Bab 2
Mulmed : Really - Blackpink
Cukup lama Renaldo mengulurkan tangan, meminta Bella untuk memberikan kontaknya. Namun, yang dilakukan gadis itu diam seraya menatapnya.
"Ya ampun, gue memang ganteng. Nggak usah dilihatin sebegitunya, nanti lo jatuh cinta." Renaldo menjentikkan jarinya di hadapan Bella, "janji adalah hutang, loh. Ayo, sini mana kontak lo?"
"Nggak ada, minggir!" ketus Bella yang langsung berjalan menjauhi Renaldo.
Tidak semudah itu yang namanya Renaldo Adijaya menyerah. Ia berlari menyusul Bella, kemudian menangkap tangan gadis itu dan menariknya. Hampir saja Bella terjatuh kalau Renaldo tidak menahan punggungnya, astaga, ini sudah terhitung dua kali dalam waktu kurang dari dua puluh menit Renaldo membuat Bella hampir terjatuh.
"Lo ngapain ngejar gue, sih?!" Bella menghempaskan kasar tangannya.
Tidak menjawab, Renaldo malah sibuk meneliti setiap tubuh gadis itu. Ia tidak bermaksud kurang ajar, tidak. Renaldo tau apa yang sedang ia lakukan, dan senyumnya mengembang saat ia telah mendapatkan apa yang ia cari.
Tangan Renaldo bergerak dengan cekatan, mengambil benda pipih yang terletak di saku jas bawah milik Bella. Terlalu cepat dan rapi, sampai Bella tidak sadar kalau ponselnya kini sudah berpindah tangan.
"Gotcha!" seru Renaldo seraya menampilkan benda pipih berwarna gold itu ke hadapan Bella.
Bella melotot, kemudian meraba saku jasnya. Ya ampun, itu ponselnya! "Kembaliin!"
Renaldo tersenyum penuh kemenangan, kemudian mengangkat benda pipih itu tinggi-tinggi. Bella yang badannya jauh berbeda tinggi dengan Renaldo, cukup kesusahan untuk meraih ponselnya. Gadis itu bahkan harus melompat-lombat untuk bisa menggapai ponselnya, namun sayangnya percuma.
"Awas, kalau kedeketan. Nanti gue khilaf, bisa nyium otomatis." peringat Renaldo, membuat Bella berjalan mundur.
Renaldo terkekeh, kemudian menurunkan benda pipih itu. Senyumnya semakin mengembang, saat tau ponsel Bella tidak terkunci.
"Pelajaran buat lo lain kali, handphone jangan lupa dikasih password." Renaldo berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel Bella, kemudian lelaki itu mendongak seraya memberikan benda pipih itu kepada sang empunya, "nih, udah selesai. Gue udah chat semua sosial media gue pakai akun lo, jadi gue sekarang udah punya semua akun sosial media lo. Gue juga udah follow instagram gue pake akun lo, nanti gue follback ya, tunggu punya kuota. Terus, handphone lo juga udah gue password-in. Nanti kalau mau buka, cukup ketik, renaldoganteng123. Pasti langsung kebuka."
"Kamu kok lancang, sih!" Bella memincingkan matanya tajam.
"Emang kalau gue izin dulu, lo bakal ngizinin? Nggak, kan?" Renaldo terkekeh, "eh, iya. Gue sebenernya jarang beli kuota, karena menurut gue nggak penting, di rumah gue pakai wifi. Tapi karena sekarang gue harus memberikan asupan perhatian kasih sayang via online, jadi gue bakalan beli kuota."
"Nggak perlu!"
"Oh, oke gue paham. Lo mau nya via vallen aja, ya? Eh, maksud gue via langsung."
"Nggak mau dua-duanya, kamu jauh-jauh sana!" usir Bella.
"Jangan jauh, nanti kalau kangen susah. Yang deket aja bikin kangen terus, apalagi yang jauh." Renaldo tertawa, semakin membuat Bella geram dibuatnya.
"Balikin handphone aku!"
Renaldo menepuk jidatnya, "ini dari tadi gue udah ngasih, lo nya aja yang terlalu terpesona sama kegantengan gue, sampai nggak sadar kalau gue udah mau balikin dari tadi."
Bella merebut benda pipih itu dengan kasar, ia merutuk dalam hati. Sekarang sedang berhadapan dengan setan jenis apa, sih?
"Yaudah deh, sebenarnya gue sampai sekarang belum tau nama lo. Tapi nanti gue lihat di pengikut instagram gue." Renaldo mengedipkan matanya kemudian berjalan menjauhi Bella.
Baru beberapa langkah, Renaldo kembali membalikan tubuhnya, dan matanya bertemu dengan bola mata cokelat meneduhkan milik Bella. Setelah terhipnotis selama beberapa detik, akhirnya Renaldo tersenyum.
"Handphone lo udah gue kasih password, cuman gue dan lo yang tahu. Habis ini, hati lo yang harus dikasih password, dan cuman gue yang boleh tau. Biar cuman gue yang bisa buka, yang lain gagal." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya, kemudian pergi.
Tolong, katakan pada Bella. Ini semua hanya mimpi, kan?
**
"Jadi, begini Rabella. Saya lihat riwayat raport kamu, kamu berasal dari jurusan ipa, kan?" tanya Kepala Sekolah. Memang, setelah bertemu dengan Renaldo tadi, Bella langsung mencari ruang Kepala Sekolah mengingat ia sudah terlambat.
Bella mengangguk. "Iya, Pak."
"Di sini, murid baru tidak bisa masuk ke jurusan IPA. Karena, semuanya harus melalui test khusus. Kami akan memasukan kamu ke jurusan IPS, bagaimana?"
Sebenarnya Bella sudah tahu dari awal, kalau masuk ke Jenius High School akan membuatnya tersingkir dari jurusan IPA. Tapi, memang itu yang ia inginkan. Ia lelah, berurusan dengan rumus kimia dan kawan-kawan.
"Nggak papa, Pak."
"Yasudah, kalau begitu silakan langsung ke kelas kamu. Kelas Sosial 1, ada di lantai yang sama dengan gedung ini, kamu nanti di luar belok ke arah kiri," ucap Kepala Sekolah yang diangguki Bella.
Gadis itu berpamitan, kemudian keluar dari ruangan dingin yang terasa mencekam itu. Bella mengikuti intruksi dari Kepala Sekolah, gadis itu berjalan melangkah ke arah kiri. Dicarinya pintu ruangan bertuliskan sosial satu, matanya menyipit membaca setiap tulisan kecil itu.
"Sosial empat, dua, ah, satu!" Bella berdiri tepat di depan ruang itu.
Bukannya masuk, ia malah diam. Jadi, Bella harus masuk sendiri? Pengalamannya selama pindah sekolah berkali-kali, pasti ada seorang guru atau wali kelas yang menemani. Lantas, bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan? Masuk ke kelas baru dan langsung perkenalan?
Bella pusing.
"Sedang apa kamu berdiri di sana?" tanya seseorang seraya menatap Bella.
Gadis itu menoleh, menatap seorang wanita berseragam layaknya guru berdiri di sampingnya. Bella menyimpulkan bahwa wanita ini adalah salah satu guru di sini.
"Saya murid pindahan, Bu," ucapnya.
"Oh ..." Ibu itu mengangguk, "kamu masuk di sosial satu?"
Bella mengangguk. "Iya."
"Kalau begitu ikut saya, kebetulan saya wali kelasnya." Wanita itu berjalan mendahului Bella, dan masuk ke dalam ruangan diikuti gadis itu di belakangnya.
"Selamat pagi, semuanya. Pagi ini kita kedatangan murid pindahan," Ibu itu menoleh pada Bella. "Silakan perkenalkan diri kamu."
Bella menarik napasnya dalam, kemudian mengembuskannya kasar. "Perkenalkan, nama saya Rabella Tazqia. Kalian bisa panggil Bella."
"Panggil sayang, boleh?" celetuk seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi di telinga Bella.
Gadis itu memincingkan matanya ke belakang, dan ia hanya bisa diam. Astaga, haruskah masa terakhirnya di sekolah menengah atas ini ia habiskan dengan cara seperti ini.
"Renaldo Adijaya!" tegur Ibu guru.
"Iya, ada apa Bu? Kangen, sama saya?" sahut Renaldo yang langsung mendapatkan sorakan.
"Semuanya diam!" Bu Maya, wali kelas Bella kemudian beralih menatap Bella. "Kamu silakan duduk di sebelah Deva, di sana."
Bella mengangguk, kemudian berjalan menuju kursi kosong di barisan tengah. Setelah Bella duduk, Bu Maya memulai pelajarannya. Gadis itu menghela napas, tinggal delapan bulan lagi.
Delapan bulan yang menyiksa.
Mulmed : Really - Blackpink
Cukup lama Renaldo mengulurkan tangan, meminta Bella untuk memberikan kontaknya. Namun, yang dilakukan gadis itu diam seraya menatapnya.
"Ya ampun, gue memang ganteng. Nggak usah dilihatin sebegitunya, nanti lo jatuh cinta." Renaldo menjentikkan jarinya di hadapan Bella, "janji adalah hutang, loh. Ayo, sini mana kontak lo?"
"Nggak ada, minggir!" ketus Bella yang langsung berjalan menjauhi Renaldo.
Tidak semudah itu yang namanya Renaldo Adijaya menyerah. Ia berlari menyusul Bella, kemudian menangkap tangan gadis itu dan menariknya. Hampir saja Bella terjatuh kalau Renaldo tidak menahan punggungnya, astaga, ini sudah terhitung dua kali dalam waktu kurang dari dua puluh menit Renaldo membuat Bella hampir terjatuh.
"Lo ngapain ngejar gue, sih?!" Bella menghempaskan kasar tangannya.
Tidak menjawab, Renaldo malah sibuk meneliti setiap tubuh gadis itu. Ia tidak bermaksud kurang ajar, tidak. Renaldo tau apa yang sedang ia lakukan, dan senyumnya mengembang saat ia telah mendapatkan apa yang ia cari.
Tangan Renaldo bergerak dengan cekatan, mengambil benda pipih yang terletak di saku jas bawah milik Bella. Terlalu cepat dan rapi, sampai Bella tidak sadar kalau ponselnya kini sudah berpindah tangan.
"Gotcha!" seru Renaldo seraya menampilkan benda pipih berwarna gold itu ke hadapan Bella.
Bella melotot, kemudian meraba saku jasnya. Ya ampun, itu ponselnya! "Kembaliin!"
Renaldo tersenyum penuh kemenangan, kemudian mengangkat benda pipih itu tinggi-tinggi. Bella yang badannya jauh berbeda tinggi dengan Renaldo, cukup kesusahan untuk meraih ponselnya. Gadis itu bahkan harus melompat-lombat untuk bisa menggapai ponselnya, namun sayangnya percuma.
"Awas, kalau kedeketan. Nanti gue khilaf, bisa nyium otomatis." peringat Renaldo, membuat Bella berjalan mundur.
Renaldo terkekeh, kemudian menurunkan benda pipih itu. Senyumnya semakin mengembang, saat tau ponsel Bella tidak terkunci.
"Pelajaran buat lo lain kali, handphone jangan lupa dikasih password." Renaldo berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel Bella, kemudian lelaki itu mendongak seraya memberikan benda pipih itu kepada sang empunya, "nih, udah selesai. Gue udah chat semua sosial media gue pakai akun lo, jadi gue sekarang udah punya semua akun sosial media lo. Gue juga udah follow instagram gue pake akun lo, nanti gue follback ya, tunggu punya kuota. Terus, handphone lo juga udah gue password-in. Nanti kalau mau buka, cukup ketik, renaldoganteng123. Pasti langsung kebuka."
"Kamu kok lancang, sih!" Bella memincingkan matanya tajam.
"Emang kalau gue izin dulu, lo bakal ngizinin? Nggak, kan?" Renaldo terkekeh, "eh, iya. Gue sebenernya jarang beli kuota, karena menurut gue nggak penting, di rumah gue pakai wifi. Tapi karena sekarang gue harus memberikan asupan perhatian kasih sayang via online, jadi gue bakalan beli kuota."
"Nggak perlu!"
"Oh, oke gue paham. Lo mau nya via vallen aja, ya? Eh, maksud gue via langsung."
"Nggak mau dua-duanya, kamu jauh-jauh sana!" usir Bella.
"Jangan jauh, nanti kalau kangen susah. Yang deket aja bikin kangen terus, apalagi yang jauh." Renaldo tertawa, semakin membuat Bella geram dibuatnya.
"Balikin handphone aku!"
Renaldo menepuk jidatnya, "ini dari tadi gue udah ngasih, lo nya aja yang terlalu terpesona sama kegantengan gue, sampai nggak sadar kalau gue udah mau balikin dari tadi."
Bella merebut benda pipih itu dengan kasar, ia merutuk dalam hati. Sekarang sedang berhadapan dengan setan jenis apa, sih?
"Yaudah deh, sebenarnya gue sampai sekarang belum tau nama lo. Tapi nanti gue lihat di pengikut instagram gue." Renaldo mengedipkan matanya kemudian berjalan menjauhi Bella.
Baru beberapa langkah, Renaldo kembali membalikan tubuhnya, dan matanya bertemu dengan bola mata cokelat meneduhkan milik Bella. Setelah terhipnotis selama beberapa detik, akhirnya Renaldo tersenyum.
"Handphone lo udah gue kasih password, cuman gue dan lo yang tahu. Habis ini, hati lo yang harus dikasih password, dan cuman gue yang boleh tau. Biar cuman gue yang bisa buka, yang lain gagal." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya, kemudian pergi.
Tolong, katakan pada Bella. Ini semua hanya mimpi, kan?
**
"Jadi, begini Rabella. Saya lihat riwayat raport kamu, kamu berasal dari jurusan ipa, kan?" tanya Kepala Sekolah. Memang, setelah bertemu dengan Renaldo tadi, Bella langsung mencari ruang Kepala Sekolah mengingat ia sudah terlambat.
Bella mengangguk. "Iya, Pak."
"Di sini, murid baru tidak bisa masuk ke jurusan IPA. Karena, semuanya harus melalui test khusus. Kami akan memasukan kamu ke jurusan IPS, bagaimana?"
Sebenarnya Bella sudah tahu dari awal, kalau masuk ke Jenius High School akan membuatnya tersingkir dari jurusan IPA. Tapi, memang itu yang ia inginkan. Ia lelah, berurusan dengan rumus kimia dan kawan-kawan.
"Nggak papa, Pak."
"Yasudah, kalau begitu silakan langsung ke kelas kamu. Kelas Sosial 1, ada di lantai yang sama dengan gedung ini, kamu nanti di luar belok ke arah kiri," ucap Kepala Sekolah yang diangguki Bella.
Gadis itu berpamitan, kemudian keluar dari ruangan dingin yang terasa mencekam itu. Bella mengikuti intruksi dari Kepala Sekolah, gadis itu berjalan melangkah ke arah kiri. Dicarinya pintu ruangan bertuliskan sosial satu, matanya menyipit membaca setiap tulisan kecil itu.
"Sosial empat, dua, ah, satu!" Bella berdiri tepat di depan ruang itu.
Bukannya masuk, ia malah diam. Jadi, Bella harus masuk sendiri? Pengalamannya selama pindah sekolah berkali-kali, pasti ada seorang guru atau wali kelas yang menemani. Lantas, bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan? Masuk ke kelas baru dan langsung perkenalan?
Bella pusing.
"Sedang apa kamu berdiri di sana?" tanya seseorang seraya menatap Bella.
Gadis itu menoleh, menatap seorang wanita berseragam layaknya guru berdiri di sampingnya. Bella menyimpulkan bahwa wanita ini adalah salah satu guru di sini.
"Saya murid pindahan, Bu," ucapnya.
"Oh ..." Ibu itu mengangguk, "kamu masuk di sosial satu?"
Bella mengangguk. "Iya."
"Kalau begitu ikut saya, kebetulan saya wali kelasnya." Wanita itu berjalan mendahului Bella, dan masuk ke dalam ruangan diikuti gadis itu di belakangnya.
"Selamat pagi, semuanya. Pagi ini kita kedatangan murid pindahan," Ibu itu menoleh pada Bella. "Silakan perkenalkan diri kamu."
Bella menarik napasnya dalam, kemudian mengembuskannya kasar. "Perkenalkan, nama saya Rabella Tazqia. Kalian bisa panggil Bella."
"Panggil sayang, boleh?" celetuk seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi di telinga Bella.
Gadis itu memincingkan matanya ke belakang, dan ia hanya bisa diam. Astaga, haruskah masa terakhirnya di sekolah menengah atas ini ia habiskan dengan cara seperti ini.
"Renaldo Adijaya!" tegur Ibu guru.
"Iya, ada apa Bu? Kangen, sama saya?" sahut Renaldo yang langsung mendapatkan sorakan.
"Semuanya diam!" Bu Maya, wali kelas Bella kemudian beralih menatap Bella. "Kamu silakan duduk di sebelah Deva, di sana."
Bella mengangguk, kemudian berjalan menuju kursi kosong di barisan tengah. Setelah Bella duduk, Bu Maya memulai pelajarannya. Gadis itu menghela napas, tinggal delapan bulan lagi.
Delapan bulan yang menyiksa.