Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

"Ingat, Tuhan tidak pernah memberikan cobaan melebihi batas kemampuan."

-cantikazhr-

Rachel menghempaskan tubuh ke atas kasur kecilnya. Gadis itu menghela napas, lelah. Lelah dengan segalanya. Baru saja ia berniat untuk tidur, teriakan dan pintu yang diketuk dengan tidak sabaran membuatnya mengurungkan niat.

Lagi, Rachel menghela napasnya gusar. Gadis itu mengusap kasar wajahnya, menahan air mata yang sudah tiba di pelupuk mata. Rachel beranjak dari kasur, berjalan menuju pintu.

Ketukan dan teriakan dari luar, semakin membuat Rachel merasa berat. Berat untuk membuka pintu kamarnya yang dari tadi bergetar karena gedoran tidak santai oleh Ibunya.

"Lama banget sih, kamu?!" Semprot seorang wanita paruh baya yang kini berdiri tepat di hadapan Rachel seraya berkacak pinggang.

"Aku nggak dengar, Bu," sahut Rachel seraya menundukkan kepalanya.

"Ba, Bu, Ba, Bu! Inget ya, saya bukan Ibu kamu!" Geram wanita itu, "kamu lupa, ya? Kalau Ayah kamu sedang tidak ada di rumah, kamu panggil saya Nyonya. Bukan Ibu, saya nggak sudi nganggep anak pelacur kayak kamu jadi anak saya."

Rachel mendongak, dan menatap tajam ke arah wanita itu. "Mama saya bukan pelacur!"

"Dia emang bukan pelacur, tapi ninggalin keluarganya sendiri buat nikah sama orang kaya? Sama aja jual diri, kurang lebih sama pelacur." Wanita itu menyayat hati Rachel dengan kebenaran yang ia ucapkan.

Rachel yang tadinya berani menatap wanita di hadapannya dengan mata tajamnya, kini kembali menunduk pasrah. Membiarkan bulir air mata mengalir dari pelupuk matanya.

"Nggak usah nangis!" Lena-Ibu tiri Rachel-melipat kedua tangannya di depan dada, "cucian udah pada numpuk, saya baru aja mecat pembantu buat menghemat biaya pengeluaran. Sana, kamu cuci!"

"Nanti habis aku istirahat, Bu," sahut Rachel.

"Enak, aja!" sentak Lena, "nggak ada istirahat, sebelum kamu selesaikan semua pekerjaan rumah!"

"Tapi, Bu–"

"Nyonya!" koreksi Lena, "Saya nggak sudi kamu panggil Ibu!"

"Tapi–"

"Banyak omong!" Lena menjambak rambut Rachel, menarik tubuh mungil gadis itu menuju kamar mandi, "lihat sendiri, itu cucian udah numpuk kayak gunung! Belum lagi cucian piring, nyapu halaman, semuanya nggak bakalan selesai kalau kamu malas-malasan!"

Rachel menatap tumpukan pakaian itu dengan berlinang air mata. Ia bukan menangis karena disuruh melakukan pekerjaan rumah, ia hanya tidak mampu mengeluarkan emosinya yang sudah tertahan di ubun-ubun.

"MALAH NANGIS!" ucap Lena geram.

Tangan Lena kembali menjambak rambut Rachel, membuat gadis itu mendongak seraya meringis menahan sakit di kepalanya. "A–ampun ...." lirih Rachel.

"KERJAIN SEKARANG!" Lena mendorong kasar kepala Rachel hingga tidak sengaja mengenai tembok. Wanita itu sempat terkejut, sebelum ia kembali menetralkan wajahnya, "awas ya kalau saya pulang ke rumah, pekerjaan kamu belum selesai!"

"Siapa suruh kamu pulang terlambat!" ucap Lena seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Tadi, Rachel menemani Aldi ke mall untuk mencari hadiah ulang tahun Mama Aldi. Awalnya Rachel tidak mau, namun mengingat Aldi adalah sahabat yang selalu membantunya, ditambah perasaannya kacau karena sikap Darren dan mendengar ibunya tidak ada di rumah membuat Rachel berani.

Namun, ketika sampai di rumah, Rachel terkejut karena ternyata Ibunya tidak jadi ke Bandung. Dan Lena sangat marah mengetahui Rachel pulang terlambat karena ke Mall untuk menemani Aldi.

"KERJAIN SEKARANG!" Titah Lena. Wanita itu kemudian pergi.

Rachel meringis seraya mengusap dahinya yang terasa sakit, gadis itu terduduk seraya menyandarkan kepalanya ke tembok yang dilapisi keramik. Rachel kembali memejamkan mata seraya menangis.

Beginikah nasib Rachel? Ia sudah cukup menderita karena Ibunya, satu-satunya orang di dunia ini yang menyayangi Rachel lebih dari apapun meninggalkannya. Memiliki Ayah yang sama sekali tidak peduli padanya, dan seorang pacar yang mana Rachel harapkan bisa jadi tiang kehidupannya, ternyata juga tidak peduli padanya.

Kadang Rachel berpikir, apakah dengan cara bunuh diri, semuanya akan selesai. Apakah penderitaannya akan berakhir? Seseorang datang dan menepuk pundaknya, mengingatkan Rachel pada Tuhan.

Bahwa, sesungguhnya Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan melebihi batas kemampuan umatnya. Cobaan diberikan agar kita mau terus berjuang.

Kalau hidup selalu mulus, kapan kita akan mengerti maknanya berjuang?

REVISI 1 MEI 2020

Follow instagram resmi untuk informasi penerbitan

@darrenalc

@rachel.annatasia

@cantikazhr

"Ingat, Tuhan tidak pernah memberikan cobaan melebihi batas kemampuan."

-cantikazhr-

Rachel menghempaskan tubuh ke atas kasur kecilnya. Gadis itu menghela napas, lelah. Lelah dengan segalanya. Baru saja ia berniat untuk tidur, teriakan dan pintu yang diketuk dengan tidak sabaran membuatnya mengurungkan niat.

Lagi, Rachel menghela napasnya gusar. Gadis itu mengusap kasar wajahnya, menahan air mata yang sudah tiba di pelupuk mata. Rachel beranjak dari kasur, berjalan menuju pintu.

Ketukan dan teriakan dari luar, semakin membuat Rachel merasa berat. Berat untuk membuka pintu kamarnya yang dari tadi bergetar karena gedoran tidak santai oleh Ibunya.

"Lama banget sih, kamu?!" Semprot seorang wanita paruh baya yang kini berdiri tepat di hadapan Rachel seraya berkacak pinggang.

"Aku nggak dengar, Bu," sahut Rachel seraya menundukkan kepalanya.

"Ba, Bu, Ba, Bu! Inget ya, saya bukan Ibu kamu!" Geram wanita itu, "kamu lupa, ya? Kalau Ayah kamu sedang tidak ada di rumah, kamu panggil saya Nyonya. Bukan Ibu, saya nggak sudi nganggep anak pelacur kayak kamu jadi anak saya."

Rachel mendongak, dan menatap tajam ke arah wanita itu. "Mama saya bukan pelacur!"

"Dia emang bukan pelacur, tapi ninggalin keluarganya sendiri buat nikah sama orang kaya? Sama aja jual diri, kurang lebih sama pelacur." Wanita itu menyayat hati Rachel dengan kebenaran yang ia ucapkan.

Rachel yang tadinya berani menatap wanita di hadapannya dengan mata tajamnya, kini kembali menunduk pasrah. Membiarkan bulir air mata mengalir dari pelupuk matanya.

"Nggak usah nangis!" Lena-Ibu tiri Rachel-melipat kedua tangannya di depan dada, "cucian udah pada numpuk, saya baru aja mecat pembantu buat menghemat biaya pengeluaran. Sana, kamu cuci!"

"Nanti habis aku istirahat, Bu," sahut Rachel.

"Enak, aja!" sentak Lena, "nggak ada istirahat, sebelum kamu selesaikan semua pekerjaan rumah!"

"Tapi, Bu–"

"Nyonya!" koreksi Lena, "Saya nggak sudi kamu panggil Ibu!"

"Tapi–"

"Banyak omong!" Lena menjambak rambut Rachel, menarik tubuh mungil gadis itu menuju kamar mandi, "lihat sendiri, itu cucian udah numpuk kayak gunung! Belum lagi cucian piring, nyapu halaman, semuanya nggak bakalan selesai kalau kamu malas-malasan!"

Rachel menatap tumpukan pakaian itu dengan berlinang air mata. Ia bukan menangis karena disuruh melakukan pekerjaan rumah, ia hanya tidak mampu mengeluarkan emosinya yang sudah tertahan di ubun-ubun.

"MALAH NANGIS!" ucap Lena geram.

Tangan Lena kembali menjambak rambut Rachel, membuat gadis itu mendongak seraya meringis menahan sakit di kepalanya. "A–ampun ...." lirih Rachel.

"KERJAIN SEKARANG!" Lena mendorong kasar kepala Rachel hingga tidak sengaja mengenai tembok. Wanita itu sempat terkejut, sebelum ia kembali menetralkan wajahnya, "awas ya kalau saya pulang ke rumah, pekerjaan kamu belum selesai!"

"Siapa suruh kamu pulang terlambat!" ucap Lena seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Tadi, Rachel menemani Aldi ke mall untuk mencari hadiah ulang tahun Mama Aldi. Awalnya Rachel tidak mau, namun mengingat Aldi adalah sahabat yang selalu membantunya, ditambah perasaannya kacau karena sikap Darren dan mendengar ibunya tidak ada di rumah membuat Rachel berani.

Namun, ketika sampai di rumah, Rachel terkejut karena ternyata Ibunya tidak jadi ke Bandung. Dan Lena sangat marah mengetahui Rachel pulang terlambat karena ke Mall untuk menemani Aldi.

"KERJAIN SEKARANG!" Titah Lena. Wanita itu kemudian pergi.

Rachel meringis seraya mengusap dahinya yang terasa sakit, gadis itu terduduk seraya menyandarkan kepalanya ke tembok yang dilapisi keramik. Rachel kembali memejamkan mata seraya menangis.

Beginikah nasib Rachel? Ia sudah cukup menderita karena Ibunya, satu-satunya orang di dunia ini yang menyayangi Rachel lebih dari apapun meninggalkannya. Memiliki Ayah yang sama sekali tidak peduli padanya, dan seorang pacar yang mana Rachel harapkan bisa jadi tiang kehidupannya, ternyata juga tidak peduli padanya.

Kadang Rachel berpikir, apakah dengan cara bunuh diri, semuanya akan selesai. Apakah penderitaannya akan berakhir? Seseorang datang dan menepuk pundaknya, mengingatkan Rachel pada Tuhan.

Bahwa, sesungguhnya Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan melebihi batas kemampuan umatnya. Cobaan diberikan agar kita mau terus berjuang.

Kalau hidup selalu mulus, kapan kita akan mengerti maknanya berjuang?

REVISI 1 MEI 2020

Follow instagram resmi untuk informasi penerbitan

@darrenalc

@rachel.annatasia

@cantikazhr

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel