Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 7

Sari terbengong tidak mengerti dengan keadaan aneh itu. Sehingga setelah kerumunan itu bubar secara aneh, Sari malah mengejar pria berpakaian safari yang membawa anak perempuan tersebut.

"Pak??" panggil Sari dengan cepat.

Pria berpakaian safari itu tak mengubris, ia terus berjalan lurus untuk segera masuk kembali kedalam gedung kantor Bupati itu.

"Berhenti, pak!!" seru Sari.

Dan akhirnya pria berpakaian safari itu pun berhenti dengan wajah kejam.

"Ada apa mbak? Kenapa mengejar?" tanya sang bapak yang terlihat tak bersahabat.

Sari yang ikut berhenti dengan nafas sedikit terengah akhirnya berada di hadapan pria itu.

"Pak? Kenapa minta maaf? Harusnya bapak tadi yang harus minta maaf, dia hampir mencelakai anak bapak loh" cecar Sari kesal.

Namun wajah pria itu tetap terlihat dingin.

"Gak ada bedanya, toh cuma minta maaf" sahut sang bapak ketus.

Sari mendengar dengan heran.

"Orang tua macam apa ini?? masa anaknya hampir celaka kok biasa aja!!" gumam batin Sari heran.

Anak perempuan itu terlihat menatap wajah Sari.

"Oh, jadi gak papa.. ya sudah lah... toh orang tuanya juga gak panik, maaf pak" ujar Sari kesal, ia merasa sia-sia saja marahnya tadi karena membela anak perempuan ini.

Pria berpakaian safari itu tanpa basa basi pun langsung pergi meninggalkan Sari begitu saja. Dan anak perempuan itu masih saja menatap wajah Sari.

"Orang tua jaman sekarang aneh banget, bisa-bisanya hal begitu di biarin, tar kalau bener kecelakaan tau rasa deh" rutu Sari benar-benar kesal akan  sikap cuek orang tua anak perempuan itu.

Namun tatapan Sari terlihat terus menatap wajah anak perempuan itu dengan sedih.

"Ck, kasian banget kamu nak, dapat orang tua cuek begitu" hela Sari iba lalu perlahan kembali berjalan menuju mobil brionya terparkir.

***

Malam harinya, Sari yang terlihat rebahan di kamar sederhana terkaget ketika mendengar suara ketukan pintu dari daun pintu kamarnya.

Tok..tok..

"Sari?"

Sari bergeming melihat pada sosok yang tiba-tiba masuk.

"Ibu" seru Sari dengan cepat bangun dari rebahannya.

Wanita paruh baya itu masuk dengan perlahan mendekat pada tempat tidur Sari.

"Kamu lagi ngapain?"

Sari meletakkan handphonenya begitu saja di atas tempat tidur.

"Ah, enggak buk.. Sari lagi liat-liat tutorial profesional make up"

"Oh, gimana make up tadi pagi?"

"Hm, alhamdulillah bagus, rata-rata puas" tutur Sari menjelaskan.

"Syukur alhamdulillah, ibu senang mendengarkannya"

Sari tersenyum lega. Namun sekilas ia menangkap kilatan sorot mata sang ibu yang terlihat berbeda.

"I-bu kenapa? Apa sakit sesak lagi? Obatnya habis ya?" cecar Sari dengan nada cemas memegang jemari sang ibu untuk memastikan keadaan sang ibunda.

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala dengan pelan dan terlihat senyum simpul di wajahnya. Namun tatapan matanya tak dapat berbohong jika ia tengah bersedih.

Sari terteguh melihat sikap ibu yang tak bisa ia mengerti.

"Kenapa bu?" tanya Sari perlahan.

Sejenak wanita paruh baya itu seolah menyiapkan diri untuk berbicara.

"I-bu sudah tau" ucapnya sembari menatap kedua bola mata sang putri.

"Bayu akan menikah dengan anak orang kaya itu"

Deg...

Sari mematung mendengar ucapan sang ibu, ia kaget.

"I-bu? Ba-.." ucapan Sari terpotong.

"Mengapa kamu menyimpan hal itu Sari? Mengapa kamu bisa... bisa menyimpan kesedihan kamu, nak?" pertanyaan ibu bak sebelah pisau yang tajam menghujam jantung Sari.

Sari tertunduk dalam, wajahnya berubah sedih. Hingga akhirnya air matanya tumpah.

"Ma-af, bu" tutur Sari terisak pelan.

Wanita paruh baya itu seketika iba melihat kesedihan sang anak yang ia pikir sangat kuat.

"Kenapa ia melakukan hal itu sama kamu? Jika dia tidak mencintai kamu, lalu untuk apa dia melamar kamu saat itu?" cecar ibu bernada kecewa sembari mengusap punggung sang anak.

Bibir Sari terkatup rapat.

"Karena kita orang miskin buk, karena kita... karena kita tidak akan bisa setara dengan keluarga mas Bayu yang kaya raya dan keturunan bangsawan itu" bisik batin Sari menjerit perih.

Sari tak sedikit pun mengeluarkan kata-kata, ia berusaha untuk menyimpan kesedihan hatinya.

Perlahan sang ibu memeluk tubuh Sari, ia memeluk erat tubuh putrinya yang terlihat berusaha tegar.

"Ibu berdoa, agar jalan hidup kamu selalu bahagia.. pasti akan ada penganti yang lebih baik untuk jodohmu" doa ibu sedih.

"Kamu berhak bertemu jodoh yang lebih baik dari Bayu.. ibu akan berdoa untuk jodoh kamu" timpal sang ibu.

"Maaf buk, maafkan Sari" tutur Sari pilu.

Ibu terus mengusap punggung Sari memberi semangat pada sang putri tunggal.

Walaupun Sari tak terlahir dari keluarga kaya raya. Namun ia tak pernah sedikit pun kehilangan kasih sayang yang penuh di berikan oleh sang ibu. Kendati telah kehilangan sosok sang Ayah, namun rasa kasih sayang dan cinta itu untuk Sari tak pernah hilang.

Sari terisak dalam diam, ia hanya bisa memeluk tubuh ibunya yang masih terlihat kurus.

"Maaf bu, tetaplah sehat sampai Sari bertemu jodoh yang baik, tetap kuat untuk temani Sari hingga memiliki seorang anak" bisik batin Sari berdoa tulus.

"Kamu anak yang baik, kamu selalu bisa membahagiakan ibu.. maka Tuhan juga pasti akan membalas kebaikan kamu itu"

Perih mendengar ucapan ibu, tapi ia tak bisa berkata-kata. Karena kini doa ibulah yang ia butuhkan untuk menguatkan dirinya saat ini.

Jatuh cinta dan di campakkan cukup memukul mundur mental Sari. Rasa percaya kini hilang, mati rasa mungkin itulah yang kini mewakili perasaan Sari.

"Sari gak berpikir lagi untuk menikah, buk"

Ibu terkaget mendengar ucapan sang anak, wajah risaunya terlihat jelas.

"Sari??"

"Sekarang yang jadi prioritas Sari adalah membahagiakan ibu, Sari akan cari uanf sebanyak-banyaknya untuk bisa buat ibu bahagia.. Sari ingin beli rumah yang layak untuk ibu tinggal dan bisa membawa ibu kemana pun melihat dunia"

Ibu tersentuh mendengar impian sang putri yang begitu mulia.

"Dan yang pasti Sari akan bawa ibu berobat kedokter terbaik, walau harus mahal sekali pun, sari ingin lihat ibu sehat terus, agar ibu bisa temani Sari selamanya"

Ibu tersenyum penuh haru, betapa besar rasa kasih sayang putrinya untuk dirinua yang sudah renta ini.

"Ibu senang mendengarkan segala impian kamu, ibu berdoa semoga rejekinkamu lancar dan doa mu terkabul" ucap ibu penuh haru.

"Tapi, kamu juga harus memikirkan kebahagian kamu sendiri, kamu berhak punua kehidupan yang bahagia dengan jodoh mu kelak.. membina rumah tangga dan memiliki anak-anak yang lucu... ibu pasti akan sang senang jika kamu menikah nanti"

Sari terdiam mendengar harapan sang ibu. Iya tau jika harapan yang ia ucapakan tadi terlalu muluk-muluk dan hanya mimpi belaka. Namun di lubuk sanu bari Sari bertekat untuk bisa mencapai impiannya itu suatu hari nanti dan semoga ibu masih diberi umur yang panjang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel