Bab 2 Peristiwa di Balik Masa Lalu
Bab 2 Peristiwa Di Balik Masa Lalu
"Hey, Kamu yang bernama Ezio kan?" Aga bertanya dengan nada ketus.
Pemuda yang bernama Zio itu hanya diam tak bergeming, menatap tajam ke arah Aga. Tangannya terus menggenggam ranting pohon dengan kuat. Perlahan ia membungkuk dengan posisi menerkam, bersiap apabila terjadi sesuatu.
Begitulah Zio, ia akan merasa ketakutan ketika bertemu dengan manusia.
"Hey, jangan bilang kau takut," bisik Aga mengejek.
Zio masih tetap diam.
"Oke, kita bicarakan masalah ini baik-baik. Jika kamu mau melakukan apa yang aku katakan, aku akan menjamin keselamatanmu, dan juga semua binatang yang sangat kau lindungi itu." Suara Aga terdengar ringan, namun terselip ancaman.
"Kamu tinggalkan gunung ini, pergi sejauh mungkin dimana kamu tak bisa ditemukan Kanaya." Aga mulai mendekati Zio.
"Arrrggghhh!!!" Zio meraung seolah-olah menjawab ancaman Aga dengan keras. Dia memberi tahu Aga kalau dia tak bisa meninggalkan saudara-saudaranya dan juga Kanaya.
"Oh kamu tidak mau? kalau begitu kamu ingin semua binatang yang kau anggap saudara itu mati di tanganku?"
Mendengar perkataan Aga, Zio ingin segera memukul Aga dengan keras. Baru saja ia mengangkat tangan kanannya, tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar di telinga Zio. Meskipun jarak jauh namun telinga Zio adalah pendengaran yang paling bagus, ia bisa mendengar suara apapun dari jarak 500 meter. Mereka adalah suara hewan-hewan yang selalu menjadi teman Zio. Suara itu seolah meminta tolong pada Zio dari kejauhan.
Mendadak Zio berhenti, tak jadi memukul Aga. Meyakinkan dirinya apa yang ia dengar itu nyata ataukah hanya ilusi.
Suara itu semakin jelas, dan tiba-tiba datang dua orang telah membawa singa kecil, kelinci putih, anak rusa dan binatang-binatang kecil lain yang dimasukkan kedalam sebuah sangkar.
"Susah sekali menangkap anak singa ini Ga, lihat! bukankah dia sangat cantik," kata salah satu dari mereka.
"Benar sekali, aku harus mengalihkan singa besar itu agar bisa menangkap singa kecil ini, tak ku sangka ibunya sangat bodoh." Teman Aga yang satunya lagi berkata.
"Sungguh cantik sekali, lalu di mana ibu singa kecil ini?" tanya Aga sambil mengelus kulit lembut singa kecil yang rapuh itu.
"Aku harus bertarung dengannya Ga, mungkin dia sekarang sedang sekarat," jawabnya.
"Kamu lihat Zio, aku bisa melakukan lebih dari ini jika kamu tak mau melakukan apa yang aku katakan, apa kamu sungguh tak merasa kasihan pada binatang-binatang malang ini?" tanya Aga sambil tersenyum simpul.
"Aaaarrrrgggghhhh!!!" Emosi Zio meledak ketika melihat singa kecil yang tak berdaya itu, terlebih mendengar jika ibu singa telah mati. Seketika dia menghantam wajah Aga dengan keras, memukulnya sampai terjatuh. Darah segar mengalir di bibir Aga.
Pukulan yang secara tiba-tiba itu sempat mengejutkan Aga, dengan segera kedua teman Aga ikut membantu Aga. Mereka bertiga berkelahi, tiga orang sekaligus melawan Zio seorang diri. Meskipun Zio sangat kuat, namun jika dia keroyok oleh tiga orang yang juga kuat sudah pasti akan kalah.
Zio terjatuh dengan lebam di sekujur tubuhnya, darah segar mengalir di bagian bibir dan tangan juga kakinya yang tak terbungkus kain. Bajunya yang compang camping hanya menutupi bagian tubuhnya sampai ke lutut, membuat tangan dan kakinya terus mengeluarkan darah akibat pukulan keras dari tiga orang yang tengah menyerangnya dengan membabi buta.
"Cukup!" kata Aga dengan suara ngos-ngosan memberi perintah kepada kedua temannya agar berhenti menendang Zio yang hampir tak bernyawa.
"Kurasa kamu akan segera mati Zio, jadi lihatlah benda apa yang aku bawa," kata Aga sambil mengayunkan sebuah kalung berbandul kayu terukir nama 'Kanaya' tepat di depan mata Zio yang masih bisa melihat dengan jelas.
"Kamu tahu apa ini kan? Kanaya memberikan ini padaku agar aku membuangnya. Kami akan bertunangan Zio, dia merasa bahwa benda ini terlalu buruk, jadi dia menyuruhku untuk membuangnya. Satu hal yang harus kamu tahu, Kanaya sebenarnya tak menyukaimu, bagi dia kamu hanyalah pemuda liar yang lusuh, dan kamu sungguh tak pantas bersamanya.
Jangan terlalu memimpikan sesuatu yang mustahil bagimu Zio, Kanaya bersikap baik padamu selama ini hanya karena dia merasa kasihan padamu, dia merasa berhutang budi karena kamu pernah menyelamatkan hidupnya. Jangan kamu kira dia melakukan itu karena menyukaimu, lihatlah dirimu sendiri Zio, kamu sangat menyedihkan. Pemuda liar yang tak mempunyai keluarga dan masa depan," kata Aga sinis.
Mendengar pernyataan Aga dan kalung yang dibawanya membuat hati Zio terasa sakit yang amat menyiksa. Sakit di sekujur tubuhnya kini tak lagi terasa. Mungkin tubuhnya kini penuh dengan darah, namun hatinya lebih terluka meskipun tak berdarah.
Dengan air mata yang mengalir secara perlahan, Zio masih sempat melihat Aga meninggalkannya karena hujan akan segera turun. Semua binatang yang ada dalam sangkar pun mereka lepaskan. Setidaknya Zio merasa lega bahwa mereka bisa terlepas.
Zio menangis seiring dengan turunnya hujan yang sangat deras. Merasakan pahitnya hidup yang ia alami. Hidup seorang pemuda yang tak mempunyai keluarga, yang selama hidupnya hanya dia habiskan di hutan bersama para binatang. Dia tak pernah mendapatkan kasih sayang dari siapapun, dia tak tahu arti cinta, hingga seorang Kanaya mampu mengetuk kerasnya hati Zio, membuat Zio merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Merasa dihargai sebagai manusia, merasa disayangi sebagai seorang pemuda. Namun ternyata semua itu hanyalah kepalsuan dalam diri Kanaya. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya Zio merasa kecewa dan dikhianati.
Kejadian 3 tahun lalu itu akan selalu teringat dengan jelas di otak Zio sampai kapanpun. Tentang penghianatan Kanaya terhadap dirinya.
***
Zio sudah berada di dalam taksi yang ia pesan secara online, emosi dalam hatinya masih membuncah karena melihat kebersamaan Naya dan Aga. Apalagi Naya sedang menangis dalam pelukan Aga.
Zio tak memungkiri akan perasaan yang sebenarnya ia rasakan pada gadis itu. Ya, Zio masih merasa cemburu dan marah ketika melihat Naya bersama orang lain, apalagi jika orang lain itu adalah Aga. Pemuda yang selalu ia benci seumur hidupnya. Cinta pertama dalam hidup Zio telah membuatnya begitu bahagia, meskipun cinta itu telah terbalut rasa dendam yang membara.
"Ke Blok M Pak," kata Zio pada supir taksi, sang supir segera menjalankan perintah penumpangnya.
Mobil melaju dengan tenang, menuju sebuah Club yang selalu Zio kunjungi di kala hatinya gundah.
Zio menenggak beer yang sudah disiapkan seorang pelayan.
"Bos, mau ku temani minum?" kata seorang gadis berbaju seksi itu.
Dia tak berani duduk sebelum Zio memberinya jawaban.
"Duduklah!" kata Zio tanpa menoleh ke arah gadis itu. Gadis itu segera duduk di samping Zio seraya menuangkan minuman beralkohol itu ke dalam gelas Zio yang telah kosong.
"Ra, kamu kerja di sini lagi?" tanya Zio masih menatap kosong gelas yang telah terisi.
"Maaf kak," kata wanita itu yang bernama Saira.
"Bukankah sudah kukatakan waktu itu, jangan terus terikat dengan tempat seperti ini," kata Zio. Kali ini Zio menatap ke arah Saira.
"Aku tak bisa meninggalkan pekerjaan ini kak, aku butuh banyak biaya untuk hidup keluargaku," timpal Saira sambil menunduk.
"Bukankah sudah ada kakakmu? kenapa kamu begitu repot?” Kembali Zio berucap dengan sedikit lembut.
"Kakakku pergi meninggalkan kami." Suara Saira terdengar serak. Zio menoleh ke arah Saira. Dia tengah menunduk menahan tangis yang siap mengalir kapanpun.
"Maaf." Hanya kata itu yang bisa Zio ucapkan. Ia meraih lembut kepala Saira dan mengelusnya pelan. Berharap rasa sakit yang dia alami sedikit mereda.
"Bersabarlah...," kata Zio akhirnya.