
Ringkasan
Tentang fantasi liar anak tiri
Desahan
Semenjak mamanya menikah lagi, Safa benar- benar marah sekali.
mamanya benar- benar tidak memedulikannya. Bahkan biaya sekolahnya pun, Safa harus mencari sendiri.
Kini mamanya Safa sibuk dengan suaminya baru itu hingga lupa dan tidak memperhatikan Safa dengan baik.
Bahkan Safa harus rela lebih keras dalam bekerja untuk bisa membiayai sekolahnya sendiri.
Dia hanyalah seorang penulis novel online di platform asia. Namanya belum terkenal namun dari menulis itu ia bisa membiayai sekolahnya sendiri juga membeli apapun yang ia inginkan dengan uang hasil kerja payahnya sendiri.
“Kenapa sikap mama seperti itu? Aku sungguh tidak mengira jika mama akan secepat itu berpaling dari papa,” gumam Safa seraya memandangi naskah novelnya yang sudah 3 jam lamanya masih berjumlah beberapa kata itu.
Pikiran Safa sungguh berkecamuk saat ini, ia bingung dengan pikirannya sendiri.
Kini menulis novel begitu sulit sekali untuk menembus kontrak, jika hanya menulis dan mendapatkan bagi hasil, itu terlalu lama untuk Safa bisa menghasilkan uang.
Sedangkan minggu depan ia harus membayar uang iuran bulanan untuk bisa mengikuti ujian. Tidak mungkin Safa meminta mamanya.
Pasalnya mamanya sudah sesumbar jika ia tidak akan membiayai Safa selagi dia tidak bisa bersikap baik dan mengakui ayah tirinya.
Safa tidak bisa menerima secepat itu, tanah makam ayahnya masih basah, bagaimana bisa mamanya bersikap seperti itu. Bukankah itu terlihat keterlaluan.
“Bagaimana caranya bisa mendapatkan banyak uang? Kenapa semua platform menetapkan kebijakan yang sama sulitnya? Apa aku harus kerja part time?” gumam Safa yang kini dibuat hampir gila karena memikirkan bagaimana cara menghasilkan banyak uang demi bisa ikut ujian minggu depan.
Safa membuang napas gusar, memaksa dirinya untuk menulis demi mendapatkan sepeser uang dari hasilnya menulis demi bisa mengikuti ujian minggu depan.
***
Malam harinya, sekitar pukul 7 malam, Safa baru menyelesaikan tulisannya. Ya selama itu ia untuk bisa menyelesaikan satu bab.
Tapi yang sangat diacungi jempol adalah pilihan Safa ketika ia bosan menulis, yakni membaca buku bukan melakukan hal yang membuang waktu sia-sia.
Safa mengusap perutnya, terasa amat sangat lapar, pasalnya sejak pulang sekolah tadi, Safa langsung menulis hingga malam tiba ini dan belum makan apapun sejak siang tadi.
Dengan malas Safa beranjak dari kursinya, meregangkan otot-ototnya sebelum ia keluar dari kamar.
Safa memicingkan mata kebenciannya kala ia melihat mamanya sedang makan bersama dengan suami barunya.
“Lihatlah, dia jatuh cinta hingga lupa putrinya,” dumel Safa seraya berjalan mendekati mereka di meja makan.
“Safa, ayo makan sayang,” ajak Hunter begitu melihat Safa keluar dari kamarnya.
Leni menoleh, terlihat datar dan malas dalam kunyahannya kala melihat putri pembangkangnya keluar dari persembunyiannya.
Safa langsung duduk, sedikit berjarak dua kursi dari ayah tiri serta mamanya.
Leni yang melihat sikap Safa kurang sopan sontak langsung meletakkan sendok dan garpunya, menatap putrinya, “Bisa tolong jaga sikapmu? Bersikap baiklah. Jangan menunjukkan kebencianmu tepat di depan orangnya. Hargai dia, kelak dan selamanya, dia akan menjadi ayahmu.” Safa hanya diam dan asyik dengan makanannya. Mengunyah dengan nikmat seraya mengamati ponselnya.
Leni membuang napasnya masih berusaha sabar kala ia diabaikan oleh Safa.
“Berhenti menulis, kerjalah hal lain. Itu hanya membuang waktu, dari bulan lalu sampai sekarang, mana gajimu? Kamu benar- benar menulis atau sedang bermain-main? Jangan bilang jika menulis novel hanya kedokmu untuk bermalas-malasan di dalam kamar demi bisa menonton film kesukaanmu,” tuduh Leni membuat Safa mengangkat kepalanya dengan tatapan datar menatap mamanya dengan amat sangat malas.
Kunyahan Safa memelan, terlihat amat sangat malas.
“Kedok untuk bermalas-malasan? Selama Safa kelas 3 mama pernah enggak keluar biaya untuk sekolahku?” Leni langsung melengos dengan kesal.
Safa menyandarkan punggungnya dan mulai mengutarakan semuanya, “Selama ayah sakit, siapa yang menyumbang biaya administrasi? Kemana mama selama ayah sakit? Siapa yang mengurus semua biaya kematian ayah? Selama ayah sakit, siapa yang bertanggung jawab atas biaya listrik dan air di rumah? Semua aku bu yang nanggung. Mama sibuk bermain dengan suami muda mama ini.” Leni langsung menatap tajam dan marah Safa.
Hunter langsung beranjak dari kursi dan menarik tangan Leni untuk pergi dari meja makan demi menjaga ketentraman rumah agar tidak ada pertengkaran di antara mereka.
Safa berdecih, melengos dengan kesal kala mamanya langsung pergi begitu saja.
“Bagaimana bisa dia begitu patuh sekali dengan suami mudanya?” dumel Safa dengan heran dan kembali melanjutkan makannya.
Tak lama ponsel Safa berdering, terlihat nama Yona di sana.
“Halo Yon,” jawab Safa seraya mengunyah makanannya.
“Safa aku punya berita hot banget, ini tentang platform baru yang sungguh-sungguh menguntungkan,” kata Yona membuat Safa menghentikan kunyahannya di mana ia amat sangat tertarik dengan topik kali ini.
“Platform apa?” tanya Safa membuat Yona dengan antusiasnya berkata, “Aku akan mengirim linknya padamu, baca baik-baik dan cermati tentang keuntungannya. Ini sungguh menguntungkan bagi kita para penulis.” Telepon itu langsung mati begitu saja membuat Safa langsung membuka link yang Yona kirimkan.
Safa mencermati dengan baik ketentuannya, hingga membaca tentang keuntungan yang diperoleh kala menulis di platform baru itu.
“Apa? 1000$ perbulan? Gila, ini seriusan?” pekik Safa terkejut kala membaca tentang keuntungannya.
Safa melanjutkan membacanya, mencermati genre yang mereka cari.
“Gila? Ini seriusan genre new adult yang dicari? Aku mana bisa nulis genre dewasa? Selama ini yang kutulis hanyalah romansa kantor mafia dan remaja, dan aku juga tidak memiliki pengalaman tentang hal ini,” gumam Safa kala ia mendapatkan hambatan untuk menulis di sana.
Tak lama pesan dari Yona masuk.
-Ini tentang romansa dewasa, bukankah sangat mudah untuk kita bisa mendapatkan banyak uang? Kita tinggal menonton saja film dewasa. Dan menulis kembali sesuai imajinasi kita.
Safa langsung menelan ludahnya, melihat kanan kiri dengan gugup kala membaca pesan Yona yang menurutnya amat gila.
“Tidak, aku tidak bisa,” kata Safa yang langsung beranjak dari kursinya untuk kembali ke kamar.
“Akhhh enghhh sakit sayang, lebih cepat akhhh baby,” langkah Safa terhenti kala mendengar suara meresahkan dari samping kamarnya.
Kaki yang tadinya hendak melangkah masuk ke dalam kamar, kini berjalan menghampiri suara tersebut.
Safa tercengang kala melihat adegan dewasa yang sungguh menggairahkan baginya.
Di mana mama dan suami mudanya tengah berhubungan intim saat ini.
“Apa mereka sengaja untuk tidak menutup pintunya dengan rapat?” dumel Safa hendak berbalik namun entah kenapa kakinya begitu berat sekali untuk beranjak dari sana.
Safa menelan ludahnya kala melihat ibunya begitu gelinjangan di bawah kungkungan suami mudanya itu.
Terlihat amat sangat puas sekali ekspresi mamanya.
Safa merapatkan kakinya, kenapa miliknya berdenyut dan terasa amat basah di bawah sana?
Jantung Safa begitu berdebar kala suami muda mamanya itu menarik miliknya dari dalam lembah mamanya.
Sangat besar sekali dan begitu panjang.
“Bagaimana rasanya?” gumam Safa tanpa sadar.