada di atas ambang normal yang bersifat kronis dan jangka panjang. Berat badan bunda mengalami penurunan secara berangsur-angsur. Di akibatkan glukosa tidak bisa diserap secara optimal oleh tubuh.
Diabetes penyakit yang disebabkan oleh kelainan reaksi kimia dalam hal penggunaan karbohidrat, lemak, dan protein karena kekurangan insulin. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas untuk mengatur jumlah gula dalam darah.
Cara ampuh mencegah penyakit diabetes melitus dengan mengubah pola hidup yang sehat. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, tapi hanya bisa dikendalikan. Penanganan yang salah akan membuat penderita makin menurun dan beresiko kematian.
Ia sebenarnya ingin berhenti kerja saja fokus untuk kesehatan bunda. Tapi apalah daya, ia juga di sini membantu kondisi perekonomian ke dua orang tuanya. Ia bukanlah tumbuh dari keluarga kaya raya yang bergelimang harta, ia hanya wanita biasa-biasa saja. Jika ia masih kerja sebagai manajer Putri, ia tidak sesusah ini, uang mengalir deras di Atm miliknya.
Tapi sekarang Putri tidak lagi menjadi artis, dia sudah bahagia dengan keluarga barunya di London. Sebenarnya penghasilan dari manajer Putri sudah lebih dari cukup bahkan ia bisa membeli mobil. Sekarang mobil kesayangan itu sudah ia posting di media sosial untuk di jual demi pengobatan bunda. Ia bersyukur ada Sinem yang masih setia menemaninya, itu juga karena gaji Sinemmasih di bayar oleh Putri.
Mince melirik jam melingkar ditangan menunjukkan pukul 11.30. Ia tidak enak meminta izin keluar lagi sama pak Hilman, karena kemarin ia juga sudah keluar meminta izin. Tapi mendengar ini, ia akan meminta izin lagi.
"Ayah di mana bi?," tanya Mince.
"Ada non, ini bapak keluarin mobil mau di bawa ke rumah sakit,"
"Yaudah nanti, aku minta izin pulang awal langsung ke rumah sakit,"
"Iya non, udah dulu ya non, bibi mau gantiin baju ibu dulu,"
"Iya bi,"
Mince meletakan ponsel di atas meja. Jika seperti ini ia sulit fokus untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menumpuk. Rasanya baru kemarin bunda mengasuh dan membesarkannya penuh kasih sayang. Kini bunda semakin menua dan renta, karena kehilangan bobot tubuh yang drastis.
Emosi yang ia rasakan saat ini tentu saja panik, dan sedih. Ia adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap orang tuanya. Karena ia adalah anak satu-satunya. Ia tidak ingin orang yang paling menyesal di dunia ini jika beliau sudah tiada.
Mungkin ia akan membatalkan hadir diperpisahan pak Adi nanti sore. Ia lebih baik langsung cabut ke rumah sakit demi menyemangati bunda. Mince kembali menekuni pekerjaanya, setelah ini ia akan pergi ke kantor BPJS ketenaga kerjaan, karena ada laporan keluar karyawan pada bulan ini, sekaligus mengambil kartu karyawan.
Mince memandang ke arah pintu, ia menatap Dina temannya yang berprofesi sebagai admin house keeping. Mince tersenyum menatap Dina itu. Wanita itu mendekat dan lalu duduk di kursi kosong tepat dihadapannya.
"Hai,"
"Hai juga," Mince kembali menatap ke arah layar komputer.
"Sibuk?,"
"Lumayan, kenapa?,"
"Gue mau cuti,"
"Tumben, cuti kemana?,"
"Ke Jogja, sama cowok gue," Dina menyerahkan form cuti kepada Mince. Ia memandang kesedihan pada wajah cantik itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada temannya ini.
Yang ia ketahui bahwa Mince adalah wanita cantik berumur 28 tahun, dan dia masih lajang. Padahal di hotel ini banyak sekali laki-laki menaruh hati kepadanya, termasuk executive housekeeper atasannya. Namun sayang semuanya selalu gagal mendapati hati wanita ini.
Entahlah laki-laki seperti apa yang Mince inginkan. Mince pernah bercerita kepadanya, bahwa dulu dia pernah jatuh cinta dengan seorang laki-laki yang mampu membuat hatinya bergetar, namun sayangnya gagal, dia telah memiliki istri dan anak. Sepertinya Mince sudah terlanjur patah dan tidak ingin patah lagi.
"Kayak bulan madu aja lo," Mince lalu terkekeh menutupi rasa sedihnya. Sebenarnya ingin menangis mengingat bunda yang kini terbaring di rumah sakit.
Dina menarik nafas, menompang tangannya ke siku menatap Mince yang penuh kesedihan,
"Lo ada masalah?,"
Mince menatap Dina yang sedari tadi memperhatikannya, seketika hatinya sulit bernafas, seolah-olah Dina mengetahui apa yang telah terjadi padanya. Adakalanya ia perlu sandaran untuk meredakan tangis.
"Enggak ada kok," ucap Mince parau.
"Min, cerita sama gue, ada apa?,"
Seketika air mata jatuh dengan sendiri, ia dengan cepat menepis air mata itu, "Bunda gue masuk rumah sakit lagi Din," kata-kata itu meluncur mulus dibibirnya.
"Gue enggak tau mau ngapain, pikiran gue saat ini bunda,"
Dina menegakkan tubuh mendekati Mince, ia lalu memeluk tubuh sahabatnya itu, "Yang sabar ya Min,"
"Gue tau lo cewek tegar kok, lo harus kuat menghadapi semua, bunda lo pasti baik-baik aja,"
Mince hanya bisa menangis dipelukkan Dina, dengan menangis seperti ini membuat hati sedikit lebih tenang.
"Makasih ya Din,"
Dina melonggarkan pelukkanya, menatap mata Mince yang sudah sembab, "Lo ijin pulang aja sama pak Hilman, langsung cabut,"
"Maunya sih gitu, tapi gue ngerjain kerjaan gue dulu,"
"Ya elah keadaan seperti ini mikirin kerhaan, cabut aja kenapa sih, enggak apa-apa kok. Pak Hilman juga ngerti. Lagian anak-anak juga sibuk persiapan perpisahan pak Adi untuk nanti sore,"
"Kemungkinan gue enggak hadir acara perpisahan pak Adi,"
"Enggak apa-apa, lagian lo enggak terlalu penting juga, siapa pengganti GM baru di hotel ini,"
"Iya sih, enggak penting juga. Enggak ada hubungan juga sama gue, cukup tahu aja," Mince mengambil tisu lalu mengusap air mata dan terkekeh. Ia hanyalah sebagian keryawan kecil di sini.
"Udah jangan sedih lagi, nanti nyokap lo tambah sedih liat lo kayak gini,"
"Iya sih,"
"Makan yuk, udah jam 12 nih, gue laper," Dina menenangkan Mince.
Mince menarik nafas menatap form form yang ada di atas meja, "Tapi kerjaan gue banyak,"
"Udahlah dikerjain nanti aja, lo harus makan dulu biar kuat,"
"Kuat ngapain?,"
"Kuat bercinta," timpal Dina.
"Itu sih lo, bukan gue,"
Seketika Dina tertawa ia melirik Mince berdiri di sampingnya, "Bercinta itu asyik tau,"
"Ya asyiklah, kalau enggak asyik orang enggak mungkin bela-belain bulan madu sampai ke ujung dunia demi buat anak banyak-banyak," ucap Mince asal, melangkah keluar dari office.
"Emang lo pernah ngerasain?,"
"Enggak,"
"Nanti kalau udah punya pacar dicoba aja,"
"Ogah,"
"Enak tau,"
"Ih apaan sih lo,"
"Gue pernah coba sama pacar gue, rasanya enak,"
"Ih ...,"
"Makanya cari cowok, biar bisa enak-enak,"
"Ih Dina !, lo apa-apaan sih cerita ginian,"
"Biar lo tau lah,"
"Asemmm,"
Tawa Dina kembali pecah, mereka berjalan menuju EDR. Ia senang melihat Mince kembali tertawa. Ia tahu bahwa wanita cantik ini begitu menyayangi ibunya lebih dari apapun. Sehingga rela menjual barang berharga miliknya demi pengobatan sang bunda. Ia sengaja berbicara seperti ini demi melihat tawa Mince.
****