Bab 3. Apa Kau Ingin Berdansa Denganku?
“Apa kau ingin berdansa denganku?” Pria itu mengelus pipi Miranda dengan begitu lembut. Serta menatap lekat manik mata perak Miranda.
Miranda bersumpah, tatapan pria itu benar-benar menghipnotis dirinya. Dia bahkan tidak mampu rasanya jauh dari pria itu. Alkohol sialan, membuat dirinya tidak mempu menjauh dari pria yang kini berada di hadapannya. Jika bukan karena pengaruh alkohol, mungkin dirinya masih bisa menjauh.
“Apakah aku harus menerima tawaranmu?” jawab Miranda dengan senyuman di wajahnya. Sebuah senyuman yang terlihat begitu menggoda.
Pria itu menyeringai, kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga Miranda seraya berbisik dengan nada rendah, “Akan lebih bagus jika kau menerimanya. Aku ingin berdansa dengan wanita secantik dirimu. Dan aku rasa, kau juga menginginkan berdansa denganku.”
Miranda tertawa pelan. Lalu dia membawa tangannya mengelus rahang pria itu. “Sudah berapa banyak wanita yang berhasil kau rayu? Aku yakin, banyak wanita yang terjebak dengan rayuanmu itu, Tuan. Dari bicaramu, kau perayu yang begitu handal.”
Pria itu tersenyum tipis, lalu dia menarik dagu Miranda—mendekatkan bibirnya ke bibir Miranda dan mengecupnya. “Aku tidak perlu merayu wanita. Karena wanita yang selalu datang padaku. Mereka akan selalu bertekuk lutut padaku, tanpa harus aku merayunya. Sangat berbeda denganmu.”
“Well, tampaknya aku begitu special,” Miranda kembali tertawa rendah. Tanpa Miranda sadari, dia begitu berhasil menarik perhatian pria yang ada di sampingnya itu.
“Ya, kau memang sangat special.” Pria itu menangkup kedua pipi Miranda, awalnya dia hanya mengecup bibirnya. Namun perlahan, kecupan itu tergantikan dengan sebuah lumatan yang begitu lembut, hingga membuat Miranda tak mampu menolaknya. “Berdansalah denganku.” Dia berbisik tepat di depan bibir Miranda.
Miranda mengangguk sebagai jawaban dia menyetujui ajakan pria itu untuk berdansa dengannya. Kemudian pria itu merengkuh pinggang Miranda, menuju lantai dansa.
Kini musik berganti dengan slow motion, para pasangan yang menari di lantai dansa tampak begitu mesra. Miranda yang bersama dengan pria yang mengajaknya pun tampak begitu mesra. Dia mengalungkan tangannya ke leher pria itu dan menempelkan dadanya pada dada bidang milik pria itu. Pria itu memeluk pinggang Miranda, membantunya menjaga keseimbangannya, karena kini Miranda benar-benar sudah hampir ambruk akibat terlalu banyak minum.
Pria itu meremas dengan lembut pinggang Miranda. “Aku belum bertanya, siapa namamu?” bisik pria itu tepat di depan bibir Miranda.
“Kau bisa memanggilku Miranda.” Miranda membawa tangannya menyentuh rahang pria itu.
“Nama yang sangat cantik. Sesuai dengan pemiliknya,” balas pria itu dengan nada rendah. Miranda hanya tersenyum mendengar pujian pria itu.
“Kau bisa memanggilku Athes,” bisik pria yang bernama Athes tepat di depan bibir Miranda.
Miranda kembali tersenyum saat mendengar nama pria tampan di hadapannya. Nama yang indah, sesuai dengan penampilan pria di hadapannya. Wajah bagai dewa yunani. Sangat tampan, dengan tubuh tegap, dada bidang dan ototnya begitu menggoda. Miranda hampir gila melihat pria di hadapannya ini. Dalam hidup, ini pertama kali dirinya bertemu pria yang mampu menggodanya. Dan tentu, pria yang ada di hadapanya itu adalah pria tertampan yang pernah dia temui.
“Namamu juga indah, Athes. Sepertinya nama yang cocok untuk pria yang hebat merayu seorang wanita,” jawab Miranda dengan tatapan yang tak lepas menatap manik mata cokelat milik Athes.
Bukannya menjawab ucapan Miranda, Athes langsung menyambar bibir wanita itu, lalu memagutnya dengan lembut. Pengaruh alkohol membuat Miranda berani membalas ciuman seorang pria. Mereka berciuman begitu panas dan liar. Athes merapatkan tubuh Miranda pada tubuhnya. Athes meremas bokong seksi milik Miranda. “Damn! Kau sungguh cantik dan seksi, Miranda. Aku tidak akan pernah mampu mengendalikan diriku ketika bersama denganmu,” bisik Athes serak.
“Dan kau sungguh tampan, Athes,” balas Miranda di sela-sela ciuman mereka. Kini Miranda membawa tangannya meraba dada bidang milik Athes dan meremas dengan lembut lengan kekar Athes yang begitu menggoda.
Miranda sungguh lupa diri dan tidak lagi memedulikan siapa pria di hadapannya itu. Dia bahkan seakan menggoda pria di hadapannya. Jangan salahkan Miranda, karena selama ini Miranda memang menunggu pria yang tampan dan seksi yang membangkitkan hasratnya. Dan sekarang, pria di hadapannya mampu membangkitkan hasratnya.
“Aku ingin menghabiskan malamku dengan wanita secantik dirimu,” bisik Athes di telinga Miranda yang terdengar begitu menggoda. Sesaat Athes mengecupi leher Miranda dan tangannya terus meremas pinggang Miranda.
Tubuh Miranda meremang, merasakan helaan napas Athes menyentuh lehernya. Sungguh, dia tidak mampu lagi menahan dirinya. Dia merasakan panas di seluruh tubuhnya. Jika bukan Athes memeluk pinggangnya, mungkin tubuh Miranda sudah ambruk. Pria di hadapannya itu benar-benar mampu menggodanya, dan tubuhnya seolah merespon setiap sentuhannya.
Hingga kemudian, Miranda tersenyum mendengar ucapan Athes. Dia mengusap lembut dada bidang Athes. Miranda mendekatkan bibirnya pada bibir Athes seraya berbisik sensual, “Terdengar tidak buruk. Menghabiskan waktu bersama dengan pria tampan.”
“Oh, shit! Kau penggoda yang luar biasa ketika kau mabuk, Miranda.” Athes kembali menyambar bibir Miranda, dan memagutnya dengan sedikit kasar.
“Bukannya kau menyukainya?” jawab Miranda saat pagutannya terlepas. Lalu dia mengelus rahang Athes dan memberikan kedipan di sebelah matanya.
Athes menyeringai mendengar ucapan Miranda. “Damn it, kau begitu menggodaku.”
Tiba-tiba tubuh Miranda hampir ambruk. Dengan sigap, tangan Athes langsung memeluk erat pinggang Miranda. Tanpa menunggu lama, Athes langsung membawa Miranda meninggalkan lantai dansa menuju hotel terdekat dengan klub malam itu. Ya, sudah sejak tadi Athes menginginkan Miranda. Wanita yang mampu menarik perhatian dirinya. Rasanya, dia tidak bisa menahan diri kala melihat Miranda. Tidak peduli dalam keadaan mabuk atau tidak. Bagi Athes, dia ingin menghabiskan malamnya bersama dengan wanita itu.
***
Di sisi lain Helen tengah berdansa dengan pria yang bernama Mark. Tanpa mengaja, dia mengalihkan pandangannya ke arah tempat duduk Miranda. Namun, seketika dia terkejut, melihat tempat duduk Miranda kosong. Helen mengedarkan pandangannya, melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Miranda, tapi dia tidak menemukannya.
“Mark, sorry, aku harus menemui temanku,” bisik Helen di telinga Mark.
“Oke, Baby. Jangan terlalu lama. Aku tidak sanggup menunggumu terlalu lama,” jawab Mark seraya mengecup singkat bibir Helen.
Kemudian, Helen langsung melangkah meninggalkan pria yang bernama Mark, yang masih berada di lantai dansa. Dengan cepat Helen menghampiri tempat duduk Miranda, dia menatap tas milik Miranda pun sudah tidak ada di sana.
“Hey, apa kau melihat sahabatku?” tanya Helen pada sang bartender yang tengah meracik minuman.
“Ah, wanita berambut pirang yang kau maksud?” Sang bartender kembali bertanya memastikan.
Helen mengangguk. “Ya, yang tadi bersama denganku. Ke mana dia? Harusnya dia ada di sini?” tanyanya yang mulai cemas.
“Nona, kau tenang saja. Temanmu tengah menemukan teman kencannya,” jawab sang bartender sontak membuat Helen terkejut.
“Tunggu, teman kencan? Maksudmu apa?” Helen menatap dingin sang bartender, sebuah tatapan penuh peringatan dia layangkan. Terlihat wajahnya kini begitu mencemaskan keberadaan Miranda. Pasalnya, Miranda ke klub malam ini bersama dirinya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.
“Temanmu berkencan dengan pria yang tadi di ujung sana. Saat kau tengah dansa, pria yang tadi bersama dengan wanita berambut cokelat di ujung sana meghampiri temanmu.” Sang bartender menunjuk tempat di mana pria yang berkencan dengan Miranda sebelumnya beranda.
Helen terkejut mendengar apa yang diucapkan sang bartender. Dengan cepat dia menjawab, “Kau tidak membohongiku, kan? Maksudku, apa yang kau katakan itu benar? Miranda berkencan dengan pria yang duduk di sana yang sebelumnya bersama wanita berambut cokelat?” tanyanya memastikan.
Sang bartender tersenyum. “Aku tidak mungkin berbohong padamu, Nona. Temanmu memang berkencan dengan pria itu. Sekarang kau tenang saja, kau bisa menikmati waktumu di sini. Karena temanmu telah menemukan teman kencannya,” ujarnya memberi tahu.
Helen menyeringai puas, kala mendengar ucapan sang bartender. “Terima kasih.”
Kemudian, Helen kembali melangkah menuju lantai dansa. Terlihat wajahnya tampak begitu senang, ketika mendengar Miranda telah mendapatkan teman kencan. Ya, tentu Helen menjadi orang yang paling bahagia melihat Miranda berkencan dengan seroang pria.