Bab 2 Harapan Terakhir
Tergopoh Paola mengejar Frans yang melangkahkan kaki begitu cepat meninggalkannya di ruangan bersama Aditya. Bahkan, Paola sampai harus berlari kecil demi mengejar ketertinggalannya dan sempat menabrak beberapa pengunjung rumah sakit serta menjadi pusat perhatian. Namun, Paola terus mencari keberadaan Frans yang tak terlihat dan memutuskan untuk menuju parkiran serta berharap kalau dia ada di sana. Benar saja karena dari kejauhan dia bisa melihat keberadaan Frans yang berdiri di depan pintu mobil sambil menjambak rambutnya seolah merasakan sesuatu di kepala dan hampir meledak. Dengan nafas tersenggal, Paola mendekat pada Frans dan berhenti di hadapannya, tapi tak sempat berucap karena suara Frans terdengar lebih dulu.
"Aku harus pergi ke rumah sakit lain sekarang juga. Semua yang tertulis di sini pasti bohong!" ucap Frans sambil mengangkat tinggi-tinggi lembaran kertas yang ada di tangan kanan. Apa yang dimaksud oleh Frans dipahami oleh Paola yang terlihat masih mengatur nafas dan memaksa berkomentar.
"Tidak. Hmm ... maksudku kau tak bisa melakukan tes ulang hari ini karena kau harus lebih dul—"
"Tentu saja bisa karena aku belum ejakulasi sejak melakukannya untuk tes kemarin. Aku harus pergi sekarang atau bisa gila karena kebohongan ini!" tepis Frans membantah dan tak bisa dibalas oleh Paola di mana mata itu menatap lurus padanya. Sejenak mereka terdiam hingga ada mobil melewati mereka disusul Paola berujar.
"Ya sudah, ayo kita masuk!" Segera mereka masuk mobil dan menuruti keinginan Frans untuk menuju rumah sakit lain. Mesin mobil dinyalakan dengan mata Paola menatap ke arah Frans yang menatap ke arah depan di mana tangan itu masih menggenggam sebuah kertas seolah tak ingin dilepas sama sekali. Tahu suasana hati Frans amat kacau, segera dia meraih sebotol air mineral dan segera dibuka, lalu disodorkan kepadanya sebelum mobil melaju.
"Minum dulu!" Kalimat itu mampu membuat pandangan Frans teralihkan dan menemukan sebotol air berukuran kecil yang telah dibuka penutupnya. Dengan malas, Frans menerima dan meneguknya kasar hingga tandas, lalu meletakkan botol kosong di bawah kaki. Paola menarik nafas kasar karena sebenarnya dia tak mampu mengendalikan emosi yang telah meledak tersebut.
"Aku tahu rumah sakit yang bagus untuk melakukan tes itu!" Suara Paola terdengar dan membuat Frans kembali menoleh.
"Benarkah? Di mana?" tanya Frans antusias.
"Royal Hospital dan beberapa temanku melakukan medical check up di sana sebelum menikah," jawab Paola meyakinkan karena sudah ada kenalannya yang periksa ke sana.
Terlihat Frans berpikir setelah mendengar saran Paola barusan. Sebenarnya dia sudah menentukan ke mana akan memeriksakan diri. Namun, saran Paola barusan seketika membuatnya tertarik dan berpaling dari pilihan sebelumnya.
"Aku harus memastikan ulang tentang kondisiku karena yakin rumah sakit itu melakukan kesalahan atau apalah yang penting aku tak percaya. Demi Tuhan, aku sama sekali tak percaya apa yang tertulis di sini!" Suara Frans begitu jelas dengan raut tak percaya. Paola menatapnya juga dan menimpali.
"Aku mengerti, Sayang, kalau kau tidak terima dengan hasil pemeriksaan ini. Kalaupun ingin melakukan tes ulang, kau harus kembali menunggu untuk melakukan apa yang menjadi persyaratan sebelum pemeriksaan itu? Iyakan?" Apa yang dikatakan oleh Paola membuat Frans tersadar kalau dia tak bisa melakukan pemeriksaan itu saat ini dan seketika membuatnya menyandarkan punggung ke kursi. Dengan wajah lemah, Frans memukul kemudi berulang kali karena keadaan yang tak memungkinkan dan harus menunggu lagi. Namun, setelah berpikir beberapa saat dia menatap ke arah Paola yang saat ini bungkam.
"Tapi aku belum ejakulasi dan pasti bisa melakukannya hari ini juga!"
"Apa kau yakin?" tanya Paola menatap curiga ke arah Frans. Bahkan melirik ke arah dua pangkal paha dan disadari oleh Frans.
"Terserahlah. Pokoknya kita ke rumah sakit sekarang juga!" Itulah jawaban yang diberikan Frans.
Tanpa menunggu komentar Paola, dia bersiap untuk segera meluncur menuju rumah sakit yang dipilih. Adapun Paola tak berkata apapun lagi dan hanya bisa duduk manis bersama pikirannya yang ikut bingung menghadapi situasi tersebut. Sesekali dia melirik ke arah Frans yang tidak mengatakan apapun, meskipun dia yakin suasana hatinya belum membaik. Bahkan, Paola tak mampu mengajaknya bicara mengenai topik lain atau hanya akan memancing emosinya kembali meledak.
Tak sampai satu jam akhirnya mereka sampai di sebuah rumah sakit. Berdasarkan riwayat, Frans pernah mengantarkan orang tuanya memeriksakan diri ke rumah sakit itu, meskipun hanya pemeriksaan biasa. Harapan besar dimiliki oleh Frans di mana hasil tes akan berkata lain, meskipun hati kecilnya memiliki rasa takut seandainya saja hasilnya tetap sama. Namun, demi memastikan semua dia harus melewatinya untuk sekadar meyakinkan.
Dua jam sudah berlalu dan akhirnya Frans telah menyelesaikan apa yang harus dilakukan. Pihak rumah sakit mengatakan kalau hasil pemeriksaan akan keluar besok dan diminta kembali untuk mengambilnya. Maka, tak ada pilihan bagi Frans untuk tetap berada di sana dan memilih pulang membawa rasa kecewa yang masih bercokol di hati. Adapun Paola masih setia menemani dan menyempatkan diri mampir ke sebuah restoran yang biasa mereka datangi sekadar mengisi perut karena sudah keroncongan. Di saat dia begitu lahap menikmati makanan yang tersaji, justru Frans lebih banyak terdiam karena tak selera. Sikap itu sangat wajar karena hatinya dalam keadaan tidak baik dan Paola tak ragu untuk berkomentar untuk menghibur.
"Makan dulu, Sayang. Asam lambungmu bisa kumat karena lapar. Ayo!" ucap Paola dengan suara terdengar lembut. Namun, apa yang diucapkan barusan seolah diabaikan oleh Frans yang justru membuang pandangannya ke arah lain di mana restoran itu terlihat cukup ramai. Paola menghela nafas kasar di mana hatinya cukup bingung dengan keadaan Frans yang berubah sikap, meskipun alasannya tentu diketahui dan kini saatnya bagi dia untuk memberikan penghiburan.
"Apa kau akan tetap bersamaku jika aku memang mandul?" Tiba-tiba pertanyaan itu terdengar dan membuat Paola seketika menghentikan kunyahannya. Secepatnya dia menelan makanan itu, sebelum menimpali.
"Kenapa bicara begitu, Sayang?"
"Kau cukup jawab, apa kau akan bertahan atau tidak?" Frans mengulang dengan suara berat diikuti mata menatap tajam pada Paola. Mendadak suasana terasa canggung di mana Paola diberikan dua pilihan oleh Frans yang menanti jawaban. Namun, Paola coba menguasai diri dan tak melontarkan kalimat yang akan menyakiti Frans.
"Tentu saja aku akan tetap bertahan karena aku mencintaimu. Apalah arti mandul karena kita bisa adopsi anak jika mau. Iyakan?" Jawaban enteng diutarakan Paola, tapi tak mampu melegakan hati Frans.
"Aku mengerti apa yang kau rasakan, Sayang, tapi jangan biarkan perutmh kosong atau kau bisa sakit. Makanlah, meski sedikit. Ok?" Paola menyambung kembali ucapannya dan coba merayu Frans untuk mengisi perut.
Semua yang dikatakan memang benar disusul mata Frans menatap ke arah piring yang masih berisi makanan utuh karena belum disentuh sejak tadi. Tanpa kata, Frans akhirnya mematuhi ucapan Paola dan meraih sendok. Dengan gerakan malas, dia memasukkan sedikit makanan ke mulut dan mengunyah perlahan. Adapun mulutnya seolah malas untuk berkata-kata karena pikirannya tetap tertuju pada hasil tes besok.
"Bagaimana kalau aku benar-benar mandul? Apa yang akan terjadi pada hidupku jika hal itu benar terjadi, Tuhan?" gumam Frans dalam hati yang tetap memikirkan hal tersebut. Di hati kecilnya terbesit pikiran kalau kemungkinan dia mandul bisa saja terjadi, meskipun selama ini dia telah melakukan pola hidup sehat. Namun, harapan masih ada di hati Frans dan harus bersabar sedikit lagi sampai hari esok. Malam dilalui Frans tanpa bisa menutup mata. Dia hanya bisa menunggu pagi dengan perasaan cemas dan takut.
Sampai pada waktu yang ditunggu, Frans menyempatkan diri keluar dari kantor dengan alasan mengurus sesuatu. Namun, kali ini Frans datang ke rumah sakit sendirian tanpa ditemani Paola. Tak lama Frans di sana dan pulang dalam keadaan kacau. Bahkan, dia tak kembali ke kantor dan sulit dihubungi. Nyatanya Frans pergi ke salah satu apartemen miliknya hingga datang seseorang dan terkejut melihat keadaan yang amat berantakan.
"Astagaaaa ... apa-apaan ini, Frans?"