Bab 3 Saling memenuhi gairah satu sama lain
“Tante tidak usah khawatir, aku sudah besar, kalau lapar pasti aku akan makan.” Jawab Fardan sekenanya. Awalnya Fardan tadi ingin melakukan lebih jauh tapi dia merasa Mirna begitu mudah dia kalahkan jadi Fardan menahan diri dan membiarkan Mirna lepas dari tahanannya.
“Ya, tapi kalau kamu nggak makan, atau telat makan nanti kamu bisa sakit! Tante nggak mau kamu sampai nggak masuk sekolah, apalagi sebentar lagi ujian!” lanjut Mirna.
“Tante kalau terlalu perhatian sama Fardan, Fardan bisa salah paham.” Pancing Fardan.
“Ngomong apa sih kamu? Sudah jelas Mama dan Papa kamu yang menitipkanmu sama Tante, jadi Tante harus menjagamu dengan baik.” Elak Mirna. “Kamu cepatlah makan!” perintah Mirna lagi.
Fardan tersenyum lalu menatap penampilan dirinya sendiri. “Dengan tubuh telanjang begini?” tanya Fardan pada Mirna.
“Pakai baju dulu.” Jawab Mirna dengan wajah memerah.
Sikap Mirna yang lembut dan mendominasi sebagai wanita yang membuat Fardan tertarik sekaligus menjadi sosok pengganti Mamanya yang sudah meninggal. Tipe wanita seperti Mirna yang Fardan inginkan, karena sudah ada Mirna di sisinya selama ini, hal itu membuat Fardan enggan melihat ke arah gadis lain. Meski sebelumnya Fardan sempat menyimpan kebencian di dalam hatinya, Fardan akhirnya luluh juga karena Mirna tidak pernah bersikap kasar atau memperlakukan Fardan dengan buruk.
Fardan melepaskan haduknya, dia juga tidak menutup pintu dan membiarkan Mirna terus berdiri di luar pintu kamar Fardan yang terbuka.
Ketika Fardan sakit, yang merawatnya juga Mirna, mengganti baju menyuapi makan, bahkan tanpa memakai baju pun Mirna juga sudah pernah melihatnya.
Fardan mengambil kaos santai juga celana pendek, Mirna melihat pakaian Fardan yang dipakai saat di rumah hanya itu-itu saja, padahal masih ada baju yang lain. Pikir Mirna mungkin baju lama Fardan sudah kekecilan jadi besok Mirna berencana untuk membelikannya beberapa baju ganti dan perlengkapan lainnya.
Pengaturan kamar, warna gorden, bahkan perlengkapan pria yang dipakai mandi dan parfum semuanya Mirna yang memilihnya untuk Fardan.
“Ayo,” Fardan mengukir senyum di bibirnya, meski Mirna ingin marah padanya Fardan selalu yakin Mirna tidak sungguh-sungguh marah. Mirna hanya marah sebentar setelah itu akan menegurnya lagi untuk melakukan beberapa hal seperti sekarang.
Mirna sendiri merasa lega karena Fardan tidak membencinya seperti beberapa bulan awal-awal tinggil di rumah Mirna.
“Tante sudah nggak marah sama Fardan?” Tanyanya setelah mereka duduk di kursi ruang maakan.
“Marah? Kenapa?” tanya Mirna berpura-pura melupakan kejadian di dalam kamar Fardan satu jam yang lalu.
“Tadi Fardan sudah kelewatan, sudah bersikap kurang ajar sama Tante.”
“Makanlah, jangan bahas masalah itu lagi.” Tukas Mirna cepat.
“Jika yang melakukannya bukan Fardan apakah Tante akan membiarkannya begitu saja? Melupakannya seperti sekarang?” kejar Fardan. Dalam hati Fardan merasa cemburu dan tidak rela jika suatu hari nanti Mirna mengenal pria lain lalu melakukan tindakan seperti yang mereka lakukan sebelumnya.
Mirna meletakkan sendoknya. Tidak ada yang Mirna katakan pada Fardan, Mirna kembali teringat dengan masa lalunya.
***
Sebelumnya Mirna memang pernah hampir diperkosa dan Mirna memukul kepala orang itu sampai pingsan. Banyak darah di lantai, Mirna sangat takut sekali tapi Mirna juga tidak mengungkapkan semuanya apalagi melaporkan tindakan pria itu. Karena pria yang hampir memerkosa Mirna adalah Hermansah! Ayah kandung Fardan. Setelah Mirna berhasil lepas dari kejadian malam itu, Mirna mendapatkan telepon dari Aura – Mama Fardan bahwa Mirna harus menjaga Fardan dengan baik. Mirna baru tahu kalau itu adalah pesan terakhir Aura untuknya karena kediaman Aura dan Hermansah terbakar, mereka berdua tidak selamat dari kejadian malam itu.
Aura juga sempat melihat Hermansah begitu bernafsu saat menatap Mirna adik tiri Aura. Bahkan Hermansah bilang kalau dia ingin mengambil Mirna sebagai istri ke duanya. Aura sangat marah sekali dan dia tidak percaya ketika melihat Hermansah ingin memerkosa Mirna ketika Aura berada di luar untuk mengurus perusahaan. Ketika pulang ke rumah Aura mendengar teriakan Mirna dan melihat Mirna hampir berhasil disetubuhi, baju Mirna sudah berantakan dan terbuka di bagian sana-sini. Mirna yang tidak mau diperlakukan demikian langsung memukul kepala Hermansah dengan benda yang bisa diraihnya.
Melihat Aura menyaksikannya, Mirna sangat ketakutan karena darah dari kepala Hermansah keluar sangat banyak akibat pukulan Mirna. Aura meminta Mirna meninggalakan kediamannnya saat itu.
Tubuh Mirna gemetaran saat kembali memikirkannya, sebenarnya kejadian itu karena Hermansah juga sempat memergoki yang Mirna lakukan untuk mendapatkan kepuasan sendiri tanpa melakukan hubungan intim dengan pria mana pun. Hermansah tidak bisa menahan diri lantaran menyaksikan wanita yang dia inginkan terus mendesah-desah sambil menyentuh sisi intimnya sendiri dengan tubuh setengah telanjang.
***
“Tante? Tante sakit?” tanya Fardan. Pertanyaan Fardan menyadarkan Mirna dari dalam lamunan panjangnya.
“Jangan bertanya lagi tentang itu, Tante nggak mau membahasnya!” ujar Mirna.
Mirna mulai mengginggil lalu berniat berdiri dari kursi meja makan tapi Fardan langsung menggenggam erat lengan Mirna.
“Fardan hanya nggak mau kalau Tante begitu mudah menyerah! Fardan nggak rela kalau Tante disentuh pria kurang ajar!” tegas Fardan. “Tapi tadi Tante nggak sungguh-sungguh memukulku, Tante juga nggak sungguh-sungguh berniat melepaskan diri,” tuturnya pada Mirna.
“Kamu nggak usah cemas, Tante bisa jaga diri, kamu pikirkan saja ujian sekolahmu. Tante nggak mau kamu sakit atau tertinggal.”
Fardan menganggukkan kepalanya. “Tante makan dulu, masih belum habis nasinya.” Ujarnya pada Mirna.
Mirna segera duduk kembali dan menikmati makan malamnya. Fardan tahu di dalam kemeja putih Mirna, Mirna tidak pernah mengenakan penutup dada karena putingnya terlihat dari sisi luar kain, bagian intim lainnya juga hanya ditutupi dengan g-string yang sangat kecil dengan bahan brokat berlubang-lubang besar.
Fardan meliriknya sebentar, Mirna yang tidak begitu peduli dengan posisi duduknya membuat bagian bawah kemejanya terangkat ke atas. Pangkal paha mulus Mirna sudah terlihat.
Mirna sejak tadi menikmati makan malamnya tidak memperhatikan ke mana arah mata Fardan memandang. Ketika menoleh pada Fardan, Mirna baru menyadarinya.
“Fardan, Tante sudah kenyang, Tante pergi ke kamar dulu,” pamitnya.
“Tante! Kalau misalnya aku melakukan tindakan seperti tadi, apa Tante masih nggak marah?” tanyanya seraya terus menatap paha Mirna yang mulus.
“Aku bisa saja marah! Jadi, jadi jangan pernah melakukannya lagi.” Jawab Mirna pada Fardan.
“Aku bisa melakukannya untuk Tante! Tante tidak perlu melakukan itu sendiri!” serunya tiba-tiba.
Mirna kaget sekali dan berniat berdiri tapi Fardan tiba-tiba membuka paha Mirna di kursi dan menahan Mirna untuk tetap duduk di posisinya. Jemari tangan Fardan mulai memainkan sisi intim Mirna sambil terus menahan Mirna untuk tetap duduk dengan posisi paha mengangkang.
“Fardan! Akh! Apa yang kamu lakukan? Okh! Jangan! Jangan!” Mirna menatap jemari panjang Fardan tengah menggelitik bagian intim Mirna dan membuatnya menjadi basah.
“Tante keluarkan saja! Keluarkan cairan Tante!” bisik Fardan sambil mendekatkan bibirnya di bibir Mirna.
Mirna tadinya berusaha melepaskan lengan Fardan yang menahan tubuhnya di kursi tapi karena gagal Mirna hanya bisa menuruti Fardan dan membiarkan Fardan terus mengaduk dan menyentuh bagian intim Mirna dari sisi samping celana dalam Mirna.
“Basah sekali Tante,” bisik Fardan sambil menciumi bibir Mirna.
“Oooh, Fa, Tante nggak tahan, oooh, ohh, ohh, Fa!”
