6. Danish Rahmansyah
"Nanti kalau Rania belum dijemput Papa. Rania nunggunya di ruangannya Tante.. Eh, Bu Sachi yaa." Pinta Rania sambil merevisi panggilannya membuat Sachi tersenyum.
"Rania...." Kata Danish sambil melotot menatap putrinya seakan tidak mengizinkan permintaan putrinya.
"Boleh kok, selama Bu Sachi tidak rapat atau tugas di luar." Ucap Sachi lembut meluluskan permintaan Rania.
Rania menarik tubuh Sachi memintanya jongkok.
Cup
Satu kecupan dari Rania untuk Sachi begitu ia mensejajarkan tubuhnya dengan gadis cilik itu. Membuat Sachi terperangah. Namun ia langsung tersenyum.
"Terima kasih, Rania. Itu kelas Rania sudah kelihatan. Kita ke sana yuk."
Mereka kembali meneruskan jalan kaki ke depan kelas I-C, kelas dimana Rania nantinya akan belajar.
Setelah mengetuk pintu, seorang wanita setengah baya keluar dari kelas.
" Bu Tiwi maaf mengganggu. Ini ada siswa baru di kelas ibu." Ucap Sachi ramah kepada guru kelas I-C.
"O... Bu Sachi, Iya. "
"Hai anak manis , kita masuk yuk." Ajak Bu Tiwi ramah kepada Rania.
Rania menatap Danish dan Sachi bergantian seakan meminta izin kepada kedua orang tuanya.
Danish dan Sachi mengangguk bersamaan.
Rania masuk setelah anggukan Danish dan menggangguk.
Setelah sesi perkenalan, Rania diizinkan pulang dan kembali besok dengan berseragam.
Sebelum pulang, Danish menyempatkan diri meminta nomer hape Sachi.
********
DANISH RAHMANSYAH
Dibalik meja kerjanya.
PIkiran Danish kembali pada pertemuannya dengan Sachi. Adik kelasnya sewaktu SMA.
Danish bahkan memperhatikan setiap gerak gerak Rania dalam memperlakukan anaknya. Bahkan dengan secepat itu Rania bisa akrab dengan Sachi. Padahal Rania bukanlah tipe anak yang dengna mudah didekati seorang wanita.
Mama Rania, Firdha Alea. Setahuan setalah melahirkan Rania. Wanita mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat. Sejak itu Rania diambil alih orang tua Danish di Surabaya. Terus Danish?
Selepas SMA Danish sudah tinggal di Malang dan kuliah di sana. Sambil kuliah Danish membuka jasa desain undangan , brosur, name board bahkan website. Dari usaha kecil-kecilan membawanya menjadi perusahaan advertising yang lumayan dilirik banyak perusahaan. Dan selepas lulus kuliah, ia menekuninya lebih serius. Bahkan sebagai mantan mahasiswa desain grafis ia mampu menciptakan berbagai hal baru dan unik. Danish mulai mengembangkan bisnisnya perlahan merambah ke Surabaya dan sekitarnya. Namun Kantornya berpusat di Malang.
Kini saat Rania mulai memasuki usia SD, Danish juga ingin fokus dengan putri kecilnya itu. Danish mulai memindahkan kantor pusatnya ke Surabaya. Dan karena kesibukannya sampai pendaftaran sekolah putrinya keteteran. Itupun setelah diingatka Bundanya. Nenek Rania.
Bayangan Danish kembali ke masa SMAnya.
~Flashback 18 tahun yang lalu~
Danish berdiri dengan menyandarkan punggungnya ke dinding, tangannya ia letakkan di saku celananya. Cowok itu menatap intens kepada seorang gadis di seberangnya yang sedang asyik bercanda dengan sesama teman wanitanya tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya.
Danish bahkan tidak tahu namanya. Melihat keberadaannya saja baru beberapa hari ini. Padahal ini adalah bulan kelima gadis itu masuk SMA. ( Woii.. Danish kemana aja kamu.. Pingsan yaa..)
Pulang sekolah Danish masih menatap dari kejauhan dengan siapa gadis itu pulang. Ternyata gadis itu berjalan ke halte dekat sekolah, menunggu angkot datang.
Danish langsung melesat ke parkiran, menaiki motornya dan melesat ke halte.
Beruntung gadis itu masih di sana.
"Hai.. bareng aku yuuk."
gadis itu masih mematung menatap Danish dengan curiga.
"Aku Danish."
"Oh.. eh.. iya Kak, aku Sachi." Gadis itu memperkenalkan diirnya.
"Maaf ya Kak, angkotku sudah datang."
Danish hanya mengangguk pasrah. Lagian mana ada orang yang mau diantar diawal perkenalannya.
Sabar Danish masih di awal. Ia mensugesti dirinya sendiri.
Kesokan harinya. Danish bertekad mencari Sachi di kelasnya.
"Sachi, ada gak?" Tanya Danish begitu ada di depan kelasnya.
"Bentar, Kak." teman wanita Sachi itu pun masuk dan meneriakan nama Sachi.
"Chi, dicari Kak Danish tuh !" Seru seorang temannya.
Sachi keluar masih dengan mode kejut.
"Ada apa ya, Kak?" Tanyanya polos membuat Danish semakin gemas.
"Ingin ngajak kamu ke kantin." Kata Danish menjalankan siasatnya untuk bisa lebih dekat dengan Sachi.
"Tapi, Kak.."
"Udah gak usah pake tapi. Apa perlu aku gandeng agar kamu mau ku ajak ke kantin?" Kata Danish menatap wajah cantik sachi yang tanpa make up berlebih bahkan nyaris natural.
Dengan enggan iapun mengiyakan ajakan Danish.
Akhirnya Danish bisa lega bisa berduaan dengan gadis yang selama ini hanya bisa dipandanginya dari jauh. Itulah awal kedekatan Danish dan Sachi.
Danish di masa SMA termasuk dalam siswa yang diperhitungkan, bagaimanapun ia adalah tim andalan futsal. Banyak kejuaraan yang ia persembahkan untuk SMA tercintanya. Jika dikatakan kadar ganteng. Mungkin Danish bukan kategori yang ganteng banget. Tapi wajah manisnya yang full smile membuat kaum hawa betah berlama-lama di sampingnya.
Dan itu tidak berlaku bagi Sachi, ia tak pernah tertarik dengan senyum Danish. Bahkan ia sering diabaikan dengan banyak alasan. Entahlah apa yang ada dipikiran Sachi, Danish tak pernah tahu. Mungkin ini juga yang memicu Danish tak pernah mengungkapkan rasa suka dan cintanya pada Sachi.
Keduanya hanya sekedar dekat tanpa pernah ada ikatan apapun dari keduanya. Jika dikatakan TTM juga tidak benar, bahkan Danish tidak pernah menyentuh Sachi. Hanya sesekali ketika di keramaian Danish memaksa Sachi untuk mau digandengnya agar tidak hilang. Akhirnya Sachi mau, itupun dengan paksaan,
Bahkan sampai pesta perpisahan Danish tak pernah mengucapkan apapun. Danish tidak ada keberanian untuk mengatakannya. Pengecut. Bahkan Danish merasa sangat sangat pengecut.
Malam itu di rumah Sachi.
Danish dan Sachi duduk derdua di ruang tamu. Sachi terlihat begitu cantik dengan balutan kaos berlengan tujuh per lapan berleher bulat dengna celana jeans warna navy di bawah lutut.
"Chi.., aku mau melanjutkan kuliah di Malang." Kata Danish sudah was-was kalao saja Sachi menegurnya atau apalah. ( Danish udah bayangin adegan romntis aja..)
"Selamat ya Kak Danish... Sachi cuma bisa mendo'akan yang terbaik buat Kakak."
"Kamu ikhlas aku berangkat ke sana?"
"Lhoo.. memangnya siapa aku, beraninya menghalangi Kak Danish." Ucap Sachi dengan polos.
Danish sudah putus asa di sini. Wajahnya sudah resah.
"Kak Danish, coba lihat Sachi." Danish memutar posisi duduknya. Kini mereka berhadapan.
Sachi dengan tenangnya menggenggam tangan kakak kelasnya itu.
"Kak... kakak di sana kan untuk menuntut ilmu. Kakak ingin membahagiakan orang tua kakak. Tidak ada yang salah. Bahkan jika saja Sachi kekasih kakak, tidak hak menghalangi keinginan Kakak. Percayalah Tuhan sudah mengatur yang terbaik untuk hamba-Nya."
Sachi mengelus rambut Danish.
"Kakak belajar yang rajin ya di sana. Jangan kangen Sachi di sini. Pulang kalo liburan. Kita tidak pernah tahu bagaimana Tuhan mempertemukan kita kelak."
Dan hari itu untuk pertama dan terakhir kalinya Danish memeluk Sachi.
Keesokan harinya Danish berangkat ke Malang bersama kedua orang tuanya.
Bertemu Firdha Alea dan menikah.
Entah dimana posisi Sachi kala itu.
Pertemuan terakhirnya dengan Sachi di rumah Sachi, memberikannya kekuatan dan kenangan terindah. Tapi ia belum ada keberanian untuk sekedar menengok dan menanyakan kabar Sachi.
Sampai tadi pagi ia bertemu dengan wanita yang pernah mengisi hatinya tapi tak ada posisi di sana. Di mata Danish kini Sachi sudah lebih dewasa bahkan semakin menawannya
..
