8. Tidak Kembali
*Sebutlah Tuhan dan ingatlah Tuhan di setiap hela napas*
Peter berhasil menghindar dari barbel-barbel yang terbang dan menjatuhi dirinya. Akan tetapi ia tidak bisa menghindar dari barbel yang ada di tangannya. Kakinya tertimpa barbel cukup berat berbahan besi yang sedang digunakannya untuk olahraga.
"Akh ... auh!" Peter kesakitan dan memegangi kakinya yang tertimpa.
Alat fitness treadmill yang digunakan Andrew menambah sendiri kecepatannya. Alat itu berubah sendiri menjadi lebih cepat dari pengaturan Andrew. Satu menit kemudian bertambah lagi kecepatannya dengan sendirinya lagi. Sementara itu kakinya terus terpaksa berlari sangat cepat di atas alat itu.
"Tolong aku, alat ini semakin cepat tanpa kendaliku!" seru Andrew.
Sementara itu Edward yang sedang memukul samsak berhenti memukul samsak demi menoleh melihat yang terjadi kepada kedua temannya. Samsak seharusnya berhenti bergerak, tetapi tiba-tiba menghantamnya. Ia terjatuh karena hantaman samsak yang bergerak sendiri.
"Akh ....!" pekik Edward.
Pada saat ia jatuh sebuah alat olah raga yang lainnya, berupa bola besar, bola lompat, menghampirinya. Bola besar itu melompat-lompat sendiri tanpa ada yang menduduki lalu menghantamnya.
"No ....!" pekik Edward lagi.
Pada saat itu Andrew yang sudah tidak kuat lagi berlari secepat itu terjatuh dari mesin fitness treadmill.
"Akh ....!" pekik Andrew.
Saat itu terdengar suara cekikikan tawa yang mengerikan.
"Hiii ... hihihihiiiiiii ... Hihihihihihiiii!" tawa mahkluk tidak kasat mata.
"Sebaiknya kita cepat ke luar dari ruangan ini!" seru Peter. Andrew segera mengambil kamera lalu berlari ke luar. Peter ke luar sambil berjalan dengan sebelah kaki yang sakit diangkat sedikit. Edward segera bangkit dan ikut ke luar juga dari ruangan itu dengan ketakutan.
Andrew menyalakan kamera dan menyempatkan masuk kembali ke ruangan olahraga itu. Ia memberanikan diri meliput. Ia mengarahkan kamera ke seluruh ruangan itu. Ia mencari-cari sosok-sosok menyeramkan, atau hal gaib, supranatural yang mungkin bisa ia tangkap gambarnya dengan kamera.
"Ah, tidak ada sosok apa pun yang bisa aku rekam!" gerutunya.
Satu menit kemudian lampu ruangan itu meremang sendiri. Satu menit berikutnya tiba-tiba muncul di hadapannya bayangan hitam raksasa. Ia sangat terkejut dan takut. Akan tetapi jiwa jurnalisnya berusaha mengalahkan ketakutannya. Dengan sangat takut, ia memberanikan diri merekamnya sesaat, lalu ia segera lari ke luar.
Peter berjalan dengan tertatih-tatih karena luka di kakinya. Kakinya mengeluarkan darah dari beberapa kuku jari-jemarinya.
"Kau baik-baik saja, Peter?" tanya Edward.
"Sedikit terluka," jawab Peter sembari nyengir-nyegir merasakan sakit di kakinya.
"Kakimu harus segera diobati, Peter!" kata Andrew.
"Kalau begitu sebaiknya kita mencari obat dahulu untuk Peter!" kata Edward.
"Biar aku sendiri saja yang mencari, kalian lanjutkan saja meliput!" kata Peter.
"Sebaiknya kau tanyakan saja kepada Nona Mela di mana tempat obat-obatannya!" saran Edward.
"Iya, aku akan menemuinya dan menanyakan kotak P3Knya!" ujar Peter. Peter berjalan ke arah Mela tadi pergi, untuk menuju ke dapur.
Sementara itu Andrew dan Edward melanjutkan meliput. Mereka berdua kini memasuki ruangan galeri seni.
***
Sementara itu Peter berjalan menuju ke dapur. Kali ini ia memilih menyeret kakinya dari pada melompat engklek. Tetesan darah sedikit mengotori lantai sepanjang ia melangkah. Sebelum ke dapur ia melihat ada tangga menuju ke lantai atas. Ia menoleh sejenak ke atas lalu ia kembali melanjutkan mencari dapur dan Nona Mela. Di belakang Peter melintas bayangan hitam, tapi ia tidak mengetahuinya.
"Nona Mela! Nona Mela!" serunya mencari-cari aktris cantik pujaannya itu. Ia terus melangkah mencari-cari dapur mansion kuno antik itu.
Tidak begitu jauh melangkah dari tangga yang ia sempat lihat, ia mencium aroma masakan. Ia mengikuti aroma itu dan sampailah ia di dapur mansion itu. Di dapur itu tampak Mela sedang memasak dibantu sebuah patung. Peter mendekat ke ruangan itu. Kemudian ia mendekat ke Mela.
Mela merasakan ada yang masuk dan segera menoleh. Ia pun sangat terkejut dengan kehadiran Peter yang sudah ada tepat di belakangnya. Ia sangat takut Peter mengetahui rencananya.
"Tuan Peter, kenapa Anda bisa di sini? Kenapa Anda ke sini?" tanya Mela dengan berusaha menahan emosinya dan sangat gugup.
"Saya memerlukan obat untuk luka di kaki saya, Nona Mela," terang Peter sembari menunjukkan kakinya yang terluka dan tampak berdarah.
"Kenapa itu dengan kakimu, Tuan Peter?" tanya Mela.
"Ah, panggil saya Peter saja Nona! Ada hantu di ruang olahraga yang membuat kakiku tertimpa barbel besi hingga jadi seperti ini, Nona," kata Peter. Mela merunduk memeriksa luka di kaki Peter.
"Saya menyimpan obat-obatan di dapur! Sebentar saya akan ambilkan!" kata Mela. Mela bangkit menuju ke lemari atas meja dapur.
Mela membuka lemari atas itu. Ia mengambil kotak obat di dalamnya. Di dalam kotak obat ia mengambil obat yang diperlukan Peter dan perban. Di antara obat-obatan itu tampak ada obat tidur. Peter melihat obat tidur itu.
"Apa Nona Mela sulit tidur?" tanya Peter.
"Terkadang," jawab Mela santai.
"Pasti Nona Mela tidak bisa tidur karena hantu-hantu yang ada di mansion ini!" duga Peter.
"Saya tidak pernah merasa diganggu hantu di mansion ini, Peter!" terang Mela dengan yakin.
Peter segera mengobati luka-lukanya di jari-jemari kakinya.
"Wow, oh ya? Hm ... itu pasti karena Anda pemilik tempat ini, Nona Mela! Lihatlah! Kami bertiga diganggu hantu sampai kaki saya luka seperti ini!" kata Peter sembari mengobati luka-lukanya lalu membalutnya dengan perban.
Selesai membalut lukanya, Peter penasaran dengan patung yang membantu Mela memasak. Peter menghapiri patung itu.
"Kalau sudah selesai mengobati kembalilah meliput, Peter!" seru Mela.
"Oke, tapi sebelum itu aku ingin sekali mengetahui cara kerja mesin robot patung ini!" ujar Peter.
"Sudahlah, sebaiknya Anda lupakan niat Anda itu, Peter! Biarkan saya menyelesaikan masakan saya!" kata Mela.
"Sebentar saja, aku ingin tahu!" kekeh Peter.
"Saya akan selesai memasak lima menit lagi, Peter, jangan memperlambat!" kata Mela. Peter bergeming dan mendekati patung itu.
Peter mulai memeriksa detai patung itu. Ia memeriksa dengan teliti. Ia mencari-cari alat-alat robotiknya, kabelnya, baterainya, dan apa pun yang bisa mengendalikan patung itu. Setelah ia periksa dengan yakin sangat detail teliti sekali ia tidak menemukan semua itu. Patung itu ternyata tidak memiliki alat yang mengendalikannya sedikit pun. Pada patung itu tidak ada listrik, baterai atau apa pun itu tekhnologi.
"Wow, bagaimana bisa ini?! Tidak ada baterai, tidak ada listrik, tidak alat pengendali apa pun, tidak ada tekhnologi apa pun, bagaimana bisa bergerak?" heran Peter.
"Em ... Peter, bagaimana kalau kau mencicipi dahulu masakkanku?" tawar Mela. Tanpa menunggu persetujuan Peter, ia mengambil sesendok salah satu makanan dan menyuapkannya kepada Peter. Peter menerima suapan dari Mela.
"Hm ... lumayan seperti masakan profesional, Nona Mela!" puji Peter. Mela tersenyum menggoda. Peter terpanah sejenak.
Satu menit kemudian Peter teringat sesuatu.
"Em ... Nona Mela, saya menjadi teringat boneka tanpa baterai yang bisa bergerak sendiri!" ujar Peter.
"Dan bonekanya itu bisa bergerak karena dirasuki hantu!" imbuh Mela. Peter seketika merasa merinding ketakutan mendengar ucapan Mela itu.
"Iya, benar sekali, Nona Mela! Bonekanya bergerak karena dirasuki hantu!" kata Peter membenarkan.
"Patung-patung di sini juga sama, Peter!" terang Mela. Pernyataan Mela mengejutkan Peter. Membuat Peter terbelalak lalu memandang ke patung di dekatnya lalu memandang ke Mela lagi Mata Mela berubah menjadi merah lalu menjadi merah menyala. Peter terbelalak semakin terbelalak melihatnya. Sepersekian detik kemudian wajah Mela berubah-ubah. Peter ketakutan dan lari.
Kaki Peter yang terluka membuat Peter susah berlari dengan cepat. Ia bahkan menjadi terjatuh, kepalanya terbentur, dan pingsan saat hampir ke luar dari pintu dapur.
Mela menyeret Peter kembali ke dekat meja dapur. Mela meneruskan plating makanan. Mela menaruh obat tidur pada makanan. Peter setengah sadar melihat perbuatan Mela itu.