Pustaka
Bahasa Indonesia

Gadis Imut Kesayangan Sugar Daddy

119.0K · Tamat
Agneslovely2014
104
Bab
14.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

William Samsons MacRay, arsitek ternama yang nampaknya memiliki masalah tentang melakukan segalanya tepat waktu. Dia seorang pria matang, 37 tahun yang telat nikah karena sibuk membuat bangunan arsitektur menakjubkan di berbagai belahan dunia. Namun, kali ini kejadian naas dia dicopet dompetnya serta ketinggalan pesawat di bandara mempertemukan Will dengan Emmy Estelia Setiawan. Gadis imut berusia 22 tahun itu baru saja pulang ke Jakarta usai menyelesaikan pendidikan arsitekturnya di Harvard University. Dia membelikan Will secangkir kopi dan juga mengantar pulang pria matang itu dengan taksi bandara. Siapa sangka, Will adalah pemilik Fame Palette Artisans Co, tempat yang menerima Emmy bekerja via email saat masih di Amerika Serikat? Baru kali ini William merasa begitu tertarik dengan seorang gadis, dia membuat Emmy selalu bersamanya ke mana pun dia pergi bekerja di seluruh dunia; Berlin, Dublin, Maroko, Praha, Rotterdam, dll. Mereka pun menjadi sangat dekat sehingga memiliki hubungan spesial sugar daddy dan sugar babynya. Ketika benih-benih cinta itu tumbuh, orang tua Will malah menjodohkannya dengan Vanessa, puteri kolega mereka agar dia segera menikah. Beranikah William tetap memperjuangkan cintanya untuk gadis imut kesayangannya ataukah dia mencoba bersikap logis dan memupus hubungan berbeda usia yang jauh itu?

Cinta Pada Pandangan PertamaWanita CantikDesainerMetropolitanRomansaSweetPernikahanIstriMemanjakan

Bab.1. Ketinggalan Pesawat, Diantar Pulang Gadis Imut

"BRUKK."

"Jalan pake mata dong, Om!" seru galak seorang pemuda yang mengenakan jaket kulit warna hitam yang bertubrukan dengan William di Bandara Soekarno-Hatta.

"Maaf, aku keburu-buru!" balas William lalu melanjutkan langkah cepatnya sembari menyeret koper miliknya menuju bagian pengecekan tiket akhir pesawat.

Petugas bandara dengan nametag Diana Sihotang itu tersenyum geli lalu berkata, "Selamat siang, Pak. Maaf, apa Anda penumpang American Airlines tujuan New York?"

"Iya, Mbak. Saya mau boarding sekarang!" jawab William tak sabar sambil melirik jam tangannya.

"Yaahh ... maaf, pesawatnya baru saja take-off dari landasan, Pak. Anda terlambat 15 menit dari panggilan terakhir sebelum pintu pesawat ditutup!" terang Diana turut prihatin.

Sekalipun dirinya gusar, tak ada yang dapat dilakukan lagi oleh William selain membalik badan untuk pulang saja. Dia harus menjadwal ulang keberangkatannya menuju New York. Sopir yang mengantarkannya ke bandara juga sudah meluncur meninggalkan tempat itu usai menurunkannya tadi. Maka William pun merogoh saku jasnya untuk mengambil dompet. Dia akan naik taksi bandara saja.

"Lho, di mana dompet gue sih?!" ujarnya panik sendiri merogoh saku jas dan juga celana kainnya di tengah lobi Bandara Soekarno-Hatta yang sibuk oleh arus penumpang. Dia pun teringat kejadian bertabrakan dengan seorang pemuda berjaket hitam tadi. "Ckk, sialan. Dasar copet, nggak tahu gue lagi sial begini malah ngambil dompet pula!" kesalnya.

Ketika William buru-buru membalik badannya yang tinggi kekar, dia tak sengaja menyenggol seorang gadis bertubuh mungil hingga nyaris terkapar di lantai bandara.

"Aaarrrhhh!" jerit gadis itu seraya memejamkan matanya.

"HA-HA-HA. Hey, kamu aman kok!" ujar William mendekap gadis mungil itu dengan sepasang lengan kekarnya. Dia senyum-senyum sendiri melihat wajah perempuan belia berambut panjang bergelombang di pelukannya.

Gadis itu pun mengomeli William, "Makasih, Om! Tapi, lain kali hati-hati deh, badan Om tuh kayak buldozer begini, bisa bikin orang benjol!" Dia lalu melanjutkan perjalanannya lagi menuju ke sebuah coffee shop untuk membeli minuman sebelum memesan taksi yang akan mengantarkannya pulang ke rumah kakek neneknya.

Emmy melangkah masuk ke Harlem Cafe lalu melihat-lihat papan menu dan harganya di atas konter pemesanan. Dia pun melakukan order, "Caramel Frappuccino satu ya, Mas. Sama muffin blueberry deh dua biji!"

"Oke, Kakak. Silakan ditunggu sebentar ya!" jawab mas-mas barista itu sambil menginput pesanan Emmy ke mesin kasir. Dia lalu menyebutkan jumlah tagihan untuk dibayar oleh Emmy.

Sementara menunggu pesanannya dibuat, Emmy duduk di kursi yang berbatasan dengan jendela cafe di dalam bandara tersebut. Pria blasteran berbadan besar seperti beruang kutub yang tadi menabraknya masih berdiri di tempat sama.

"Si om tadi tuh kenapa sih kok kayak orang linglung gitu nabrak-nabrak? Kasihan juga deh sebenernya—" Emmy bergumam pelan sembari menatap ke luar kaca jendela cafe.

Karena tergelitik oleh rasa simpati, akhirnya Emmy memberanikan dirinya untuk mendatangi pria yang tadi menabraknya. "Emm ... maaf, Om. Apa lagi nunggu orang? Mau kutraktir minum kopi di sana?" tunjuk Emmy ke arah Harlem Cafe.

"Ohh, boleh sih. Kebetulan dompetku habis dicopet di bandara jadi nggak bawa duit deh!" jawab William lalu dia menyeret kopernya mengikuti Emmy masuk ke Harlem Cafe.

"Om mau pesan apa? Bebas aja, aku yang traktir karena tadi sudah ditolongin, nggak mesti nyosor lantai," ucap Emmy dengan suara remaja yang imut-imut.

"Espresso saja," jawab William yang memang suka kopi hitam.

Emmy bertanya lagi, "Apa mau donat, croisant, atau pai?"

"Donat boleh juga!" sahut William tidak rewel. Dia tersenyum melihat gadis yang tak dia kenal sebelumnya mentraktirnya kopi serta donat.

'Gemesin banget deh dia, berapa ya umurnya? Kayak masih teenage gitu penampilannya!' batin William sambil diam-diam mengamati Emmy.

Ketika Emmy kembali ke meja, dia duduk berhadapan dengan William lalu mengulurkan tangan kanannya. "Kenalan dulu dong, Om. Aku Emmy, lengkapnya Emmy Estelia Setiawan!" ucapnya riang.

William menjabat tangan mungil yang ukurannya separuh telapak tangannya itu dan menyeringai geli seraya menjawab, "Will, singkatan dari William Samsons MacRay. Apa kamu baru pulang dolan? Kok sendirian di bandara, Emmy?"

Namun, Emmy malah cekikikan mendengar dugaan si om ganteng di seberangnya itu. "Apa aku masih keliatan ABG banget sih? Padahal aku sudah lulus kuliah lho, Om!" jawabnya tanpa merasa tersinggung.

Waiter cafe mengantarkan pesanan mereka berdua ke meja lalu berkata, "Silakan pesanannya, Mas, Mbak. Kalau mau nambah orderan bisa langsung ke meja display ya!" Dia pun berlalu dari meja tersebut.

"Ohh, keren dong sudah sarjana. Memang umur kamu berapa sih?" selidik William yang mulai penasaran dan tertarik mengenal Emmy lebih dekat.

"Aku dua dua tahun, Om. Kalau Om William usia berapa?" sahut Emmy seperti layaknya orang berkenalan dan sama-sama kepo pastinya.

William terbatuk-batuk karena ditanya umurnya yang memang pantas dipanggil dengan sebutan 'Om'. Dengan sigap Emmy menghampiri William lalu menepuk-nepuk punggung pria itu. "Kucariin air putih ya, Om! Bentar—" Dia lalu berlari kecil ke kasir untuk membelikan William sebotol air mineral untuk melegakan tenggorokan.

'Busettt, kita nih beda lima belas tahun. Hmm ... berasa old banget gue!' batin William sambil meminum air mineral kemasan yang dibelikan Emmy.

"Aku usia tiga tujuh, kenapa emang?" jawab William.

"Nggak kenapa-kenapa, kok gitu amat nanyanya sih, Om!" Emmy pun mencebik lalu memalingkan wajahnya ke kaca jendela cafe sambil mengunyah muffin blueberry favoritnya.

'Wow, kalau seumuran dia kayaknya wajar ya tukang ngambekan. Hmm!' batin William menilai temperamen Emmy yang nampaknya naik turun sesuai mood.

"Oya, selai blueberrynya cemong tuh!" William lalu membersihkan warna biru keunguan lengket itu dari tepi bibir Emmy. Dia menjilat jemarinya sambil menatap wajah gadis itu yang mendadak berwarna merah jambu.

"Thank you," ucap lirih Emmy. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya gelisah sembari meminum Caramel Frappuccino miliknya. Setelah melirik jam tangan di pergelangan tangan William, dia pun berkata, "Om, apa mau nebeng taksi bareng sama aku? Tadi 'kan katanya dompet Om ilang dicopet di bandara!"

Mendengar tawaran yang dia butuhkan, William pun menjawab antusias, "Boleh. Yuk kita pulang, Beb!"

"Beb?!"

"Iya, 'kan kamu masih muda banget dan imut-imut, cocoklah kalau aku panggil 'Baby'," jawab William sambil terkekeh khas om-om.

"Nggak mau, Om. Panggil Emmy aja. Nanti aku dikirain sugar baby-nya, Om Will pula!" protes gadis itu galak dengan alis tertaut kesal.

William menggaruk-garuk kepalanya, nampaknya gadis imut itu super moody. Dia mendadak seperti merasa punya keponakan baru dan harus ekstra sabar momong bocah. Sisi baiknya adalah Emmy sangat simpatik dan gemar menolong orang, William suka itu.

"Oke, yuk cabut, Om. Kita cari taksi buat pulang bareng!" ajak Emmy menyunggingkan senyum berlesung pipitnya seraya bangkit dari kursi cafe.

Mereka berdua pun berjalan bersebelahan sambil menyeret koper masing-masing menuju ke pintu keluar Bandara Soekarno-Hatta. William yang biasanya tinggal perintah ini itu harus rela mencarikan taksi untuk Emmy dan dirinya. Namun, anehnya dia senang melakukannya. Ada apa gerangan dengan William?