Bab 4 DJ 3
“Hah?” gumam Haruna ternganga mendengar kata yang diucapkan Sopian barusan.
“Lo tahu obat perangsang gak? Nah, itu ada di minuman yang lo minum barusan!” terang Sopian menatap jeli raut Haruna yang tak percaya.
“Ngapain lo masuki obat begituan ke dalam minuman lo? Kurang kerjaan!” seru Haruna santai dan meraih sepotong kentang goreng. Sopian yang melihat Haruna dengan santainya meraih kentang miliknya hanya menatap bingung. Kenapa bukannya takut, tapi justru asik makan tanpa dosa.
“Lo gak takut sudah minum obat perangsang, Na!” tanya Sopian menyenggol bahu Haruna.
“Takut kenapa emang? Palingan juga obat perangsang bulu bewok yang lo minum. Kalau gue yang minum, palingan apem gue yang tambah bewokan!” seru Haruna begitu terlihat santai.
Sopian tak mampu berkata-kata. Sedangkan Aswal terbahak melihat betapa kecewanya wajah Sopian yang tak berhasil mengerjai Haruna. Sopian berdecih melihat Haruna yang meliriknya tertawa mengejek dan membuang muka ke arah lain. Melihat gelas minumnya sudah habis, Sopian memanggil seorang pelayan yang langsung datang menghampiri.
“Ada apa, Mas?”
“Mbak, saya pesan kopi pahit satu, ya, dan ice lemon tea satu buat angsa yang kehausan ini. Cepetan, ya!” kata Sopian yang langsung diangguki pelayan tersebut dan bergegas pergi.
“Kok minum kopi pahit siang-siang lo?” tanya Aswal bingung.
“Dia memang begitu, kalau habis ketemu gue langsung kepengin minum kopi pahit sambil lihat gue, deh! Kopi pahit pasti langsung terasa manis!” cicit Haruna cengengesan.
‘Uek uek uek’
Sopian berpura-pura seperti orang muntah setelah mendengar ucapan Haruna yang memuji dirinya. Kesal akan reaksi Sopian, dengan entengnya Haruna melayangkan jeweran ke telinga Sopian dan membuatnya meringis kesakitan.
“Adududududu, Na, ampun gue ... ampun! Iya lo manis. Cuma lo yang paling manis di antara asam jawa. Udahan marahnya, Cantik!” keluh Sopian bergumam sambil menahan sakit.
Aswal hanya mampu terbahak melihat mereka yang tak bisa berhenti bertengkar. Percuma juga memisahkan mereka karena ujung-ujungnya akan kembali seperti itu. Melihat hubungan aneh seperti itu, Aswal merasa sebenarnya ada benih-benih cinta yang tumbuh antara mereka, dan hanya tak disadari oleh keduanya.
Sejam kemudian, mereka memutuskan pulang. Aswal pulang lebih dulu menggunakan mobilnya sendiri dan menuju Cawang karena ada keperluan. Tinggallah Sopian dan Haruna berdua yang berjalan beriringan menuju parkiran. Kebetulan Haruna tak membawa mobil sehingga Sopian berencana akan mengantarnya pulang. Ketika mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba mata Sopian menangkap sosok yang sudah lama tak dilihatnya.
“Wiwik?” gumamnya pelan menatap sebuah restoran Jepang yang nampak ramai.
Melihat Sopian meghentikan langkahnya, Haruna pun ikut berhenti dan memandang arah yang sama. Dengan jelas Haruna melihat ada seorang wanita cantik sedang duduk berdua bersama seorang pria berbincang mesra. Haruna menarik pandangannya dan menatap wajah Sopian yang memandang tak berkedip. Walaupun Haruna tak mengenal siapa mereka, tapi dia yakin jika Sopian memiliki hubungan dengan wanita itu.
“Lo gak pernah lihat gue dengan cara seperti itu, Pi!” kata hati Haruna yang mendadak mellow.
Mata Haruna kembali menatap arah di mana mata Sopian masih tertuju seolah lupa jika ada dia di sampingnya. Seketika hati Haruna merasa sedih untuk pertama kalinya dan entah kenapa.
“Pi!” panggil Haruna pelan. Tak ada jawaban dari Sopian dan itu sungguh mengecewakan Haruna.
“Pi!” panggil Haruna untuk kedua kalinya dan reaksi Sopian masih sama.
Haruna menarik nafas dalam, perlahan kakinya melangkah menjauhi Sopian yang masih belum sadar dari lamunannya, hingga beberapa menit berlalu akhirnya tersadar karena mendengar suara teriakan anak kecil.
“Itu pasti calonnya. Gue sudah move on keles. Kenapa sampai segininya reaksi gue!” gumam Sopian untuk dirinya sendiri.
Mengusap wajahnya kasar, Sopian mengumpulkan kembali kesadarannya dan mulai melangkahkan kaki menuju parkiran tanpa menoleh pada sang mantan yang asik bercengkerama mesra, hingga beberapa menit kemudian, Sopian terlonjak kaget.
“HARUNA!” teriaknya lumayan kencang.
Kepala Sopian memutar ke penjuru tempat berharap menemukan Haruna. Langkahnya tergopoh mencari keberadaan Haruna yang tak terlihat olehnya. Tangannya tanpa ragu meraih handphone di balik saku celana untuk menghubunginya. Namun, jangankan diangkat, tersambung saja tidak.
“Ish, ke mana sih angsa cerewet itu? Main tinggalin gue saja, gak sopan banget jadi cewek!” gerutu Sopian kembali melangkahkan kakinya mencari Haruna.
Setengah jam berputar-putar, tibalah Sopian di pintu menuju parkiran. Dia menarik nafas lega karena melihat Haruna sedang duduk di sebuah kursi dekat pos keamanan.
“Haruna!” panggil Sopian melangkah menghampiri Haruna yang langsung menoleh.
“Main tinggal saja. Gue cariin lo muter-muter tahunya ada di sini!” oceh Sopian dengan nafas tersenggal.
“Gue tadi kebelet. Mau telphone hape mati. Ya sudah, tunggu di sini saja!” sahut Haruna tersenyum tanpa dosa.
“Ngapain tunggu di sini?” kata Sopian lagi.
“Ini jalan menuju parkiran. Pasti lo akan lewat sini!” jawab Haruna lagi.
“Sampai mall tutup gue gak akan lewat sini karena gue parkir mobil di depan, Nana!” jelas Sopian menimpali.
“O, gitu!” seru Haruna senyum-senyum.
“Tapi mall belum tutup lo sudah berhasil temukan gue, tuh, Pi!” ujar Haruna tak mau kalah.
“Iya sudah terserah lo saja. Ayo kita pulang!” ucap Sopian tak sabar dan langsung menarik tangan kiri Haruna.
Haruna akhirnya mengikuti langkah kaki lebar Sopian menuju parkiran di mana mobilnya berada. Mata Haruna menatap tangan Sopian yang menggandengnya erat. Jantung Haruna berdetak tak karuan karena baru pertama kalinya dia bergandengan dengan seorang pria di usianya yang sudah dewasa. Mata Haruna terus menatap bergantian antara tangan dan wajah Sopian yang terus berjalan.
“Ya Allah, jantung gue kenapa? Apa iya sakit jantung? Gue langsing juga sehat, masa iya jantungan. Bisa mati muda dong!” oceh Haruna dalam hati karena bingung dengan jantungnya yang berdebar.
Tak berapa lama, sampailah mereka di parkiran dan tanpa sengaja mata Sopian kembali mendapati sosok Wiwik tak jauh dari posisinya menuju sebuah mobil. Mata Sopian kembali tertuju padanya dan mengabaikan keberadaan Haruna yang masih digandengnya. Mendapati hal sama, Haruna menarik nafas dan melepaskan tangannya dari Sopian.