Bab 4
Risih, sejak tadi Bella rasakan. Gadis itu menghela napasnya berat, sepertinya keputusan untuk pindah ke sekolah ini adalah keputusan yang salah. Atau, ia hanya salah masuk kelas?
"Lo kenapa daritadi diem aja, Bel?" tanya Deva yang duduk di sampingnya.
Rabella menggelengkan kepala, gadis itu hanya tidak terbiasa dengan hal yang berisik.
"Lo jangan kaget sama suasana kelas yang kayak hutan ini, Bel. Kelas ini emang terkenal paling nakal, bahkan dihukum rame-rame pun udah sering." Deva terkekeh, "jangan anggep kelas ini kutukan, Bel. Karena cuman di kelas ini lo bakal ngerasa dapet keluarga."
Keluarga? Ya, Bella memiliki itu. Meski hanya sekedar status.
"Ah, iya. By the way lo satu kelompok sama Renaldo, siap-siap aja." Deva terkekeh, "Renal aslinya baik, kok. Cuman sifat playboy-nya itu nggak ketolongan."
Bella tersenyum tipis. "Makasih, Deva."
"Santai aja kali, Bel. Anggep aja gue temen lo, eh enggak, kita semua di sini keluarga."
Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Bu Maya segera keluar dari kelas yang mendapat julukan kelas kutukan itu. Seketika para murid berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin.
"Kantin yuk, Bel," ajak Deva.
Bella mengangguk, gadis itu tidak sempat sarapan karena takut terlambat walau pada akhirnya ia memang terlambat. Padahal, ia type orang yang kurang suka berada di kantin. Karena pasti tempat itu di penuhi banyak orang, pasti ramai, dan ia tidak suka.
"Deva, Deva!" Teriak seseorang begitu Bella dan Deva beranjak.
Gadis dengan potongan rambut sebahu itu menoleh ke belakang. "Kenapa, Sar?"
"Sarah titip cimol, ya! Mau nonton di kelas, mager ke kantin. Ya, please," ujar gadis bernama Sarah yang tengah duduk di belakang dengan laptop di hadapannya.
Deva memutar kedua bola matanya malas. "Duitnya mana?"
"Pake duit Deva dulu, nanti sarah ganti." Sarah memasang tampang merayunya.
"Nyusahin emang," kesal Deva. "Yuk, Bel."
"JANGAN PEDES YA, DEV!" teriak Sarah dari dalam kelas saat Deva dan Bella sudah berada di luar.
"Cerewet banget itu bocah," dumel Deva. Kemudian gadis itu menoleh pada Bella, "nah, itu salah satu hal yang bakal sering banget lo denger di kelas, Bel."
"Dititipin makanan?" tanya Bella.
"Bukan, tapi 'pake duit lo dulu'. Beuh, sering banget."
"Oh ... " Bella menganggukkan kepalanya, "tapi diganti, kan?"
"Kalo yang cewek pasti ganti, kan gengsi. Kalo cowok, apalagi Renal, mending ikhlasin aja duit lo. Lenyap tak tergantikan."
"Kok gitu?"
Deva menggelengkan kepalanya seraya menghendikkan bahu. "Suka nggak paham gue sama mereka. Tapi, mereka kadang baik, kok. Renal juga sering traktir anak satu kelas."
Mendengar itu, Bella hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Beberapa menit berjalan, akhirnya kedua gadis itu tiba di kantin.
Seperti dugaan Bella, ramai sekali di sini. Itu membuat gadis itu sempat ingin berbalik dan kembali ke kelas kalau saja Renaldo tidak tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Hai, Bella." Renaldo mengedipkan sebelah matanya.
"Please, deh, Renal. Anak baru mau langsung lo modusin, gitu?" Tegur Deva seraya memutar kedua bola matanya.
"Please deh, Deva. Jangan ikut campur," ujar Renaldo menirukan gaya bicara Deva.
"Udeh, Dev. Biarin aje, Renal lagi mencari tambatan hati." celetuk Bima yang berada di belakang lelaki itu.
"Jangan dengerin," Renaldo menatap Bella seraya tersenyum. "Gue cuman mau ngajak lo kerja kelompok, tugasnya harus dikumpul besok. Kira-kira lo mau ngerjain di mana? Rumah gue, rumah lo atau cafe tempat kita ketemu kemaren?"
"Heh, sejak kapan seorang Renaldo Adijaya peduli sama tugas?" celetuk Deva.
"Elah, Dev. Kesannya gue buruk banget." Renaldo mencebikkan bibirnya.
"Dih, emang bener. PR aja biasanya baru lu kerjain setengah jam sebelum dikumpul," cibir Deva. "Ini bukan modus dan pencitraan kan, Ren?"
"Woi, udah dong!" Kesal Renaldo. Lelaki itu beralih menatap Bella, "jadi gimana, Bel?"
"Kerjain di sekolah, waktu pulang sekolah." cetus Gadis itu yang membuat Renaldo mendesah kecewa.
"Yah, masa di sekolah, Bel? Nggak asik, mending di luar."
"Lo niat ngerjain tugas, kan? Kalau di sini bisa, ngapain harus ke rumah lo atau rumah gue apalagi cafe?" Bella menatap Renaldo datar, "kalau lo nggak mau, nggak usah. Gue bisa kerjain sendiri."
"Eh ... nggak gitu, elah yaudah, lah. Pulang sekolah, di kelas. Oke?" Cetus Renaldo kemudian.
Bella mengangguk samar kemudian berjalan menjauh diiringi Deva di belakangnya.
"Bah, gagal modus deh lu, Nal." Bima menepuk pundak Renaldo dua kali.
Renaldo menampilkan senyumnya. "Nggak akan pernah ada kata gagal di dalam kamus hidup gue, Bim."
"Terus, lo mau apa sekarang?"
"Temenin gue cari Pak Mahdi," ajak Renaldo seraya menarik tangan Bima.
"Lah, ngapain?"
"Udahlah, nanti juga lo bakalan tau!"
Risih, sejak tadi Bella rasakan. Gadis itu menghela napasnya berat, sepertinya keputusan untuk pindah ke sekolah ini adalah keputusan yang salah. Atau, ia hanya salah masuk kelas?
"Lo kenapa daritadi diem aja, Bel?" tanya Deva yang duduk di sampingnya.
Rabella menggelengkan kepala, gadis itu hanya tidak terbiasa dengan hal yang berisik.
"Lo jangan kaget sama suasana kelas yang kayak hutan ini, Bel. Kelas ini emang terkenal paling nakal, bahkan dihukum rame-rame pun udah sering." Deva terkekeh, "jangan anggep kelas ini kutukan, Bel. Karena cuman di kelas ini lo bakal ngerasa dapet keluarga."
Keluarga? Ya, Bella memiliki itu. Meski hanya sekedar status.
"Ah, iya. By the way lo satu kelompok sama Renaldo, siap-siap aja." Deva terkekeh, "Renal aslinya baik, kok. Cuman sifat playboy-nya itu nggak ketolongan."
Bella tersenyum tipis. "Makasih, Deva."
"Santai aja kali, Bel. Anggep aja gue temen lo, eh enggak, kita semua di sini keluarga."
Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Bu Maya segera keluar dari kelas yang mendapat julukan kelas kutukan itu. Seketika para murid berhamburan keluar kelas untuk pergi ke kantin.
"Kantin yuk, Bel," ajak Deva.
Bella mengangguk, gadis itu tidak sempat sarapan karena takut terlambat walau pada akhirnya ia memang terlambat. Padahal, ia type orang yang kurang suka berada di kantin. Karena pasti tempat itu di penuhi banyak orang, pasti ramai, dan ia tidak suka.
"Deva, Deva!" Teriak seseorang begitu Bella dan Deva beranjak.
Gadis dengan potongan rambut sebahu itu menoleh ke belakang. "Kenapa, Sar?"
"Sarah titip cimol, ya! Mau nonton di kelas, mager ke kantin. Ya, please," ujar gadis bernama Sarah yang tengah duduk di belakang dengan laptop di hadapannya.
Deva memutar kedua bola matanya malas. "Duitnya mana?"
"Pake duit Deva dulu, nanti sarah ganti." Sarah memasang tampang merayunya.
"Nyusahin emang," kesal Deva. "Yuk, Bel."
"JANGAN PEDES YA, DEV!" teriak Sarah dari dalam kelas saat Deva dan Bella sudah berada di luar.
"Cerewet banget itu bocah," dumel Deva. Kemudian gadis itu menoleh pada Bella, "nah, itu salah satu hal yang bakal sering banget lo denger di kelas, Bel."
"Dititipin makanan?" tanya Bella.
"Bukan, tapi 'pake duit lo dulu'. Beuh, sering banget."
"Oh ... " Bella menganggukkan kepalanya, "tapi diganti, kan?"
"Kalo yang cewek pasti ganti, kan gengsi. Kalo cowok, apalagi Renal, mending ikhlasin aja duit lo. Lenyap tak tergantikan."
"Kok gitu?"
Deva menggelengkan kepalanya seraya menghendikkan bahu. "Suka nggak paham gue sama mereka. Tapi, mereka kadang baik, kok. Renal juga sering traktir anak satu kelas."
Mendengar itu, Bella hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Beberapa menit berjalan, akhirnya kedua gadis itu tiba di kantin.
Seperti dugaan Bella, ramai sekali di sini. Itu membuat gadis itu sempat ingin berbalik dan kembali ke kelas kalau saja Renaldo tidak tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Hai, Bella." Renaldo mengedipkan sebelah matanya.
"Please, deh, Renal. Anak baru mau langsung lo modusin, gitu?" Tegur Deva seraya memutar kedua bola matanya.
"Please deh, Deva. Jangan ikut campur," ujar Renaldo menirukan gaya bicara Deva.
"Udeh, Dev. Biarin aje, Renal lagi mencari tambatan hati." celetuk Bima yang berada di belakang lelaki itu.
"Jangan dengerin," Renaldo menatap Bella seraya tersenyum. "Gue cuman mau ngajak lo kerja kelompok, tugasnya harus dikumpul besok. Kira-kira lo mau ngerjain di mana? Rumah gue, rumah lo atau cafe tempat kita ketemu kemaren?"
"Heh, sejak kapan seorang Renaldo Adijaya peduli sama tugas?" celetuk Deva.
"Elah, Dev. Kesannya gue buruk banget." Renaldo mencebikkan bibirnya.
"Dih, emang bener. PR aja biasanya baru lu kerjain setengah jam sebelum dikumpul," cibir Deva. "Ini bukan modus dan pencitraan kan, Ren?"
"Woi, udah dong!" Kesal Renaldo. Lelaki itu beralih menatap Bella, "jadi gimana, Bel?"
"Kerjain di sekolah, waktu pulang sekolah." cetus Gadis itu yang membuat Renaldo mendesah kecewa.
"Yah, masa di sekolah, Bel? Nggak asik, mending di luar."
"Lo niat ngerjain tugas, kan? Kalau di sini bisa, ngapain harus ke rumah lo atau rumah gue apalagi cafe?" Bella menatap Renaldo datar, "kalau lo nggak mau, nggak usah. Gue bisa kerjain sendiri."
"Eh ... nggak gitu, elah yaudah, lah. Pulang sekolah, di kelas. Oke?" Cetus Renaldo kemudian.
Bella mengangguk samar kemudian berjalan menjauh diiringi Deva di belakangnya.
"Bah, gagal modus deh lu, Nal." Bima menepuk pundak Renaldo dua kali.
Renaldo menampilkan senyumnya. "Nggak akan pernah ada kata gagal di dalam kamus hidup gue, Bim."
"Terus, lo mau apa sekarang?"
"Temenin gue cari Pak Mahdi," ajak Renaldo seraya menarik tangan Bima.
"Lah, ngapain?"
"Udahlah, nanti juga lo bakalan tau!"
*Cinderbella*