Rangkulan Dipinggang
Pagi-pagi sekali Allen sudah bersiap-siap untuk berangkat ke perusahaan A, Corp miliknya. Ace bahkan diminta untuk menjemput dia pukul tujuh tepat di Mansion.
Memakai setelan jas berwarna hitam dengan sepatu berwarna senada yang mengkilat, Allen turun dari tangga melingkar dengan gagahnya.
"Good morning Bos!" sapa Ace membungkuk memberi hormat
Allen mengangguk dan keluar mendahului Ace menuju mobil mewah yang sudah terparkir di depan pintu kebaya mansionnya.
"Silahkan Bos...." ujar salah seorang penjaga membukakan pintu mobil untuk bos mereka.
"Apa kau sudah mengatur apa yang aku minta kemarin Ace?" tanya Allen saat mobil yang membawanya meluncur meninggalkan halaman mansion.
"Sudah Bos. Semua sudah diatur sesuai dengan perintah Bos!" sahut Ace melirik sekilas bosnya dari kaca spion di depan.
Dia duduk di kursi kemudi dengan Allen yang berada di kursi belakang mobil.
"Bagus. Aku ingin kamu yang menjemput dia nanti di lobby kantor."
"Baik Bos."
Selama perjalanan menuju perusahaan A, Corp Allen larut dalam pikirannya tentang sosok wanita yang kurang dari sejam lagi akan kembali bertemu dengan dia.
Ada rasa gugup dan tidak sabar dihati Allen setiap kali nama Rose terlintas di benaknya. Entah karena apa, tapi wanita itu sudah berhasil menarik perhatian dia dari pertama mereka bertemu saat kejadian baku tembak itu terjadi.
Tidak kurang dari lima belas menit, mobil mewah Allen tiba di perusahaan miliknya. Lelaki penuh kharisma itu turun setelah seorang penjaga keamanan disana membukakan pintu untuknya.
"Good morning Bos," sapa seorang berbadan kekar yang memakai seragam rapi.
Allen mengangguk dan masuk ke gedung berlantai dua puluh diikuti Ace asistennya dari belakang.
Di dalam lift Ace mulai membacakan jadwal Allen hari ini, dimana pada jam sepuluh nanti dia akan menemui seorang rekan bisnis dari Arab untuk membicarakan kerjasama mereka dalam pembangunan salah satu hotel yang dia punya di kota ini.
"Aku ingin Rose yang menemaniku nanti menemui rekan bisnis kita disana. Kau tidak perlu ikut, selesaikan masalah yang kemarin dengan bagian keuangan. Aku ingin laporannya sudah ada di meja kerjaku besok pagi!" ujar Allen saat keduanya keluar dari dalam lift.
"Baik Bos. Ada lagi?"
"Tidak, kau siap-siap saja nanti menjemput sekretaris baruku dibawah." sahut Allen dan berjalan masuk ke ruangannya setelah Ace membukakan pintu.
Sebuah meja berukuran lebih kecil dari meja kebesaran milik Allen, berdiri rapi disamping kiri tempat dia biasa menghabiskan waktunya di kantor.
Allen tersenyum tipis membayangkan sebentar lagi meja itu akan terisi dengan seorang wanita bertubuh seksi dengan manik mata berwarna sama dengannya.
Di atas meja semua kebutuhan Rose sebagai sekretarisnya telah disediakan oleh Ace dengan lengkap.
Allen memutari meja tersebut dengan tangan yang menyentuh sisi-sisinya, dan duduk di kursi putar nyaman yang khusus di pesan Ace untuk menyenangkan hati sang bos.
"Bagaimana Bos?" tanya Ace yang sejak tadi memperhatikan tingkah tidak biasa Allen.
"Nyaman dan rapi. Kerja bagus Ace, kau bisa keluar sekarang. Aku akan menghubungimu jika Rose sudah tiba!"
Ace mengangguk puas karena berhasil membuat Allen senang dengan pekerjaannya lagi, lalu membungkuk memberi hormat sebelum dia keluar dari ruangan bosnya.
Sepeninggal Ace, Allen beranjak dan menyalakan sebuah TV di sudut ruangan dimana cctv seluruh lantai gedung perusahaan A,Corp miliknya tersambung langsung.
Sambil menikmati kopi panas yang selalu tersedia di ruangan sebelum dia tiba, Allen terus memperhatikan layar datar yang terpaku di dinding dengan seksama.
Pandangan matanya kini sedang memperhatikan kamera cctv di pintu utama gedung A,Corp hingga sebuah mobil berwarna abu-abu berhenti disana.
Seorang wanita yang dia tunggu-tunggu sejak tadi terlihat turun dengan anggun dari mobil itu.
Mata tajam Allen tidak berhenti memperhatikan bagaimana Rose berbicara dengan seorang penjaga keamanan di kantornya dan tersenyum dengan sangat cantik.
"Dia sudah sampai Ace, bawa dia kesini sekarang!" ujar Allen yang menghubungi asistennya melalui intercom kantor.
Allen masih terus menatap Rose yang kini telah berjalan masuk menuju meja resepsionis, pandangan mata wanita itu terus memperhatikan gedung perusahaan miliknya.
Mungkin ini pertama kalinya Rose bisa masuk ke gedung sebesar ini hingga tatapan matanya terlihat berbinar dengan wajah yang terus tersenyum sumringah.
Hingga saat Ace mendekati wanita dengan rambut yang diikat tinggi ke atas itu, Rose mulai terlihat canggung dan gugup namun malah menarik perhatian Allen.
Menggemaskan sekali pikirnya. Tunggu, menggemaskan? Apa yang aku pikirkan. Allen menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran aneh yang melintas dalam pikirannya. Bodoh! Gumam Allen dalam hati.
Dia lalu mematikan layar tv dan berbalik menatap pemandangan laut dari balik kaca, sampai terdengar pintu yang diketuk dari luar dan terbuka.
"Bos, nona Rose sudah disini."
Lelaki yang tampak gagah dari belakang itu pun berbalik dan menatap wanita yang selama dua tahun ini dia cari.
Allen sempat terpana beberapa saat melihat wajah Rose yang akhirnya bisa dia tatap secara langsung pagi ini, masih sama seperti dulu batinnya.
Pesona wanita yang sempat menolongnya dulu tidak berubah sama sekali meski terlihat gugup di depan dia.
Allen pun berjalan mendekati kursi sofa tamu dan mempersilahkan Rose duduk disana.
Beberapa kali Rose membasahi bibirnya yang membuat Allen sedikit tergoda dengan bibir merah merekah wanita yang duduk di depannya ini.
Mereka berbicara cukup lama sampai Allen memintanya untuk ikut bersama dia menemui seorang klien yang sempat dibicarakan Ace tadi.
Bos dan sekretaris barunya itu pun turun dari lantai dua puluh bersama menuju pintu utama perusahaan A,Corp dimana mobil mewahnya sudah terparkir menunggu disana.
Beberapa pasang mata terlihat penasaran dengan siapa sosok wanita baru yang berjalan bersisian bersama pemimpin mereka.
"Kau bisa bawa mobil?" tanya Allen sebelum mereka naik ke mobil.
"Bisa Tuan."
"Kalau begitu kamu yang menyetir!"
Rose mengangguk cepat dan masuk di kursi kemudi dengan Allen yang duduk dibelakang.
Astaga ... aku benar-benar seperti supirnya sekarang, gumam Rose dalam hati dan mulai melajukan mobil mewah bos barunya.
Seumur hidup, baru sekarang dia membawa mobil mahal seperti ini. Bahkan wangi aroma mobil tercium berkelas seperti pemiliknya.
Sesuai dengan perintah Allen tadi, Ace tidak ikut dengan mereka menuju sebuah restoran tempat dia akan bertemu dengan rekan bisnisnya dari Arab.
Selama menuju kesana, Allen hanya diam dengan mata yang memandang lurus kedepan.
Rasa canggung semakin terasa saat Rose tidak sengaja melirik bosnya dari kaca spion bersamaan dengan pandangan mata Allen padanya.
Hingga mereka tiba, Rose dengan sigap mengambil beberapa dokumen serta tablet yang baru diberikan Ace tadi, saat dia ditugaskan ikut dengan Allen hari ini.
Sedikit berlari untuk mengimbangi langkah kaki panjang Allen, Rose hampir saja terjatuh jika lelaki itu tidak menahan tubuhnya.
Tangan kekar Allen merangkul pinggang ramping Rose dengan satu tangan yang lain berada di saku celana.
Rose seketika membeku dengan kedua mata yang membola sempurna karena kaget dan gugup saat mereka berdekatan seperti ini.
"Ma-maaf Tuan," ujar Rose terbata.
Jarak diantara mereka sangat dekat hingga wangi aroma maskulin sang bos mafia bisa tercium sangat jelas di indera penciuman Rose.
Allen tersenyum tipis dan melepaskan rangkulan tangannya. "Lain kali kamu harus lebih berhati-hati lagi Rose...," ujarnya dan kembali berjalan di depan sekretaris barunya dengan langkah yang lebih pendek.
Rose yang masih gugup berusaha mengatur detak jantung dia yang bertalu-talu karena kedekatan mereka berdua tadi.
Aura bosnya ini memang sangat kuat dan berbeda, itu terbukti dari cara dia berbicara dengan rekan bisnis mereka yang berhasil mencapai kata kesepakatan hanya dalam waktu satu jam saja.
Rose yang masih baru dalam dunia sekretaris pun masih sering dibantu oleh Allen yang dingin dan tidak banyak bicara padanya.
