Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Hilang

Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.

Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.

Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.

Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana.

"Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."

Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual Audriana lebih kuat lagi. Bagi lelaki itu, ratapan yang keluar dari bibir manis Audriana adalah lagu dengan nada yang sangat indah.

Jaxton menunduk, sedikit menindih tubuh Audriana yang masih tergeletak polos di atas meja makan untuk mengamati bagaimana cairan bening yang luruh di wajahnya terlihat sangat menakjubkan.

Jaxton menjulurkan lidahnya, untuk menjilati air mata berkilau itu dengan serta mencecap rasanya yang asin, namun terasa sangat lezat di lidahnya.

"Aku menyukainya," guman serak Jaxton dengan napas yang terengah. "Semua yang ada di dirimu sangat nikmat, kelinci kecil. Aku akan menyimpan dirimu... uuuhh... untukku sendiri..."

Membayangkan hari-harinya yang monoton kini akan dipenuhi oleh kehadiran tubuh Audriana yang senikmat surga, membuat Jaxton seakan hidup kembali setelah sekian lama dirinya seperti terkubur dalam aktvitas sehari-harinya yang melelahkan.

"Audriana Camelia..." tanpa sadar Jaxton telah mengucapkan nama itu dengan penuh damba dari segenap jiwa raganya, di antara hujaman-hujaman keras ke tubuh Audriana.

"Kamu milikku, kelinci kecil! Aaaagghhh! Ssssh...."

Serbuan orgasme maha hebat pun seketika menerpa Jaxton, membuat tubuhnya menggigil karena hampir tak sanggup menahan kenikmatan yang telalu dahsyat untuk diterima oleh tubuhnya.

Hanya bersama Audriana ia bisa merasakan orgasme yang seluar-biasa ini.

Jaxton mencabut senjata pusakanya yang masih menegang dan mengkilap basah, lalu merebahkan dirinya di atas meja di samping Audriana, setelah puas memuntahkan cairan inti gairahnya yang meluap-luap bagai air bah ke dalam tubuh gadis itu.

Tidak seperti percintaan dengan wanita-wanita lain sebelumnya, Jaxton menyukai bagaimana pusat gairahnya berkedut di dalam rahim hangat Audriana, dengan sperma yang mengalir deras di dalam sana.

Ia tak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya, karena Jaxton tidak pernah ingin mendapatkan drama dari para wanita yang ia tiduri dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Tidak, spermanya terlalu berharga untuk bercampur dengan ovum para wanita jalang itu.

Namun itu bukan berarti ia menginginkan Audriana hamil. NO!!

Ia hanya menyukai perasaan hangat dan nyaman saat berada di dalam tubuh Audriana.

Gawat. Kalau begini, ia harus menanamkan kontrasepsi ke dalam rahim gadis ini. Segera. Karena Jaxton masih sangat-sangat menginginkan tubuh Audriana untuk ia tiduri sesuka hati.

Fuck! Bahkan hanya dengan memikirkan hal itu saja sudah membuat bagian bawah tubuh Jaxton kembali tegak menjulang dengan perkasa!

Lelaki itu menolehkan wajahnya ke samping ketika merasakan pergerakan dari Audriana. Secarik seringai iblis terlukis di bibir pink pucat Jaxton ketika melihat bagaimana Audriana berusaha untuk turun dari meja dengan seluruh tubuh yang gemetar.

Gaun putih Audriana telah robek menjadi dua bagian akibat serangan Jaxton, namun tali di bagian bahu membuat gaun itu tetap menggantung di tubuhnya.

Audriana pun menarik satu bagian gaun agar tubuhnya tertutup, lalu berjalan tertatih dengan menumpukan tangannya di setiap perabot yang ia lewati menuju pintu keluar ruang makan. Rasa nyeri dan sakit tak terperi ia abaikan demi untuk segera keluar dari tempat laknat ini.

Jeritan putus asa pun terlontar dari bibirnya, ketika kaki telanjangnya tiba-tiba tak lagi menapak lantai marmer yang dingin.

"Percuma saja." Suara maskulin itu mengalun begitu dekat di wajah pias Audriana yang kini telah berada di dalam gendongan ala bridal Jaxton. Lelaki itu telah mengenakan kembali bath robe hitam beludrunya.

Netra hijau cemerlang itu menyorot manik hitam Audriana, mengunci tatapan mereka hingga tanpa sadar kedua insan itu pun saling menatap dalam.

"Kau tidak akan bisa pergi dari sini, kelinciku," bisik Jaxton sembari menghirup aroma napas Audriana yang membuatnya candu.

"Tuan, kumohon. A-anda pasti sudah puas menikmati tubuhku, kan? Tolong biarkan aku pergi. Aku berjanji tidak akan melaporkan ini ke Polisi," pinta Audriana memelas.

Tawa yang terdengar keji pun seketika menguar di udara, membuat bulu kuduk Audriana menegak ketakutan.

"Kau kira Polisi bisa menangkapku, hm? Sepertinya kau belum begitu mengenal siapa sebenarnya Jaxton Quinn, Audriana."

"Aaahh!! Turunkan aku!!" Ketika akhirnya Jaxton tidak mengindahkan permintaannya, Audriana pun meronta-ronta, berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan erat Jaxton yang terus berjalan menuju pintu ganda yang membatasi ruang makan.

"BUKA!" teriak Jaxton keras.

Sedetik kemudian, pintu itu pun terbuka dari arah luar. Dua orang penjaga yang sebelumnya mengawal Audriana ternyata sedang berdiri di sana, menundukkan kepala penuh hormat kepada Jaxton.

Tak terbayang betapa malunya gadis itu ketika membayangkan bagaimana para pengawal itu bisa mendengar erangan Jaxton dan rintihannya ketika lelaki itu menyetubuhinya di dalam.

Jaxton bukan saja memperkosanya, tapi juga telah menjatuhkan harga dirinya di depan pengawalnya.

"Bajingan," desis Audriana dengan tatapan marahnya yang menusuk ke arah Jaxton. "Kubilang, turunkan aku brengsek!!"

Teriakan dari Audriana yang meronta-ronta sama sekali tak digubris oleh Jaxton yang terus melangkah dengan santai menaiki tangga menuju ke lantai dua. Sejujurnya Jaxton cukup mengagumi Audriana yang masih sanggup berontak setelah ia setubuhi selama dua jam tanpa henti.

Sepertinya tubuh mungil namun luar biasa seksi ini memang menyimpan banyak kejutan. Dan lelaki itu sangat antusias untuk mengetahuinya lagi lebih jauh, juga lebih dalam.

"Aaaakk!" Audriana menjerit ketika Jaxton menceburkannya ke dalam bath tub superbesar yang berisikan air hangat. Aroma mawar seketika tercium di hidungnya, dan Audriana menyadari bahwa ada banyak sekali lembaran mahkota mawar merah yang dicabut dari kelopaknya, lalu ditebarkan ke seluruh permukaan air hangat itu.

Mahkota mawar yang berwarna merah itu terlihat sangat kontras, mengapung dan berayun ringan di atas air bagai melayang.

Suara ceburan di belakang Audriana membuat gadis itu menoleh, dan gemetar ketakutan ketika melihat Jaxton ikut masuk berendam bersamanya.

Lelaki itu pun terkekeh pelan mengamati wajah ketakutan Audriana yang menggemaskan di matanya. "Kenapa? Apa kau mengira aku akan melahap tubuhmu lagi, hm? Tenang saja, kali ini kita hanya akan mandi bersama, Baby. Kecuali... kau masih menginginkannya..."

Jaxton mengulurkan tangannya untuk meremas kuat kedua bongkahan dada Audriana dengan gemas, lalu menggigit kulit leher lembut gadis itu hingga kembali membuat Audriana menjerit.

***

Hari sudah beranjak petang, saatnya jam kerja di Gedung Quinn Entertainment pun usai.

Bagas yang sejak tadi gelisah karena belum mendengar kabar satu pun dari Audriana, kini benar-benar tak mampu lagi meredakan kecemasannya.

Sejak tadi dia tak bisa fokus mengerjakan laporan keuangan yag harus segera ditindaklanjuti, karena seluruh pikirannya hanya dipenuhi oleh Audriana.

Bagas pun memutuskan untuk menaiki lift menuju lantai 37, lantai dimana CEO Quinn Entertainment berada untuk mencari keberadaan Audriana yang sejak pagi menghilang entah kemana Jaxton Quinn itu membawanya.

"Geovan!" Bagas berseru ketika melihat ajudan setia Jaxton Quinn yang ternyata baru saja keluar dari lift VIP di lantai 37 dan tak sengaja bertemu dengannya yang juga baru keluar dari lift umum.

Geovan menatap Bagas yang menghampirinya tergesa dengan raut datar tanpa ekspresi. "Ada apa?" Tanya ajudan Jaxton itu.

"Apa Audriana ada di ruangan Mr. Quinn? Aku ingin menjemputnya," sahut Bagas cepat.

Geovan mendengus sembari menatap Bagas dari atas ke bawah dengan pandangan sinis. "Kau tidak perlu menjemputnya, karena mulai hari ini Nona Audriana telah tinggal di kediaman Tuan Jaxton."

Bagas pun terperangah mendengarnya. "Tunggu dulu, Geovan! Apa maksudmu?!" Sergahnya dengan tangan yang bergerak-gerak gusar. "Bukan begitu perjanjian antara aku dan Mr. Quinn!"

"Perjanjian?" Geovan dengan tawanya yang sarkas dan mengejek membuat Bagas mengepalkan kedua tangannya geram.

"Kau tak perlu mencemaskan Nona Audriana lagi, Bagaskara Angkasa. Tapi tenang saja, Mr. Jaxton Quinn telah menandatangani surat pengangkatan jabatan untukmu. Jadi mulai besok kau telah resmi menjabat sebagai Manajer Keuangan. Selamat. Sepertinya kau berhutang cukup banyak kepada Nona Audriana, bukan begitu?"

Bagas termangu mendengar perkataan tajam penuh sindiran telak dari Geovan. Selama beberapa detik ia pun hanya bisa terdiam dan terpaku atas hantaman kenyataan yang membuatnya berada di jurang penyesalan.

Jaxton Quinn yang terkenal player dan sering bergonta-ganti wanita untuk menghangatkan ranjangnya, kini telah menjerat Audriana di dalam kediamannya.

'Dan itu semua gara-gara diriku,' batin Bagas miris.

Tidak, ini tidak boleh terjadi. Ia harus segera menyelamatkan Audriana. Ia harus menjemput kekasihnya itu dan meminta maaf dengan tulus sembari berdoa Audriana mau memaafkan kesalahan fatalnya yang telah menjual keperawanan gadis itu kepada Jaxton Quinn.

Dan Bagas pun memutar balik badannya menuju lift, berusaha untuk mengejar Geovan yang telah masuk ke dalam ruangan CEO. Ia akan memaksa ajudan itu untuk memberikan alamat Jaxton Quinn.

Yang Bagas tidak tahu, tak ada seorang pun selain orang-orang tertentu yang mengetahui tempat tinggal Jaxton. Dan yang juga ia tidak ketahui, bahwa Geovan bukan orang yang cukup sabar untuk melayani cecunguk macam Bagas, yang masuk dengan tidak sopannya ke dalam ruangan CEO tanpa mengetuk.

Dan yang juga Bagas tidak ketahui, bahwa hukuman berat akan menimpa siapa pun yang sudah membuat ajudan terpercaya Jaxton Quinn itu kesal.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel