Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

"Karena musuh paling mematikan, adalah TEMAN."

***

"Lo hebat kalau bisa bikin gue nyesel," ucap Starla seraya menarik bibirnya. Menampilkan senyuman khas yang menyebalkan saat dilihat.

"Tugas kedua, beliin Bos makanan. Laper." Gadis itu kembali menunjuk kantin yang menjual bakso di belakangnya, "mie ayam sama bakso yah, pake duit lo dulu. Kayaknya nggak gue ganti, kan lo banyak duit."

Natasya dan Larissa yang berada di belakang Starla hanya bisa cengok sekaligus geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-teman mereka. Sungguh, yang namanya Starla Sherena Alsca memang tidak pernah takut dengan apapun. Sampai Dewa pun tidak berkutik.

"Lo punya kaki, gunain." Dewa menatap Starla tajam.

"Nggak mau." Starla melipat kedua tangannya di depan dada seraya menggelengkan kepala.

Tanpa diduga, Dewa maju mendekati Starla. Menginjak keras kaki gadis itu sehingga membuat Starla berteriak menjerit kesakitan.

"Sinting ya, lo?!" Kesal Starla seraya memegangi kakinya yang baru diinjak Dewa.

"Yah, karena kaki lo sekarang sakit, gue yang jalan beliin makanan." Dewa langsung melangkahkan kaki jenjangnya menuju kantin yang menjual bakso, diikuti Arjuna di belakangnya.

Starla menatap kepergian Dewa seraya mengumpat segala sumpah sarapah. Memang benar, cowok ini tidak berperi kemanusiaan. Memangnya dia anggap kaki Starla ini kaki gajah? Seenaknya saja menginjaknya.

"Satu sama," gumam Dewa seraya menarik simpul.

***

Bel tanda seluruh pelajaran hari ini berakhir telah dibunyikan, suatu keajaiban ketika Dewa dan teman-temannya tidak pulang sebelum bel pulang berbunyi.

Mereka sedang berada di kantin, dan bersiap menuju ke parkiran. Di sepanjang jalan menuju ke parkiran, tidak jarang banyak siswa yang menyingkir dari jalan Dewa dan teman-temannya.

Iya, lebih baik menyingkir begitu daripada harus berpapasan dengan Dewa. Karena terkadang, cowok itu bisa menarik siapa saja untuk jadi 'korbannya'.

Sampai di parkirannya, mata tajam Dewa menatap ada yang aneh dari atas motornya. Yaitu di atas jaketnya tidak terdapat helm yang selalu ia letakkan di sana.

Cowok itu berjalan mendekat, dahinya mengernyit dan hal itu cukup memancing emosinya. Dewa menoleh, mencari keberadaan helm-nya namun tak kunjung menemukan titik terang.

"Napa, Wa?" Celetuk Tama saat sadar ada yang tidak beres dengan ekspresi Dewa. Dan hal itu cukup menarik perhatian anak EAGLE yang lainnya.

"Helm gue," sahut Dewa tanpa menoleh. Matanya sibuk melirik ke araj lain mencari keberadaan helm-nya.

"Lah, ilang?" Tama yang sudah siap menyalakan mesin motornya, kini beranjak turun dan mendekati Dewa.

"Nyari mati banget yang nyuri helm Dewa," celetuk Bagus.

"Iyalah, itu helm mana ada yang nyamain, sih. Cuman Dewa yang punya dengan design kayak gitu, kalau ketemu, auto gebukin," sahut Reonaldo.

"Cuman ada dua kemungkinan orang yang berani ngambil helm Dewa," ujar Arjuna.

"Apa emang?" Tama menoleh kepada Arjuna.

"Yang pertama, orang itu gila. Yang kedua, dia setara dengan Dewa."

"Gue tau!" Tama berseru seraya menjentikkan jari, "gila, gede juga nyali itu cewek."

"Emang siapa?" tanya Indra.

"Yang setara sama Dewa, kan?" ujar Tama, "siapa lagi, pasti anak IPS satu tuh. Si Dewi!"

"Kok Dewi? Setara darimana anjir, kutu buku gitu," sahut Bagus, heran.

"Ya di mana-mana yang setara sama Dewa tuh ya Dewi. Kalau Ratu, itu setara sama Raja. Bener, kan?" ujar Tama yang mendapatkan tempeleng keras dari Indra.

"Lo goblok natural banget kenapa sih, Tam?" Indra menggelengkan kepalanya.

"Sakit, sialan!" Kesal Tama, "gue tiap hari tambah bego gara-gara kepala gue lo tampol mulu!"

"Biar darah beku di otak lo itu cair, jadi lo bisa waras dikit!"

"Eh, babu! Yok, pulang!" Suara itu membuat Dewa dan teman-temannya menoleh.

Starla sudah berdiri di belakang motor Dewa dengan mengenakan jaket kulit berwarna hitam, mirip dengan milik EAGLE hanya saja tanpa lambang di belakangnya. Rok pendek gadis itu juga sudah berganti dengan celana hitam panjang.

Dan yang paling mengejutkan, Starla sedang membawa dua buah helm. Miliknya, dan milik ...

"Helm gue!"

Dewa.

"Et-" Starla segera menaiki motor Dewa, "nah, ambil deh," ujarnya meletakkan benda berwarna hitam itu di atas tangki motor Dewa.

"Turun!" Perintah Dewa. Ia sangat tidak suka ada yang duduk di atas motornya. Sheril saja tidak pernah Dewa ajak duduk di boncengannya.

"Pekerjaan ketiga, anterin bos pulang."

"Mba Bintang, sini mending abang Tama aja yang anterin pulang," celetuk Tama.

Starla menoleh, kemudian menggelengkan kepalanya. "Nggak mau, motor lo warnanya biru. Gue nggak suka."

"Kudu nih dicat warna item biar kayak punya Dewa?"

"Heh Dewa, buruan!" Kesal Starla.

"Anterin aja, Wa. Turunin di jalan atau ajak ngebut, biar itu cewek jera," bisik Bagus.

Dewa memutar bola matanya malas, kemudian melangkah menuju kendaraannya. Dan hal itu, kembali membuat Starla menarik senyumnya.

Motor Dewa melaju membelah jalanan kota Jakarta siang itu. Ia memacu kendaraannya secepat mungkin, hingga tidak jarang beberapa pengendara lain mengumpat karena hampir tertabrak oleh Dewa. Namun, semua itu tidak diindahkan oleh cowok itu. Ia memang sengaja memacu motornya secepat angin untuk membuat cewek di belakangnya ini takut.

"Awas kelewatan rumah gue!" Teriak Starla, Dewa mendengarnya samar-samar. Memang, nyali cewek ini tidak bisa diragukan.

Di saat semua cewek akan memaki jika dibonceng dengan kecepatan tinggi sampai ingin membawa ke surga, Starla bisa tenang tanpa protes. Malah menikmati.

Motor besar Dewa akhirnya berhenti tepat di halaman rumah megah bertema serba putih bergaya modern. Starla turun dari boncengan Dewa dengan gayanya yang tidak pernah santai.

Dewa memperhatikan rumah itu dengan diam. Seperti ada sesuatu, namun ia tidak tahu apa yang ia rasakan.

"Kalau tiba-tiba gue minta beliin makanan tengah malem, lo ingat baik-baik nih rumah gue," ujar Starla.

Dewa menggelengkan kepalanya, tanpa sepatah kata apapun ia kembali melajukan benda besar berwarna hitam itu menghilang dari hadapan Starla.

"Bisu kali tuh orang," dengus Starla. Kemudian ia masuk ke dalam rumahnya.

Baru saja Starla membuka pintu kamar, suara Bi Ijah membuat kegiatannya terhenti.

"Non, di luar ada yang nyariin ... " ujar Bi Ijah.

"Siapa?"

"Cowok, Non. Pakai motor besar warna item," jawab Bi Ijah.

Starla mengernyitkan dahinya. Gadis itu kembali berjalan menuruni tangga, pikirannya menerka-nerka. Apa mungkin itu Dewa?

Namun, segala pemikiran itu salah ...

"Arjuna?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel