4. Mansion Kuno Antik
*Sebutlah Tuhan dan ingatlah Tuhan di setiap hela napas*
Zaky yang juga ingin datang ke mansion Nona Mela sudah siap dengan jas merahnya. Kini ia sedang melajukan mobilnya menuju ke toko bunga. Ia ingin memberikan buket bunga terbaik untuk sang aktris idolanya itu. Tidak jauh ia sudah sampai di sebuah toko bunga. Ia segera memarkir mobilnya dan turun. Ia masuk ke toko bunga.
"Saya mau buket mawar merah yang sangat besar, em ... raksasa!" kata Zaky.
***
Sementara itu, tiga wartawan muda yang mendapatkan undangan masih di jalan raya dalam perjalanan menuju ke mansion kuno antik itu.
"Sudah sampai di mana kita? Berapa jauh lagi?" tanya Edward.
"Mungkin dua atau tiga kilometer lagi, kita akan sampai," kata Andrew.
"Sebaiknya kalau sudah dua kilometer kita tanya orang!" saran Peter.
***
Zaky ke luar dari toko bunga sambil membawa satu buket raksasa mawar merah. Ia mau memasukkan ke dalam mobilnya tapi tidak cukup dan bisa rusak kalau dipaksa. Zaky mengambil tali di bagasi dan mengikat buket mawar merah berukuran raksasa itu di atas atap mobilnya.
***
Edward dan Peter melihat-lihat sekitar jalan raya. Peter melihat sebuah restoran lalu melihat papan nama jalan.
"Itu jalan yang kita cari!" seru Peter. Andrew berbelok ke jalan yang ditunjukkan Peter.
Andrew, Edward, dan Peter merasakan suasana sepi dan merinding.
"Sepi sekali di sini, kita akan bertanya kepada siapa?" tanya Andrew sembari menyetir perlahan.
Mobil terus melaju, dan melaju. Sampai hingga cukup lumayan berjarak dengan belokan tadi. Tidak jauh kemudian Peter melihat sebuah pintu gerbang yang berukuran cukup besar.
"Lihat di sana!" seru Peter menunjuk ke pintu gerbang berukuran besar itu.
Mobil segera Andrew arahkan, melaju mendekati pintu gerbang itu. Mobil berhenti sedikit berjarak dengan pintu gerbang itu. Andrew, Edward, dan Peter turun dari mobil. Peter mencocokkan alamat yang tertulis di dinding gerbang dengan alamat yang tertulis di kartu.
"Iya benar, ini mansionnya!" kata Peter.
Andrew hendak menekan tombol bel. Tangan Edward segera mencegah.
"Jangan! Nona Mela mengundang kita pukul dua puluh malam!" kata Edward.
"Kita juga belum mengganti baju kita!" imbuh Peter.
"Kita akan ganti baju di mana, masak di semak?" tanya Andrew sembari mengurungkan niatnya menekan bel mansion.
"Tidak jauh dari belokan ke jalan ini tadi, aku melihat restoran!" terang Peter.
"Oh, iya, aku juga melihatnya!" ujar Andrew.
"Ya sudah, di restoran itu saja, sembari menunggu waktu!" kata Edward.
Andrew, Edward, dan Peter masuk ke mobil. Mobil melaju sangat pelan lalu sedikit bertambah kecepatannya. Beberapa bayangan hologram dan bayangan hitam sosok hantu muncul berseliweran di depan gerbang mansion itu.
Suasana langit dari terang sedikit merah berubah menjadi merah lalu mulai gelap dan akhirnya gelap dengan sangat cepat. Burung gagak terbang di atas mobil mereka sambil bersuara.
"Ada burung gagak berarti akan ada kematian," kata Peter.
"Maksudmu, kita akan mati?" tanya Andrew.
"Maksudku ada mitos yang seperti itu," terang Peter.
"Apa kalian percaya tentang mitos?" tanya Edward.
"Tergantung, kalau terbukti mungkin aku akan percaya," kata Peter.
"Aku pikir aku juga sama denganmu, Peter. Melihat kenyataan, logika, yang bisa aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, baru aku akan percaya," kata Andrew.
Andrew, Edward, dan Peter telah sampai di restoran. Mereka turun dari mobil lalu masuk ke restoran itu.
***
Zaky mengendarai mobil, jaraknya masih jauh dengan lokasi. Sebuah buket mawar merah raksasa yang terikat tampak menghiasi atap mobilnya dan menarik perhatian setiap yang berpapasan.
"Tunggu aku, Nona Mela, aktris pujaanku! Aku Zaky, penggemar sejatimu!" ujar Zaky sembari menyetir mobilnya dengan kecepatan sedikit tinggi, karena ia tidak mau terlambat dan kalah dari ketiga pria yang mendapatkan undangan dari Nona Mela. Akan tetapi keadaan jalan raya berkata lain sehingga ia hanya bisa sesekali saja melaju cukup kencang, selebihnya ia hanya bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
***
Di wastafel toilet restoran.
Andrew, Edward, dan Peter telah berpakaian rapi. Mereka berdiri di depan cermin wastafel. Andrew menyemprotkan parfum ke jasnya bagian depan, ke lehernya, ke jasnya bagian punggung, ke balik lengan kanan, ke balik lengan kiri, ke titik nadi kanan, dan ke titik nadi kiri. Peter dan Edward melihatnya dan menginginkannya juga.
"Aku minta!" seru Edward. Andrew memberikan parfumnya kepada Edward. Edward menyemprotkan sama seperti Andrew.
"Aku juga!" seru Peter setelah Edward tampak selesai menyemprotkannya. Edward memberikan parfum Andrew kepada Peter. Peter menyemprotkan dengan cara sama. Selesainya Peter mengembalikan parfum itu kepada Andrew. Setelah memastikan benar-benar rapi mereka ke luar dari toilet.
Andrew, Edward, dan Peter duduk di restoran. Pelayan restoran datang menghampiri mereka.
"Pesan apa, Tuan-tuan?" tanya pelayan itu sembari menyodorkan buku menu bergambar.
"Saya pesan jus jeruk saja!" ujar Andrew.
"Saya juga jus jeruk saja!" kata Peter.
Edward melihat buku menu yang bergambar. Semua foto makanan di dalamnya menggiurkannya. Ia menjadi sangat ingin makan beberapa menu di restoran itu.
"Aku pesan ini, ini, ini, dan ini, minumnya sama jus jeruk!" kata Edward. Kedua temannya menjadi heran ternganga. Pelayan mencatat pesanan Edward.
"Bagaimana dengan makan malam nanti?" tanya Andrew karena pasti Edward akan kekenyangan sebelum acara makan malam dengan Nona Mela.
"Lihatlah, menunya kelihatan enak-enak dan menggiurkan!" kata Edward.
"Minumnya, Tuan?" tanya pelayan.
"Sudah aku katakan tadi, jus jeruk!" kata Edward.
"Baik, Tuan, silakan ditunggu!" kata pelayan lalu segera pergi.
***
Sementara itu di depan mansion kuno antik Mela, di awal malam hari.
Sebuah bayangan hitam tampak terbang.
***
Kamar Mela, di awal malam hari.
Mela berdiri di depan kaca memperhatikan gaun yang dipakainya. Kemudian makeup tipis natural yang telah ia terapkan di wajahnya. Ia memperhatikan rambutnya yang belum ia tata lalu ia mengambil sisir.
"Semoga acara memasakku sebentar lagi akan berhasil," harapnya. Mela kemudian merapikan rambutnya. Lalu ia teringat sesuatu jika ia melupakan sesuatu. "Oh, tidak! Aku lupa meminta nomor telepon bahan terakhirku!" pekiknya panik, karena takut jika ketiga bahan terakhirnya tidak akan datang. Pada saat itu bayangan hitam raksasa datang berdiri di belakangnya, menampakkan diri di cermin raksasa. Mela tanpa berbalik badan, ia cukup melihat bayangan hitam itu dari cerminnya.
"Apa yang kau khawatirkan, Mela?" tanya sosok bayangan hitam itu.
"Jika mereka tidak datang maka rencanaku akan gagal," kata Mela.
"Tiga pemuda tampan itu sudah datang," terang sosok bayangan hitam itu. Mela terkejut mendengarnya dan merasa lega karena rencananya akan berjalan.
"Apa mereka sudah di depan gerbang?" tanya Mela antusias.
"Mereka telah pergi, tetapi akan kembali lagi," terang sosok bayangan hitam itu. Mela tersenyum. Bayangan hitam menghilang. Mela segera menyelesaikan menyisir rambutnya. Setelah itu ia ke luar dari kamarnya.
***
Tangga mansion, di awal malam hari.
Penerangan di tangga itu remang-remang. Di dekat tangga itu tampak sebuah meja. Di atas meja itu terdapat vas bunga kaca bening transparan. Vas itu tampak berisi air dan buket bunga yang dibeli Mela tadi pagi. Sedetik kemudian tampak sosok hantu bayangan hologram menuruni tangga. Sesaat kemudian tampak Mela menuruni tangga pula. Mela menghapiri buket bunga dan mencium aroma bunga itu.
"Sebentar lagi!" ucapnya sembari beberapa kali menghirup aroma bunga. Ia kemudian pergi ke arah dapur.
***
Dapur mansion, di awal malam hari.
Tampak dari jauh, dari pintu dapur mansion, di dalam dapur mansion, tampak sebuah teko menuangkan air ke dalam gelas tanpa tampak ada yang memegang teko itu. Beberapa saat kemudian Mela masuk ke dalam dapur itu. Teko menuang lagi ke gelas yang lain tanpa tampak ada yang memegang. Gelas menghapiri Mela, juga tanpa tampak ada yang memegang gelasnya.
"Terima kasih!" ucap Mela. Mela meminumnya.
Mela berjalan menghampiri refrigerator dan mengambil sebuah mangkuk berisi ari-ari bayi. Kemudian ia mengambil keranjang di atas refrigerator dan membukanya. Tampak di dalam keranjang itu beraneka macam rempah.
"Kurang satu bahan lagi. Cepatlah datang wahai ketiga bahanku!" kata Mela.
Mela membuka lagi refrigerator. Ia melihat-lihat bahan-bahan memasak lainnya yang ada.
"Hm ... aku juga akan memasak sendiri makan malam untuk mereka, ketiga bahanku!" ujar Mela. Mela berpikir mau masak apa untuk tamunya, untuk ketiga bahannya. "Hm ... harus yang lezat, agar mereka tidak menyadari apa pun!" Mela melihat banyak kue-kue lezat yang ada di refrigeratornya. "Semua kue ini akan aku berikan untuk mereka. Semoga ketiga bahanku akan senang sebelum kematian mereka." Mela tersenyum mengerikan. Ia menutup refrigeratornya.
Mela melihat majalah resep masakan yang ada di atas refrigerator. Mela membuka-buka, membacanya, memilih-milih menu yang akan ia masak bersama pembantu-pembantu gaibnya. Sesaat kemudian terdengar suara dering bel rumahnya. Mendengarnya Mela tersenyum sangat senang.
"Itu pasti mereka! Bahan memasak keempat sudah datang!" kata Mela. Mela meninggalkan dapurnya. Ia berjalan sambil sedikit berlari.
***
Andrew, Edward, dan Peter sedang menunggu di depan gerbang mansion kuno antik itu.