Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Prolog

Rumah bak istana yang megah itu berdiri di tengah lahan yang luas, dikelilingi oleh taman yang rimbun dan bunga-bunga yang indah. Arsitektur rumah ini mencerminkan perpaduan antara gaya klasik dan modern, dengan detail ukiran yang menakjubkan di setiap sudut dan furnitur yang mewah di dalamnya. 

Namun di balik kemewahan yang dimiliki, rumah ini juga menyimpan banyak rahasia. Di kamar tidur utama, tempat Azizah dan suaminya berbagi cinta, suasana menjadi lebih gelap dan misterius. Dinding-dinding kamar ini dihiasi oleh lukisan-lukisan eksotis yang menggambarkan keintiman pasangan, dan di atas ranjang yang besar, seprai sutera hitam yang lembut menambahkan nuansa sensual. Di ruang ini, Alex menunjukkan sisi lain dirinya yang liar dan penuh gairah. 

Di bawah cahaya redup lampu tidur, tubuh mereka berpelukan erat, menciptakan harmoni antara kelembutan dan keganasan yang tak terduga. Namun, tak seorang pun di luar kamar ini yang mengetahui apa yang terjadi di balik pintu yang tertutup rapat.

"Umiii, kapan selesai datang bulannya, Abi udah ngga bisa tahan nihh !" ucap Alex, sang suami dari Azizah.

"Abi, mau di kulumin ngga ?" tawar Azizah, dia  langsung menghampiri Alex di atas kasurnya.

"Ya udah, tapi harus enak yah !" ucap Alex.

Azizah tidak melepas kimono mandinya, dan langsung saja berada di perantara pahanya Alex.

Dengan lembut, Alex mengelus objek yang mulai menegang di tangannya, menyebabkan sensasi nikmat mulai terasa. Setelah objek tersebut semakin keras, Azizah membuka mulutnya selebar mungkin agar dapat menampungnya. 

 "Ah!" jerit Alex pelan, ketika merasakan ujung objek tersebut mulai ditutupi oleh bibir Azizah.

Perlahan-lahan, sensasi nikmat yang dirasakan Alex semakin meningkat, dan Azizah pun semakin bersemangat untuk mengakomodasi objek yang semakin keras itu. Namun meskipun berusaha sekuat tenaga, Azizah hanya bisa menampung objek tersebut sampai setengahnya saja. 

 "Akhh!" pekik Azizah ketika Alex mulai menekan kepalanya. Air mata Azizah kembali mengalir, bukan karena benci atau marah pada Alex, melainkan karena desakan objek yang semakin ingin memasuki lebih dalam. Dalam kepasrahan, Azizah membuka mulutnya lebih lebar, dan dia memejamkan matanya seiring dengan gerakan maju mundur objek tersebut di dalam mulutnya.

Glok glokk glokk glokk glokk! 

Bahkan suara desakan itu semakin nyaring memenuhi ruangan kamar mereka.

Selang beberapa menit, akhirnya Alex merasa dia akan mendapatkan puncak kenikmatannya, kembali dia tekan kepala Azizah, dia tahan sampai,

Crooot croooottt croooottt croooottt! 

Cairan kental putih itu menyemprot dengan kuat ke dalam mulut Azizah. 

"Huuuppp!" napas Azizah tercekat, kaget akan semprotan yang begitu dahsyat, sehingga matanya yang tadinya terpejam, seketika melotot. Azizah melepaskan kulumannya, lalu menelan cairan kental tersebut. Glekk! Sementara itu, Alex mulai terpejam dan kembali tertidur dengan pulas. Inilah kehidupan Alex saat ini: makan, tidur, jalan-jalan, dan menikmati pelayanan istrinya yang setia. 

Namun, kekayaannya tak akan pernah habis, sebab setiap bulan, dia mendapat keuntungan investasi dari beberapa orang yang pernah dibantunya membangun bisnis. Sungguh, tak ada yang mustahil jika Sang Pencipta telah menentukan nasib. Setelah menunaikan tugasnya, Azizah kemudian merenungi wajahnya di depan meja rias, mempertanyakan nasib dirinya dan apakah akan ada perubahan dalam hidupnya bersama suaminya yang misterius ini.

"Tuhan, kuatkan hambamu untuk meladeni nafsu suamiku, dan aku mohon, berikan dia kesabaran!" Doa memohon dipersembahkan Azizah dalam hatinya.

Setelah memoles wajahnya dengan make up secukupnya, lantas mengenakan pakaian syar'i, Azizah merasa telah siap untuk menghadapi hari ini. Hidup bersama suami yang temperamental memerlukan kesabaran yang tak tertandingi, tapi di sisi lain dia ingin berupaya menjadi istri yang baik.

Dalam hembusan napas, Azizah berjalan ke arah teras rumahnya, menikmati udara pagi yang segar. 

 "Mbak, Marissa mana?" tanya Azizah lembut kepada Siska, baby sister yang bekerja di rumah mereka. 

 "Masih tidur, Non!" jawab Siska seraya tersenyum simpul. Setelab itu, Siska berlalu masuk ke dalam.

Marissa adalah anak kandung Alex, tapi bukanlah anak kandung Azizah sendiri. Namun, bukan berarti Azizah tak mencintai anak tiri tersebut.  Meski tahu tak pernah bisa menggantikan kehadiran ibu kandung Marissa, namun cinta Azizah padanya tulus dan tanpa syarat, seakan-akan Marissa adalah darah dagingnya sendiri. 

Saat Azizah tengah termenung, tiba-tiba terbersit ide di benaknya untuk membuat suaminya, Alex, tak terlalu sering meminta jatah kepadanya. Ia ingin agar Alex menciptakan sebuah bisnis jual beli agar waktu luangnya tak terlalu banyak.

"Kira-kira apa ya yang cocok untuk suamiku?" gumam Azizah dalam hati. 

Azizah tentu saja kebingungan, pasalnya selama mereka menikah, ia tidak sempat mengamati bakat-bakat yang dimiliki oleh Alex, kecuali kepiawaiannya di atas ranjang. 

"Hmm, nanti aku tanyakan langsung saja deh!" tambahnya lagi di dalam batin. 

Pada saat yang sama, di ruangan yang berbeda, seorang wanita juga tengah termenung. Wanita itu bernama Santi, asisten rumah tangga keluarga Alex.

Namun, dibandingkan merenungkan hal yang sama dengan Azizah, Santi justru merasa haus akan belaian seorang pria. Tak hanya itu, pikirannya bahkan melayang untuk membayangkan Alex, majikannya, memenuhi hasrat terpendam yang kian menggebu di dalam hatinya. Ketegangan emosi Santi tersirat dalam setiap tarikan napasnya, seolah-olah berharap ada keajaiban yang dapat mewujudkan keinginannya yang terlarang tersebut.

"Majikan ini benar-benar nggak ada penghargaannya ya, main di ruang tamu, main di dapur, main di mana-mana. Apakah mereka nggak sadar kalau di rumah ini ada orang lain juga, huh!" keluh Santi dalam hati.

"Non Azizah itu beruntung sekali, bisa mendapatkan suami kaya raya dan sangat memenuhi hasratnya," gumam Santi sambil merenung. 

Tak bisa dipungkiri, rasa iri dan penasaran muncul di benaknya. 

"Eh, kok tiba-tiba perasaan ini timbul ya?" Santi mencoba mengalihkan perhatiannya.

Pagi itu, Santi meminta izin kepada majikannya untuk istirahat, dia merasa tidak enak badan. Padahal, sebenarnya dia hanya ingin menenangkan dirinya agar terbebas dari godaan yang menghantui pikirannya. 

Santi saat ini berstatus janda tanpa anak, setelah memutuskan untuk meninggalkan suaminya yang tak mampu memberikan kepuasan hati. Hampir empat tahun lamanya, Santi belum pernah merasakan belaian kasih dari pria manapun lagi. Kini, rasa penasaran yang membayang-bayangi hatinya dianggap sebagai karma yang harus dihadapinya.

Santi merasa tak bisa menahan hasrat yang menjalar dalam tubuhnya di pagi itu. Semakin ia mengusap bagian sensitifnya, semakin ia merasa terbakar oleh nafsu tak tertahankan. Santi menyingkap gaun tidurnya dan menurunkan bagian dalamannya, seakan tak sabar lagi. Ia mengambil alat pemuas rasa keingintahuan yang dipesannya dari toko daring, berbentuk unik dan misterius. Dengan menahan rasa malu dan penasaran, Santi membayangkan mainan itu adalah penjelajah yang melintasi ruang dan waktu demi menemukannya di dunia nyata. Dalam lamunan, ia membisikkan 

"Oh, jelajahi tiap inci tubuhku, peluk dan buai aku dalam lautan kenikmatan ini!" Di saat yang sama, Santi menjelajahi batas tubuhnya menggunakan alat tersebut. 

 Perlahan namun pasti, irama permainannya semakin intens, persinggungan terasa menggairahkan. Dan dalam sekejap, Santi merasa terbang tinggi ke langit ketujuh, menembus awan-awan yang menghiasi dunianya. Tak henti-hentinya, ia merasa berputar dalam pusaran perasaan yang tak mampu dijelaskan oleh kata-kata.

Santi merasakan gelombang kenikmatan yang semakin memuncak, seolah-olah puncak kesenangan itu ada di ambang pintu. Suara lembut yang memecah kesunyian terdengar semakin keras, menggema di sekitar ruangan itu. Perlahan, ia merasakan bagaimana basah dan licinnya benda silikon itu semakin mempercepat irama gerakan tangannya. Tak terduga, pintu kamar terbuka tiba-tiba.

 Seorang pria setengah baya, berusia empat puluh tahun, berdiri di ambang pintu. Dia adalah Pak Herman, yang bekerja di rumah Alex sebagai penjaga pintu pagar atau menjaga keamanan. Tujuan dia menghampiri Santi hanyalah untuk mengantarkan sarapan, namun ketika mendengar suara desahan yang tertangkap telinganya, rasa ingin tahu dan kekhawatiran bercampur aduk di benaknya. Akhirnya, dia nekat membuka pintu tanpa mengetuknya. 

 Awalnya, pikiran liar membayangkan kalau Santi sedang terlibat adegan mesra dengan majikannya, namun ternyata apa yang terjadi di hadapannya jauh dari sangkaan. Di situ, Santi tengah merasakan pelampiasan hasrat semata, terjerat dalam maut cinta yang terlarang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel