14. Passion
Setiap pria menginginkan gadis baik untuk menjadi nakal hanya untuknya saja, begitu pun dengan Leonard. Saat melihat punggung mungil Vanessa terlungkup di atas meja, gadis baik yang terlihat nakal telah tersaji di hadapannya. Bak sebuah jamuan yang menggugah selera, dan selera Leonard tidak sama dengan pria lainnya.
Saat semua pria sukses lebih menyukai supermodel atau wanita dengan karir cemerlang yang sudah pasti matang dan sangat dewasa, kini Leonard terjebak dengan gairah baru kepada gadis belia. Candu baru bagi Leonard yang baru saja menggilai seorang gadis, yang ternyata tidak mengetahui apapun pasal seks. Bahkan sama sekali belum pernah terjamah.
Suatu hal yang beruntung bagi pria, tapi bukan keberuntungan bagi pria yang mencari kepuasan semata. Karena Vanessa tentu saja bukan tipe gadis yang bisa memberikan kepuasan, mengingat dia tidak mengerti apapun tentang seks.
Tapi, dari semua hal itu. Leonard tidak berharap apapun, ia hanya terjebak dengan keinginan untuk menjamah Vanessa. Terjebak oleh sebuah gairah yang telah lama ia simpan semenjak melihat gadis itu.
Vanessa menggigit bibirnya sendiri, merasakan bokongnya terasa panas dan perih. Namun Leonard masih menggoda paha mulusnya dengan riding crop di tangannya, pria itu telah membuat tanda di bongkahan padat yang masih mengenakan rok pendek yang tersingkap ke atas.
Merah bekas pukulan benda yang menjadi alat pemuas nafsu Leonard, melihat gadis itu merasakan sensasi pertama adalah hal yang baru Leonard rasakan. Banyak wanita yang menggeliat dan menunjukan gairahnya kepada Leonard jika ia memukul bokong wanita, itu sudah biasa terjadi. Tapi Vanessa, gadis itu baru saja menerima hal kinky seperti sekarang ini.
Tidak mengetahui apapun, hanya bisa diam dan menahan sakit. Membuat Leonard gemas ingin menerkamnya saat ini juga, Vanessa tak ubahnya gadis kecil yang tengah dihukum oleh Ayahnya. Ini lebih menyenangkan dan membuat nafas Leonard naik-turun serta hampir membuatnya kehilangan kewarasannya.
Ini lebih baik, dari pada menyewa jalang yang terlalu agresif... batin Leonard.
Sementara Vanessa, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa bergerak jika Mr. Watson berkata demikian, selain mendesah tentunya. Karena semenjak sentuhan pertama di bahu Vanessa, dirinya tidak dapat menahan desahan. Seolah Mr. Watson mengalirkan aliran listrik di tubuhnya namun berhasil membuat Vanessa terpekik.
"Berbalik Ness!" Titah Mr. Watson, Vanessa menurut. Berdiri tegap dan perlahan membalikan tubuhnya berhadapan langsung dengan Mr. Watson, pria itu mengecup bibirnya secara perlahan disertai geraman dan desahan yang terdengar seksi. Sangat memabukan, ditambah lagi jemari-jemari nakal pria itu meremas bokongnya di balik rok mini yang Vanessa kenakan.
"Ahh... Mr. Watson..." Vanessa tidak dapat menahan desahannya, dan anehnya ia malah menyebutkan nama pria itu. Sementara Leonard tersenyum mendengarnya, di sela ciuman panas mereka Leonard tersenyum lebar karena telah berhasil membuat gadis itu menyebutkan namanya. Suatu saat, Leonard akan berusaha membuat Vanessa menjerit kencang memanggil namanya.
"Ya...?" Balas Mr. Watson, melihat wajah cantik itu menutup kedua mata merasakan kenikmatan yang ia beri.
Entah mengapa, Leonard sangat suka melihat Vanessa tersiksa dalam gairahnya seperti ini. Tidak seperti biasanya ketika ia menyewa jalang, dirinyalah yang akan terpuaskan. Tapi dengan Vanessa, seseorang yang telah menjadi candu baru baginya, dengan senang hati Leonard akan memberikan kenikmatan yang belum pernah gadis itu rasakan.
Katakanlah ia akan merusak gadis itu, tapi Leonard menyukainya. Gadis itu bahkan menikmatinya.
Kepala Vanessa mendongak ke atas, seketika kedua mata Leonard menggelap. Ketika mendongak seperti itu, leher jenjang serta dada yang membusung milik Vanessa terlihat sangat menantang. Leonard tak henti-hentinya memuja kemolekan tubuh Vanessa dalam diam, ia bahkan membayar Vanessa terlalu murah.
Leonard tidak ingin berbagi Vanessa dengan pria mana pun, Vanessa hanya untuknya. Tubuhnya.... setidaknya hanya itu yang Leonard inginkan. Membayar atau mungkin bahkan memenuhi segala kebutuhan gadis itu, sehingga Vanessa tak lagi harus bekerja di kafe milik pria gendut sahabat lamanya dan memamerkan lekuk tubuh yang indah ini.
Kancing kemeja Vanessa telah terbuka, entah bagaimana jemari berurat milik Leonard dengan lihai membukanya satu persatu tanpa disadari oleh pemiliknya. Mungkin karena Leonard terbiasa membuka kemeja atau bahkan dalaman wanita.
Leonard bermain di buah dada ranum tersebut, ada sensasi menggelitik yang dirasakan Vanessa saat brewok tipis Leonard menyentuh kulit mulusnya.
Belum lagi, jemari nakal Leonard tak berhenti meremas dan makin membuat merah bokongnya.
Kedua tangan Vanessa menyangga di pinggiran meja, tak terasa sebelah tangannya menyentuh bahu lebar yang dulu selalu menarik perhatian Vanessa.
Namun, tiba-tiba saja Leonard mencengkram kuat lengan Vanessa yang berada di bahunya.
Seketika Vanessa membuka mata dan terkejut, mengapa Leonard menghentikan kegiatannya?
Wajah pria itu berubah seketika. Dari kedua bola mata yang menggelap, hingga menjadi seperti seekor serigala yang ingin mencabik Vanessa saat ini juga.
Vanessa yang terkejut hanya bisa terdiam, tak berani berkata atau bertanya apa yang terjadi. Leonard berubah drastis dari bergairah, menjadi mengerikan.
"Jangan sentuh aku, apa kau tidak baca kontraknya?" Cecar Leonard, dan bodohnya Vanessa tidak menyadari hal itu. Karena ini pertama kalinya ia merasakan gairah yang hampir saja mengambil kesuciannya. Hampir, jika Leonard tidak berubah menjadi predator yang terlihat ingin membunuh Vanessa.
"M-maafkan aku..." kata Vanessa dengan nada pelan dan kedua alis mata yang menyatu, ia takut tentu saja. Mr. Watson selalu terlihat dingin dan mengerikan, meskipun sentuhan pria itu dapat membuat Vanessa lupa diri. Seperti saat ini, Vanessa sampai tidak sadar jika dirinya telah menyentuh Mr. Watson di bagian bahu.
Padahal di dalam kontrak menyebutkan jika pria itu sama sekali tidak menyukai sentuhan di tubuhnya, sentuhan pada waktu-waktu yang tertentu. Dan inilah bagian yang tidak adil bagi Vanessa, pria itu membuat kontrak atas dasar keinginanya sendiri. Bukan atas dasar kesepakatan bersama seperti hal lain yang tidak disukai Vanessa.
Walaupun Vanessa ragu ia memiliki ketidaksukaan terhadap sesuatu, terlebih dirinya baru dalam urusan seks.
"Pergilah Ness... kau tidak ingin terlambat bekerja besok." Ujar Mr. Watson yang beringsut mundur dari Vanessa, melirik ke arah jam dinding dan Vanessa dapat melihat waktu telah menunjukan pukul dua belas malam.
Hanya bagian permainan, namun telah berlangsung cukup lama.
Vanessa merasa malu, hanya karena sebuah kesalahan. Pria itu menghentikan semuanya, lagi-lagi Vanessa harus menerima kegagalan. Atau bisa dibilang penundaan yang dilakukan Mr. Watson, pria itu selalu berhasil menggodanya. Bahkan hingga Vanessa telah berada di puncak gairah, lalu setelah itu Leonard menghentikan permainan dan membuatnya frustasi.
Padahal, Vanessa telah siap dengan permainan Mr. Watson yang sebenarnya...