Chapter 7 - GAGAL KLIMAKS
Moly baru saja keluar dari kamar mandi saat mendengar pintu apartemennya di ketuk dari luar.
'Siapa yang datang?'
Ekor mata gadis berambut pirang itu melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjuk angka delapan. Sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk, Moly berpikir.
Pintu kembali di ketuk. Kali ini semakin keras dan berulang-ulang. Jantung Moly berdegup kencang. Dilempar handuk di tangannya. Kemudian secara perlahan dan curiga, gadis itu berjalan menuju pintu.
Rasa cemas membuat jarinya sampai gemetaran. Moly mengintai dari celah kecil pada pintu sebelum meraih handle keemasan di depannya.
"Kenapa lama sekali membuka pintunya?" Meghan menyambut dengan wajah kesal saat pintu dibuka. Setelah menoleh ke kanan dan kirinya, ia menerobos masuk.
Moly dibuat mematung sesaat melihat siapa yang datang. Setelah berhasil menetralkan rasa terkejutnya, dia bergegas menutup pintu, lantas berjalan cepat menuju Meghan.
"Astaga, aku lapar dan haus. Apa kau punya makanan?"
Moly menatap heran melihat Meghan yang sedang mondar-mandir di dapur. Gadis itu tampak baik-baik saja. Meghan sibuk menjelajah isi lemari es di sana.
"Meghan, aku nyaris tak percaya! Kau baik-baik saja? Aku sangat mencemaskan dirimu, sungguh!"
Moly segera memeluk Meghan dari belakang setelah menyadari jika gadis yang datang ke apartemen benar-benar Meghan, temannya, bukan roh Meghan yang mati di tangan para Mafia.
"Hei, kau ini kenapa? Aku baik-baik saja." Meghan menatap heran pada prilaku aneh Moly.
"Meghan, ceritakan padaku apa yang terjadi setelah aku pergi? Aku benar-benar menyesal," ucap Moly sambil memandangi Meghan yang sedang melahap sepotong hotdog sambil duduk di meja makan.
"Kau tahu? Tadi pagi-pagi sekali Jose datang ke sini. Pasti dia mencarimu. Aku tak berani membuka pintu, akhirnya dia pergi juga. Syukurlah kau baik-baik saja." Moly melanjutkan setelah menuangkan jus untuk Meghan.
Dengan mulut penuh Meghan menjawab, "Kau pasti tidak akan percaya apa yang sudah aku alami di markas para Mafia itu."
"Oh iya?" Moly menatap dengan antusias.
Meghan mengangguk. Dia menelan makanan di mulutnya lalu bicara lagi."Moly, kau pernah mengejekku karena aku belum pernah tidur dengan seorang pria, bukan? Kau tahu? Aku telah tidur dengan bos para Mafia itu!"
Moly melebarkan pupil matanya mendengar ucapan Meghan. "Apa? Apa kau menjadi korban pemerkosaan, hah?"
Sambil mengunyah Meghan menggeleng. "Entahlah, mungkin itu pemerkosaan tapi aku menikmatinya, sungguh."
Moly yang tak habis pikir semakin penasaran dengan cerita Meghan. Dia mendekat pada gadis itu, lalu duduk di sampingnya.
"Seperti apa bos para Mafia itu? Ayo ceritakanlah," bujuknya pada Meghan seraya menyenggol lengan gadis itu disertai senyuman jahil.
Meghan mengulas senyum dengan pipinya yang bersemu merah. Pertanyaan Moly membuatnya mengingat kembali apa yang sudah dirinya lalui dengan si Tuan Mafia.
"Tingginya sekitar 1,9m. Tubuhnya berotot dan sangat indah. Kurasa Tuhan membentuk tubuhnya dengan sangat hati-hati. Dia juga sangat tampan dan liar," jawab Meghan lalu menggigit hotdog-nya dengan acuh.
Moly tersenyum mendengarnya. "Lalu siapa namanya, dan se-liar apa dia saat menyentuhmu? Ayolah, ceritakan semuanya. Aku benar-benar penasaran."
Meghan menahan senyumnya. "Entahlah, aku tak tahu namanya. Namun, dia benar-benar liar seperti seekor kuda."
"Waw!" Moly tampak takjub mendengarnya.
Meghan menoleh ke arah gadis yang duduk di samping. "Kau tahu, Moly? Saat kau menemukan seorang pria yang benar-benar gila, dia mewujudkan fantasi seks yang selama ini kau bayangkan. Aku ingin bertemu dengannya lagi."
"Hei, apa kau sudah gila? Untuk apa menemuinya lagi? Dia bos para Mafia, dia punya senjata di balik punggungnya. Jika mau melakukan seks, kita bisa cari pria di tempat lain. Lupakan dia." Moly mencoba menyadarkan Meghan yang sedang konslet otaknya.
Meghan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Moly benar-benar curiga jika temannya memang sudah tidak waras.
Setelah memudarkan senyumnya, Meghan bicara dengan tatapan bersungguh pada Moly. "Aku cuma mau dia."
"Kau benar-benar sudah tidak waras." Moly menggeleng, lantas turun dari meja. "gantilah pakaianmu, kau kelihatan seperti korban pemerkosaan tahu!"
Meghan hanya tertawa kecil mendengarnya. 'Tuan Mafia, kita pasti akan bertemu lagi,' ucapnya cuma dalam hati.
Sementara itu di salah satu kamar suite hotel di Hotel Columbus.
Michele sedang berdiri sambil membuka kedua tungkainya. Di bawahnya, seorang wanita sedang sibuk memainkan batang berurat miliknya yang sudah mengeras kencang.
"Shit! Lakukan dengan benar," desis Michele seraya menjambak rambut merah wanita di hadapannya. Dia menekan dengan kasar kepala wanita itu sampai miliknya benar-benar masuk sempurna.
'Namanya Meghan Crafson, dia mahasiswi smester dua Universitas Columbia fakultas kedokteran. Kakaknya seorang petugas polisi. Mereka baru tinggal di Roma selama empat bulan.'
"Sshhh, Meghan--"
Desahan itu lolos dari bibir Michele. Dia menyebut nama gadis yang bercinta dengannya kemarin malam. Meghan, gadis itu benar-benar membuatnya menggila sepanjang percintaan panas itu.
Sergio sudah mendapatkan profil Meghan. Namun, mereka belum menemukan tempat tinggalnya. Itu tidak penting juga bagi Michele. Dia bisa menyuruh orang-orangnya untuk menculik Meghan di kampus.
Namun, dia tak perlu juga menculik Meghan jika dirinya sudah benar-benar normal, bisa mencapai orgasme meski dengan wanita lainnya.
"Umhhh!"
Wanita itu mengerang saat milik Michele meledak di mulutnya. Dia bersusah payah menelan semua cairan pria itu sampai air matanya menetes. Setelah itu Michele dengan kasar menendangnya sampai tersungkur ke lantai.
"Tuan?"
Wanita itu menoleh tak mengerti. Mengapa Michele tampak marah padanya? Padahal dia sudah menelan semua cairan tanpa ada yang sisa. Apa yang membuat pria itu marah?
"Kau, kau bukan wanita yang bisa membuatku mencapai kenikmatan itu. Enyah kau dari sini sebelum aku menembak kepalamu. Enyah dari sini, Jalang sialan!"
Michele bicara dengan mata yang melotot merah dan rahang yang menggeretak. Dia gagal lagi mencapai orgasme. Entah apa yang terjadi padanya? Pastinya dia benar-benar ingin mengamuk saat ini.
Melihat Bos Mafia yang begitu murka, Wanita itu buru-buru mengenakan pakaian lantas pergi. Michele bisa saja menembak kepalanya seperti yang pernah terjadi pada beberapa wanita panggilan lainnya.
Prang!
Sergio dan Paolo dibuat terkejut saat Michele menyambut mereka dengan melempar gelas anggurnya ke lantai. Dua orang pria berpakaian formal itu saling pandang heran dan cemas. Namun mereka tak berani bertanya pada Michele.
"Alberto, pria itu lepas dari tanganmu? Apa kau sudah bosan hidup, Paolo?"
Jantung Paolo berdegup kencang dengan tenggorokan yang tercekat mendengar namanya disebut lebih dulu oleh Michele.
Dengan tergugup, ia bergegas maju."Aku nyaris saja membakarnya, tapi tiba-tiba seseorang muncul dan berhasil membawanya pergi. Aku sudah menyuruh beberapa orang untuk mencarinya."
Michele mengepalkan buku-buku jemarinya sambil memandangi pemandangan di luar jendela ruangan VIP itu. "Aku tak mau tahu, cepat cari si tua bangka itu lalu bawa dia ke markas," desisnya.
Paolo mengangguk cepat."Baik, Bos. Kami akan membawanya kurang dari dua puluh empat jam."
"Enyah dari sini," perintah Michele seraya mengibaskan tangan tanpa mau melihat wajah bodoh Paolo.
Setelah Paolo pergi, tinggalah Sergio yang masih berdiri di belakang Michele. Berbeda dengan Paolo, dia tak tahu apa salahnya sampai Michele memanggilnya ke ruangan yang seramnya melebihi Neraka.
"Aku mau gadis itu, bawa dia padaku. Aku mau dia sudah ada di kamarku saat aku kembali dari Milan," ucap Michele pada Sergio. Matanya masih sibuk memandangi gedung-gedung tinggi yang mengelilingi gedung bar casino miliknya.
"Maksud Anda, Nona Meghan?"
Sergio hanya memastikan. Namun pertanyaan itu membuat Michele sangat murka.
Tubuh tinggi di balut stelan jas hitam itu memutar cepat menghadap pada Sergio. Pria itu dibuat sangat terkejut saat Michele menyambar lehernya dengan cengkeraman kuat.
"Kau masih bertanya? Kau mau aku mengukir namanya di dahimu dengan belati? Atau memindahkan otakmu ke perut, hah?! Kau masih bertanya?" Michele menatap Sergio sudah seperti iblis yang ingin memakan orang.
Sergio tergugup ketakutan. Dia merutuki dirinya dalam hati karena lisannya barusan. "Aku akan mencarinya segera. Aku akan membawanya ke kamarmu, aku janji."
Michele mengangguk, lantas melepaskan Sergio dengan kasar sampai pria itu tersungkur ke meja. Sergio buru-buru bangkit lalu merapikan pakaiannya.
"Cepat pergi dari sini," ucap Michele lantas memutar tubuhnya membelakangi Sergio.
Meghan, mengapa hanya wanita itu yang mampu membuatnya merasakan orgasme? Apa-apaan ini? Michele menggeleng seraya memejamkan matanya penuh emosi.
Mata iblisnya melirik pada seekor kupu-kupu yang hinggap di kuntum bunga Lily.
Michele menatap buas pada hewan itu, rahangnya mengeretak. Dengan cepat dia menangkap kupu-kupu itu lalu memasukannya ke dalam mulut.
Michele mengunyah sudah seperti sedang memakan permen karet. Rasanya tak jauh berbeda dari laba-laba yang pernah dia makan sewaktu kecil.