Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Buka Baju

“Buka bajumu, sekarang!” perintahnya dengan memandangi wajah Maya yang sulit diartikan.

“A-apa? Bu-buka baju?” Makin tak karuan dan bingung Maya dibuatnya.

“Kamu nggak tuli kan? Aku bilang buka baju!” hardiknya.

Pria tadi nggak sabar dan merobek baju yang digunakannya.

Srekk srekk! Spontan dan cukup membuat pria tadi terkejut. Dua gunung kembar dan besar mendadak menyumbul keluar. Bentuknya padat, kencang, mulus dan putih. Itulah yang pertama kali dia lihat dan tanpa sadar dia menelan salivanya.

“Aakkhh! Dasar pria mesum. Kurang ajar. Aakkhh!”

Maya nggak kalah kaget, menjambak rambut pria tadi dengan kasar dan tanpa Maya sadar tangannya malah menuntun wajah pria tadi membenam semakin dalam di kedua gunung kembarnya.

Maya menekannya lebih dalam karena kaget. Pria tadi pun nggak kalah kaget. Dia seperti mendapatkan durian runtuh dadakan. Sempat menikmati sesaat.

Namun, dia segera menepis kesalahpahaman. Pria tadi mencengkaram balik kedua tangan Maya. Menghentikan gerakan berbahayanya.

“Diam. Jangan terus menggodaku. Aku ini masih pria normal!” ucapnya.

Sontak menbuat Maya kelimpungan, kaget dan melepaskan jambakan tangannya.

Dia gugup. Takut dan benar-benar tak bergerak. Apalagi wajah pria tadi masih membenam di gunung kembarnya.

Kemudian pria tadi menarik wajahnya. Ada rasa panas dan sesuatu dari balik celananya yang menyempit gara-gara diamuk mendadak gunung kembar Maya.

“Ma-maafkan saya, Pak. Tapi, saya nggak jual diri!” ceplos Maya. Menutupi gunung kembarnya dengan menyilangkan kedua tangan.

“Aku kan sudah bilang, buka bajumu!” ucapnya. Nada bicaranya sekarang naik satu oktaf. Gemas dan kesal karena dia merasa sedang diburu oleh waktu.

Pria tadi memjaman sesaat matanya. Menarik nafasnya dalam-dalam. Mencoba mengkondisikan rasa sesak dibawah sana.

“Berikan padaku!” Ucapnya lagi menengadahkan tangan ke depan kursi supir dan terlihat si supir memberikannya satu paper bag.

“Buka bajumu lalu ganti. Pakai ini!”

benar-benar membuat Maya terkejut. Kemudian paper bag tadi dilemparkan begitu saja pada Maya. Hingga membuatnya terhuyung lebih dalam dikursi.

Maya melongok dan mengeluarkan isi. Satu buah gaun putih nan cantik. Seperti mirip gaun pengantin bergaya modern.

“Wah bajunya cantik banget, ini pasti mahal.” Maya masih sibuk dengan pikirannnya, “Cepat pakai, acara sudah akan dimulai dan berikan kartu identitasmu!” pria itu masih memberikan perintah dengan kecut.

Maya menurut dan reflek tangannya memberikan tas pada pria tadi dan di oper lagi ke kursi supir. Lalu, tangan orang tadi menekan tombol penutup agar Maya bebas ganti baju. Pria itu lakukan karena melihat Maya celingak celinguk terus ke depan saat mendengar perintahnya.

“Cepat ganti bajumu atau aku yang akan menggantikannya!”

Kembali dia memberikan perintah dengan sikap arogan. Matanya tak bisa berbohong, tertuju pada dua bongkahan padat milik Maya.

“Tidak usah, aku bisa ganti sendiri!”

Maya kesal setengah mati, entah darimana datangnya pria ini. Terpaksa Maya membuang kaos yang sudah sobek ke wajah pria tadi saking kesalnya. Detik kemudian semua gerakan dimata pria tadi terlihat sensual. Saat Maya memasukkan gaun model sabrina yang langsung mengekspos dua gunungnya dengan pas terbentuk.

Pria tadi terus menelan salivanya. Mungkin jika dihadapannya ini wanita penghangat ranjang yang sering dia bayar dan waktunya tidak sedang mepet, pria tadi sudah memakan wanita itu sampai habis.

“To-tolong!” Maya membalikan punggung putihnya. Pria tadi masih saja menelan salivanya membayangkan tubuh setengah polos Maya yang dilahap habis habisan olehnya.

Namun, dengan cepat dia menutup resletingnya. Kemudian, mau tak mau Maya menggerakkan lagi tubuhnya, membuka celana panjang yang dia pakai. Gerakan meliak liuk Maya membuat kembali celana pria tadi sesak.

“Hah, aku bisa gila kalau begini terus. Setelah acara ini selesai. Aku harus segera mencari penyaluran. Kalau tidak kepalaku bisa sakit sampai besok pagi.”

Begitulah kata hati pria tadi. Dia terus membuang nafas dan menarik nafasnya agar sesuatu yang sesak tadi kembali tenang dan kembali ke bentuk semula.

Setelah Maya menganti bajunya, dia mengambil lagi baju yang disobek dan celananya kedalam paper bag.

“Ingat baik-baik, namaku, Reno Baskoro.” Maya manggut-manggut saat pria tadi memperkenalkan diri.

“Baik Pak. Lalu tugas saya apa?” Reno menatap lagi wajah polos Maya. Maya sepertinya hanya mengerti kalau dia sedang menjalankan pekerjaan dengan bayaran uang muka yang diterimanya tadi.

“Oh, nama-mu?”

“Um, Maya Sari Bakti!” kembali Reno menarik kerut dahinya,

“Kenapa Pak? Aneh ya nama saya?” balas Maya saat melihat pria tadi menarik kerut di dahinya.

“Tidak, hanya saja … orangtua-mu bukan penggemar salah satu bus perkotaan kan?” jadinya Reno membahas hal yang tak penting.

“Heheheh, banyak yang ngomong begitu sih Pak, mungkin aja sih,” tapi pria tadi mengibas tangannya. Bahasannya benar-benar nggak penting.

“Lupakan. Kamu harus ingat namaku baik baik. Panggil saja aku, Reno, oke!”

“Oke, lanjut!” Reno sedikit menaikan sudut bibirnya, tersenyum geli melihat tingkahya.

“Reno Baskoro, mulai sekarang adalah suami dari Maya Sari Bakti!”

Gleger. Maya seperti mendengar gluduk, tapi nggak ada hujannya. Maya mendelik tajam.

“A-apa? Su-suami? Bapak suami saya? Serius, Pak? Jangan main-main, ini pasti kesalahan.”

“Tidak. Ini beneran!” Reno sudah melipat kedua tangannya.

“Ng-nggak. Nggak mau. Saya belum nikah dan masih single. Dan kita baru kenal satu jam lalu, itu kan udah jelas, kita bukan suami istri!” mulut Maya merepet kayak petasan cabe rawit.

“Terserah. Kalo kamu nggak mau. Kembalikan uang-ku tadi dan dendanya 5 kali lipat!”

Maya kleyengan sendiri. Diatas kepalanya seperti banyak bintang berputar. Bikin pusing tujuh keliling.

Satu jam yang lalu

Maya mendapatkan telpon dari rumah sakit. Dia berjalan tertatih menyusuri lorong rumah sakit. Dia terpaksa meminta izin dari tempatnya bekerja sebagai kasir mini market. Pikirannya sudah melayang dengan kondisi ibunya.

“Ba-bagaimana kondisi ibu saya, Dok? Apa dia baik-baik saja?”

wajah Maya sudah menahan sesak dan tangisnya yang akan siap meleleh kapan saja dari wajah cantiknya.

“Masih dalam kondisi kritis, harus segera dilaksanakan operasi jika ingin ibu anda selamat!” ucap dokter terdengar seperti sambaran petir yang menyambar dirinya hingga membeku.

“O-operasi, Dok? Kira-kira berapa biayanya?” tanya Maya dengan wajah yang sulit diekspresikan.

Bingung karena saat ini dia belum gajian dan kalau pun gajian pasti biaya yang diminta pun tidak akan bisa menutupinya.

“Setidaknya untuk uang muka kamu harus memiliki 500 juta. Ini hanya uang muka, belum alat-alat, obat-obatan, kamar dan lainnya. Yang terpenting saat ini ada biaya dimuka dulu untuk menangani dan memeriksa kondisi ibu kamu terlebih dulu!”

Maya benar-benar membeku. Dia tak mengira untuk biaya menangani dan memeriksa ibunya akan sebesar itu. Dia tak tahu harus darimana mendapatkan uang tersebut. Dia hanya seorang kasir dengan gaji UMR. Biaya untuk makan dan sehari-hari mereka berdua saja kadang masih kekurangan.

Ayah Maya meninggal saat dia masih teramat kecil. Dia hanya memiliki seorang ibu untuk tempatnya berteduh dan mengadu keluh kesahnya.

“Berikan penanggan yang terbaik untuk ibunya?” Suara dari belakang Maya membuatnya terkejut. Suara baritaon, tegas dan tenang seakan memberikan perintah yang tak dapat ditolak.

Maya menoleh pria dibelakangnya. Tubuh besar, kekar dan tingginya saja sudah membuat Maya seperti mendangkan kepala.

“Ini untuk biaya awalnya, didalam ada 1 milyar dan kartu namaku untuk kalian hubungin, jika kalian kekurangan biaya!” ucapnya lagi pada dokter tadi dan menyerahkan apa yang dikatakan.

Maya bingung. Darimana pria tampan itu datang. Dia bahkan tidak mengenalnya, atau mungkin pria tadi salah mengenali orang.

“Baik, saya akan proses semuanya!” ucap dokter tadi langsung pergi setelah menerima pembayaran awal yang dimintanya.

“Kamu, ikut aku!” perintahnya lagi. Makin tak mengerti Maya dengan yang terjadi. Maya masih bengong, tak bergerak sama sekali.

“Hei wanita bodoh, kamu, ikut aku! Aku tidak punya banyak waktu!” ucapnya seperti tergesa. Mau tak mau secara reflek Maya mengekor padanya.

Maya yang kebingungan, tahu-tahu langkah cepatnya sudah berada di dalam mobil bersama pria yang nggak sama sekali dikenalnyab….

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel