Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 - Dokter Tampan

Di Sebuah cafe bernuansa milenial, letaknya tak jauh dari Rumah Sakit A, terlihat tiga wanita cantik sedang duduk di meja paling pojok. Minuman boba kesukaannya telah tersedia didepan mereka.

Kimmy menyedot minuman itu untuk melegakan tenggorokan sebelum memulai pembicaraan yang sepertinya akan cukup serius. Kedua sahabatnya yakni Aurora dan Rebecca pun melakukan hal yang sama, sembari menggigit pelan pipet itu, menatap Kimmy, menunggu gadis itu membuka suara.

"Aku di jodohkan!" Gerakan tangan kedua wanita di depannya terhenti saat mendengar ucapan Kimmy secara tiba-tiba dan tanpa aba-aba.

"Terus?" timpal Rebecca. Mendorong pelan gelas di depannya, melipat kedua tangannya di meja. Mode Serius.

"Yah … Aku menerimanya!" Kimmy bersandar di kursi. Terdengar hembusan nafas berat.

"Apa kamu yakin?" Kali ini istri sang Penguasa yang bersuara.

"Entah!" Mengangkat kedua bahunya, ekspresi pasrahnya membuat kedua sahabatnya saling pandang. "Aku tidak sanggup menolaknya. Aku tidak ingin mengecewakan Mami dan Papi." Mengutarakan jika Itulah hasil keputusan mendadak yang diambilnya.

"Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, kami hanya bisa mendukungmu." Rebecca tersenyum ke sahabatnya itu, di balas juga dengan senyuman tipis oleh Kimmy.

"Aku juga tak punya alasan untuk menolaknya." Wanita itu cemberut.

"Jomblo sih!" ledek Rebecca lalu tertawa.

"Kayak nggak pernah jomblo aja!" cibir Kimmy. "Apa kamu?" kesalnya saat melihat Aurora juga ikut menertawakannya.

"Eh, aku no komen." Melakukan gerakan mengunci mulutnya.

"Kamu sudah pernah bertemu dengannya?" Rebecca memulai kembali setelah sesaat terdiam karena pelayan cafe datang menyajikan camilan yang telah mereka pesan.

Kimmy menggelengkan kepalanya. "Bahkan aku tidak tahu, wujud dan bentuk pria itu seperti apa!" Dia pikir barang.

Aurora dan Rebecca membuka mulut menatap si dokter itu tak percaya. Bisa-bisanya ia langsung menerima perjodohan itu tanpa tahu, pria itu siapa, tampangnya seperti apa?

"Kamu langsung menerima perjodohan itu tanpa pernah melihat wajahnya? Minimallah foto gitu?" Aurora mencomot kentang goreng pesanannya.

"Hmm ... Aku lihat juga tidak akan merubah segalanya kan?"

"Tapi kan ... Aduh gimana sih ngomongnya." Aurora menggaruk pelipisnya.

"Apa kamu tidak penasaran dengan wujudnya! Baguslah kalau memang tampan seperti artis hollywood atau cute seperti oppa oppa korea? Kalau jelek bagaimana?" sahut Rebecca.

"Hmm, masih bagus kalau setampan Suamiku." Aurora menampilkan senyum manisnya sembari membayangkan wajah suaminya.

"Huu…." Kimmy melempar kentang goreng ke wajah Aurora. "Pamer!"

Aurora tergelak. "Ya memang Suamiku tampan kan. Ada roti sobeknya lagi, banyak!" Menopang wajahnya dengan kedua tangannya, jari jemarinya yang mungil mengetuk pipinya yang mulus tanpa pori-pori.

Rebecca menjajalkan beberapa kentang goreng di mulut Aurora hingga membuat wanita itu terkejut. "Pamer aja terus. Nggak usah ngomongin roti sobek, aku kan jadi kangen sama roti sobekku." Rebecca melakukan hal yang sama seperti dengan Aurora tadi.

Sama aja!

Kimmy memutar bola matanya malas, lalu tangannya meraih nugget ayam yang telah dipesannya, mencocolkan ke saos tomat campur mayones lalu memasukkan ke dalam mulut dengan mata menatap tajam kedua sahabatnya yang dengan tidak tahu malunya membayangkan roti sobek.

Membuat orang iri aja!

'Mereka malah pamer roti sobek suaminya! Tapi btw, apa nanti calon suamiku itu juga maco yah? Kira-kira punya roti sobek juga nggak yah?' batin Kimmy.

Pada akhirnya dokter cantik itu pun menerka nerka, seperti apa kiranya wujud pria yang dijodohkan dengannya itu? Apakah tampan? Apakah maco? Apakah, apakah, dan banyak apakah telah mengisi kepalanya!

*****

Rumah Sakit A

Kimmy lari terburu-buru, setelah memastikan mobilnya terkunci dengan baik. Beberapa buku di tangannya cukup membuat wanita itu kerepotan. Saat sibuk memperbaiki buku itu di tangannya agar tidak jatuh, ia tidak melihat jika ada orang didepannya. Terjadilah adegan dimana Kimmy menabrak orang itu, hingga hampir membuat wanita itu terjatuh seandainya saja orang yang ditabraknya tidak meraih pinggangnya dan menahannya.

Tampan sekali! Pantas saja Inggit tergila-gila padanya.

Setelah cukup lama saling menatap, Kimmy yang tersadar terlebih dahulu langsung memperbaiki posisinya kembali, berdiri tegak, merapikan tasnya yang hampir terjatuh dan rambutnya yang cukup berantakan. Memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan.

Untung nggak ada orang! Bisa jadi bahan ghibah lagi jika ada orang yang melihat.

"Ini bukunya!" Menyodorkan buku di depan Kimmy yang terlihat tidak fokus. Bahkan Kimmy tidak menyadari saat orang itu memungut bukunya yang sudah tergeletak di lantai.

"Eh iya. Terima kasih." Menerima buku itu sambil merutuki dirinya dalam hati.

Astaga, kenapa aku jadi melamun sih!

"Maaf Dokter. Saya tidak hati-hati, jadinya saya menabrak anda." Menundukkan kepala hormat kepada salah satu Dokter yang cukup terkenal di Rumah Sakit ini.

"Tidak papa Dr.Kimmy. Tapi kamu baik baik saja kan?" Tersenyum tipis.

Benar-benar tampan, perhatian lagi. Aku yakin seandainya Inggit di posisiku saat ini, sudah dipastikan dia akan pingsan.

Eh tunggu, kenapa dia bisa tahu namaku?

"Eh, ia baik Dokter, tadi saya terburu-buru." Tersenyum malu "Takut terlambat." Kimmy tak berani menatap pria didepannya.

Akhirnya bisa berhadapan langsung dengannya. Dia bahkan lebih cantik ketika dilihat lebih dekat.

"Oh ya sudah. Silahkan!" Mundur satu langkah membuka jalan, lalu mempersilahkan Kimmy.

"Sekali lagi maaf yah Dokter." Membungkukkan badannya. "Saya duluan. Permisi!" Kimmy mengambil langkah seribu tanpa menoleh kebelakang, sedangkan pria yang ditinggalkan masih berdiam diri menatap punggung wanita yang baru saja berlalu, hingga wanita itu sudah tak terlihat barulah pria itu mengambil langkah.

Semoga bisa lebih dekat dengannya!

"Dari Mana aja sih neng, baru sampai?" ujar Inggit saat Kimmy sudah masuk di ruangan mereka, dengan nafas yang tersengal-sengal.

Belum menjawab, Kimmy sibuk mengatur pernafasannya agar kembali normal.

"Kamu mau tahu nggak, tadi aku tabrakan sama siapa?" Tak memperdulikan pertanyaan Inggit sebelumnya. Ia sudah tidak sabar membuat temannya itu iri setengah mampus. Kalau perlu mampus sekalian! Tertawa jahat.

"Sama siapa memangnya?"

"Tebak!"

"Aku lagi nggak punya waktu main tebak-tebakkan Kimkim. Banyak tugas!"

"Ish, nggak seru. Ya udah deh karena aku baik, aku bilang deh."

"Mau sebut nama aja kok repot banget sih! Cepat! Memang siapa sih?" desaknya masih duduk di posisi duduknya. Memutar-mutar kursinya.

"Jangan pingsan yah!"

Inggit mengerutkan keningnya.

"Aku menabrak Dr.Aidil."

"Apa?" Berteriak dengan kencang seraya berdiri. Membulatkan matanya seiring dengan bulatan di bibirnya.

"Astaga Inggit, bisa tidak suaramu nggak usah terlalu kencang. Gendang telingaku rasanya hampir hancur mendengar suaramu itu," protes Kimmy dengan tangan menutup kedua telinga seraya meringis.

"Tunggu, tunggu." Inggit duduk kembali, bersandar di kursi merebahkan kepalanya seraya menutup mata. "Aku pingsan dulu!"

"Gila! Ada orang pingsan melapor dulu." Menepuk keningnya. Ternyata temannya itu otaknya sedikit bergeser. Namun lucunya ketika bersama, otaknya juga ikut bergeser.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel